Senin, 17 Maret 2014

MAKANAN GRATIS


 MAKANAN GRATIS
                    
                   Sebagai bagian warga yang rutin setiap pagi ber olah raga di Monas, saya mengamati  seorang rekan  yang memiliki kebiasaan yang patut di puji dan dipertanyakan akan kesenangannya. Kesenangan yang sudah langkah dan kurang lazim dalam kehidupan ini dalam masyarakat perkotaan dan secara khusus Jakarta sebagai kota metropolitan ini. Tentu yang dipuji adalah kedermawanannya.  Kedermawanan yang semakin langkah, di temui didalam masyarakat Ibukota Jakarta ini. Sedangkan yang perlu dipertanyakan adalah kesenangannya. Kesenangan yang secara financial merugikan dan menguras sejumlah biaya dan tenaga. Dimana menurut pengamatan saya, perilakunya ibarat orang membuang Garam ke laut, yaitu suatu pekerjaan yang sia-sia. Tidak ekonomis, tidak berdaya guna dan tidak  berhasil guna. Demikan ungkapan dan kata orang yang ahli dalam manajemen pemasaran.     
           Kedermawanan dan kesenangan rekan ini, senantiasa menjadi pertanyaan di dalam hati saya.  Dari tampilan sehari-hari terlihat usia orang tua ini, antara 65 s/d 70 tahun. Fostur tubuhnya kecil dan agak bungkuk sedikit. Setiap pagi kami ber olah raga bersama dan dia terlihat begitu setia dengan kesenangannya itu. Disela-sela olah raga itu dia dengan senang hati menyodorkan makanan ringan yang umumnya berupa makanan tradisional kepada siapa saja, yang datang mencari udara segar di pagi hari itu.
           Makanan tersebut adalah makanan murah meriah kata orang Jakarta, yang sumbernya mudah di peroleh di Pasar2 tradisional. Dimana hanya dengan ditanak atau dimasak dengan cara merebus saja sudah cukup. Sehingga menjadi santapan yang menjadi kegemaran sebagian anak negeri ini. Makanan rakyat kata Pak Gunawan sahabat saya. Namun makanan tersebut kurang populer, bagi masyarakat kota atau gedongan, karena bentuknya berupa Pisang Rebus, Kacang Rebus, Ubi Rebus ,Jagung Rebus dan boleh juga Singkong Rebus. Dia mangkal di sekitar Pintu Selatan Taman Monas.  Hidangan itu dijajahkan secara gratis oleh Engkong tua itu, disodorkan dan ditawarkan kepada setiap warga  yang lalu lalang  di Taman Kota kebanggaan masyarakat Jakarta itu. Tentu engkong tua menghidangkan, makanan yang menu nya bergantian setiap paginya.
         Saya termasuk yang senang mencicipi  dan menikmati hidangan rakyat itu. Wajah engkong tua ini begitu menawan bila kami ambil sepotong singkong rebus atau beberapa biji kacang rebusnya itu. Kadang kala dia menawarkan makanan itu dengan diselingi siulan atau nyanyian kecil. Dari syair lagu yang diperdengarkan, saya berpendapat dia adalah warga keturunan Tionghoa. Suku bangsa yang integral dari penduduk negeri ini.  Kalau engkong memberi dengan riang hati. Sebaliknya kami tentu lebih senang lagi menikmatinya. Begitulah setiap hari, dilakukannya dengan  setia. Tanpa ada sedikitpun beban di wajah Kakek dari sejumlah cucu itu. Beban untuk mencari dan meminta balas jasa kembali.  Dari setiap orang yang lalu lalang di taman itu, misalnya berharap sejumlah tips, untuk membeli makanan sejenisnya untuk disajikan esok pagi berikutnya.
         Kesenangan ini menjadi pertanyaan besar di hati saya. Mengapa dia lakukan itu semua,  sepanjang hari dan sudah ber tahun-tahun dilakukannya. Tanpa merasa ada sesuatu yang kurang dari penghasilannya.  Kenapa itu dilakukannya. Apakah dia tidak merasa rugi. Bagaimana sikap dan pandangan isteri dan anak pikir saya. Bukankah itu pekerjaan dan kegemaran yang rada ganjil itu. Khususnya bagi masyarakat di Ibukota ini. Dimana tingkat toleransi dan masa bodoh terhadap sesama semakin tinggi?.Bukankah hidup semakin sulit dan mahal akhir-akhir ini. Ternyata ini menjadi Pikiran dan pandangan kami semua. Khususnya warga yang ber olah raga pagi di taman besar itu. Tentu menjadi tanda tanya besar, bagi kami yang kurang tahu dan tidak mengerti  latar bekalangnya. Mengapa pekerjaan yang kurang wajar itu dilakukannya. Jika di hitung setiap  hari, minggu bersambung ke Bulan. Bulan berganti tahun, kan lumayan juga nilai rupiahnya.  Pengorbanan yang sia-sia begitu guman, setiap kami yang ikut menikmati, perilaku dari engkong tua itu.   
          Suatu ketika Pak Herry rekan saya, rupanya begitu penasaran terhadap perilaku engkong tua itu. Secara iseng-iseng dia pertanyakan. Mengapa dia melakukan pekerjaan dan perbuatan yang langkah itu.   Begini hasil penuturan singkat Pak Herry. Sepuluh tahun silam,  engkong tua ini kena penyakit berat yaitu Stoke. Suatu penyakit yang sedang trends dan bekens pada masyarakat perkotaan. Sekujur tubuhnya menjadi kaku sehingga sulit bergerak dan digerakkan. Oleh keluarga di bawa ke Dokter. Lalu Dokter menolong sebagaimana seharusnya. Dokter  merawat dan memberi obat-obatan. Sebagaimana lazimnya dokter juga menyarankan agar dilakukan terapi dengan berjalan  setiap pagi. Suatu latihan dan pekerjaan  harus dilakukan secara rutin dan sungguh-sungguh. Untuk merangsang kembali otot dan syarat yang rusak dan kurang berfungsi, akibat dari penyakit yang mematikan itu. Oleh keluarga dilatihlah berjalan pagi di Taman Monas.
          Tentu dengan Kasih sayang dari istri dan anak serta keluarga dekat. Terapi itu dilaksanakan dengan disiplin dan ketekunan yang sungguh2. Tidak kalah pentingnya dorongan  dan semangat hidup yang tinggi. Secara perlahan tetapi pasti,  hasilnya cukup menakjubkan. Diawalnya harus ditata titi seperti melatih anak Balita belajar jalan. Perlahan tetapi pasti akhirnya dia boleh berjalan sendiri.   Tanpa di sadari kesehatannya menjadi pulih seperti sediakala. Bahkan kalau boleh dikatakan lebih sehat,  dibandingkan sebelum dia kena serangan penyakit itu.  

          Untuk rasa syukur itu lah rekan kami itu bernazar dan berjanji. Jika kesehatannya pulih, dia akan melakukan sesuatu, khususnya untuk komunitas yang ber olah raga di Taman Monas itu. Karena engkong tua itu, tidak ingin orang lain, tertimpah penyakit yang dialaminya. Suatu penyakit yang sesungguhnya, dapat  di eliminir atau dicegah.  Dengan memadukan pola  hidup sehat dan menjaga kesimbangan antara pola makan dan pola bekerja. Di setarakan dengan pola hidup sehat melalui olah raga dan istirahat yang memadai. Demikian ringkas cerita, mengapa sahabat kami itu melakukan hal yang rada aneh itu. Bagaimana pandangan saudara. Sukses untuk anda.{N.Kristian Nainggolan }.                

PAGAR BESI

      “ PAGAR BESI

           
Jikalau ada pertanyaan tentang Taman Monas seperti ini: Siapa Gubernur DKI, yang paling suka buat  usil warganya di sana ?. Siapa Gubernur yang melakukan sesuatu, yang sulit di terima akal pikiran Warga di taman kota itu ?. Lalu kalau ada pertanyaan lain, siapa Gubernur DKI Jakarta yang tidak memikirkan, kemauan warganya. Dan seribu pertanyaan lain yang mencerca, jalan pikiran Gubernur Jakarta periode lalu. Sangat mungkin jawabannya ialah Gubernur SUTIYOSO. Gubernur Ibukota yang dikenal dengan sapaan Bang Yos itu. Tetapi sebaliknya  kalau ada juga pertanyaan yang rada membela.  Siapakah Gubernur  yang membuat  Taman Monas,  nyaman dan menyenangkan bagi warganya. Siapa Gubernur yang berpikir sesuatu yang tidak dan belum dipikirkan warganya, tentang Taman Monas? Jawabnya juga kembali, adalah Gubernur Sutiyoso.
          Gubernur Sutiyoso adalah Gubernur yang kontroversi, sekaligus fenomenal dimata warga, kata seorang pengamat Otonomi Daerah dalam artikelnya. Ketika tertentu Sutiyoso menggaruk dan meporakporandakan, mata pencaharian warganya. Dia mengusur ini dan itu, diberbagai belahan ibukota. Mengusur Pedagang Kaki Lima (PKL) dari satu lokasi, tanpa memberi penampungan alternatif. Tetapi jangan lupa, Bang Yos juga yang berpikir, bagaimana menyongsong kehidupan Jakarta di abad XXI ini. Sebagaimana tuntutan kota internasional lainnya.  Obsesi besarnya, tentang angkutan massal. Seperti Monorel, Subway dan Bus Way itu. Banyak kebijakan  diawalnya, di tentang habis-habisan oleh warganya. Pemikiran Bang Yos yang tidak sehat, demikian pandangan sinis warganya. Tetapi ketika tertentu dimata Sutiyoso, justru berpikir, warganya yang kurang waras. Sehingga perlu diterapi, dengan resep  dan ala Sutiyoso.
          Sebagai bagian dari komunitas Monas di pagi hari, perkenankan saya, menyampaikan apa yang kami peroleh dan nikmati di Taman Kota itu. Tentang berbagai gagasan Bang Yos, di Taman ikon ibukota itu. Taman yang sudah dikenal hampir seluruh rakyat negeri ini. Satu diantara Gagasan Gila, Mantan PANGDAM JAYA itu, ialah memagari Taman Monas. Lazimnya  yang kita tahu Pagar Taman, biasanya  dibuat dari jenis2 pohon. Baik pohon tahunan yang besar2 maupun yang jenisnya sedang. Kalau tidak dari berbagai jenis bunga atau pohon kembang  lainnya. Tetapi Bang Yos dengan gagasan kontroversialnya, membuat pagar Monas itu lain dari yang lain. Dia buat  dari  Besi Bulat. Bukan sembarangan besi. Tetapi Besi Baja padat.  Dengan ukuran dua kali induk jari jempol kaki orang dewasa. Serta tingginya hampir dua kali lebih tinggi, dari ukuran rata-rata manusia Indonesia. Suatu gagasan dan pemikian yang melawan akal sehat dan sekaligus aneh dimata warganya.
           Tidak sehat menurut warganya.  Kok manusia diberi pagar batasan, tidak boleh keluar masuk taman, dengan kerangkeng besi segala. Seolah-olah Bang Yos menganggap warganya mirip binatang liar. Binatang buas yang seketika, dapat menerkam dan merobek-robek raga seseorang. Dimata  warganya, Bang Yos seakan-akan  menyamakan warga, buasnya dengan makluk Tuhan yang dikurung, di Kebun Binatang Ragunan itu . Sehingga kaum cerdik pandai ibukota sinis dan marah ke Bang Yos. Dimata warganya Bang Yos, menghilangkan estetika dan keindahan Taman Kota itu. Sementara disisi lain Taman itu  dipandangan warga, sebagai sarana untuk berekreasi dan mencari hiburan serta tempat mencari makan sekaligus.
            Sebaliknya di mata Bang Yos, warganya yang sudah justru sakit berat dan kronis.  Kok Taman kota dijadikan, tempat berjualan  untuk mencari sesuap nasi. Taman Monas juga dijadikan ajang  menggarong sesama warga. Karena ternyata dimata segelintir warga liar di ibukota, Taman Monas merupakan tempat yang begitu strategis untuk segala hal. Termasuk melakukan yang tidak, menyenangkan orang lain. Jalan pikiran yang telah berperilaku, mirip binatang buas. Memaksa dan memperkosa hak individual orang lain. Untuk dan atas kepentingan sendiri. Dengan kata lain Taman Monas, telah menjadi areal tak bertuan. Cocok untuk medan tarung merampas hak kemerdekaan orang lain. Taman Monas ketika itu, sudah kehilangan roh dan jati dirinya.
           Sangat mungkin berdasarkan realita yang compilicatep itulah, timbul gagasan orang Nomor Satu di Jakarta itu,  untuk melakukan sesuatu di Taman Kota itu. Memasang Pagar Taman Kota, dengan logam keras itu. Dimana Bagian ujung dari pagar besi itu, di buat seperti Bambu runcing. Mirip senjata rakyat negeri ini, diawal-awal kemerdekaan. Untuk mempertahan negeri ini dari caplokan kaum penjajah. Mungkin juga tujuan yang tersirat dari besi runcing itu, apabila ada warga yang memaksa masuk, dengan ala Ketek (Monyet). Biar sekalian perutnya terburai di ujung besi-besi tajam itu. Sangat mungkin cara itu perlu dilakukan sekali-kali, agar ada efek jerah dari warganya.
             Konsep pemagaran itu mulanya ditentang habis-habisan. Hampir semua elemen masyarakat protes. Mulai dari kalangan Pengamat Perkotaaan. Kalangan Perguruan Tinggi. Kaum Politisi, Media Massa, dan LSM. Pedangang Kaki Lima (PKL),Wanita Tuna Susila alias PSK. Para Tukang Beling dan Paguyupan Andong, juga  ikut protes. Tidak ketinggalan Saudara kita, Warga Madura (eknis yang dominan menjadi pedagang asongan, di Taman kota itu). Semua warga mencibir, atas kebijakan Bang Yos. Segala macam tuduhan di tumpakan kepadanya. Ada yang menuduh dia tidak manusiawi. Tidak mengerti keindahan Kota. Tidak  mampu  membuat warganya senang. Bahkan ada yang menuduh dia kafir segala. Tetapi Bang Yos tetap tidak bergeming. Bukan Sutiyoso namanya, kalau dia tidak berpegang teguh, dengan apa yang diyakini benar.
Sebagai mantan Perwira Baret Merah, dia  berprinsip teguh. Orang boleh tidak sepaham dengannya. Tetapi niat baik tetaplah dia lakukan. Sepanjang diyakininya benar, demi kepentingan khalayak ramai. Taman Monas adalah milik bersama warga Jakarta. Logika berpikir Bang Yos, Taman Monas harus dikembalikan  ke habitatnya.  Bang Yos punya obsesi Taman Kota ini, harus diletakkan pada fungsi awalnya. Sebagaimana konsep founding father, Presiden Pertama almarhun Bung Karno itu. Kerinduannya menjadikan Taman Monas, menjadi sejenis Oase yang menyejukkan, ditengah kesesatan dan kerumitan Ibukota. Tempat dimana seketika rakyat boleh melepaskan, kelelahan dan kepenatan diri. Oleh karena itu Taman Monas, harus tertib, teduh dan menyenangkan bagi warganya. Semua aturan main disana,  harus ditegakkan kembali secara konsekwen.

            


Karena gagasannya itu Bang Yos  dibenci  oleh masyarakatnya. Bentuk kemarahan warga dilampiaskan,  dengan berbagai cara. Seperti mendemo Bang Yos  ke Kantornya di Merdeka  Selatan. Tiada hari tanpa jel-jel, yang tidak memprotes kebijakan Gubernur.  Ada yang membuat patung dirinya. Patung itu dibuat bukan untuk dipamerkan. Tetapi untuk dibakar di sekitar Kantor dan Taman kota itu. Bentuk ekspesi warga, menentang kebijakan itu. Ketika itu tiada hari tanpa berita Taman Monas, di berbagai Media Elektronik dan cetak di Jakarta. Hampir semua ulasan miring dan sinis tentang Kebijakan Gubernur yang bertahta dua periode itu .
  
           Bang Yos kokoh dan kekeh dengan apa yang diyakininya. Seturut dengan berjalannya waktu. Ternyata Dewi Fortuna berpihak kepadanya. Realitanya kebenaran berpihak kepada Bang Yos. Lambat dan pasti, apa yang dia lakukan menjadi kenyataan. Taman Monas menjadi sejenis oase, ditengah gurun kesulitan masyarakatnya. Taman Monas kembali  menjadi idaman,  berbagai elemen masyarakat. Termasuk komunitas kami, yang setiap pagi dengan setia, ber joging ria di sana. Taman Monas adalah segala-galanya bagi kami. Apa yang kami mimpikan disana menjadi kenyataan. Mudah2an anda juga sesana Warga Jakarta berpendapat sama, dengan mantan Orang Nomor Satu di Kota Jakaarta itu bukan ?. 
          Untuk melengkapi artikel ini saya mau bagikan juga pesan Bang Yos ke Komunitas kami di Taman Kota itu. Suatu ketika Bang Yos   melalui  pesan singkap kepada saya bertutur begini: ...Nggak ada masalah, bagi saya MONAS punya kenangan sendiri. Karena pada saat mau saya tertibkan dan pagar, setiap hari saya di demo, dan patung saya di bakar, dan sekarang anda semua yang menikmatinya. Itulah kepuasan saya. Itulah kata jujur yang keluar dari kalbu Bang Yos, mantan orang Nomor Wahid di Ibukota itu. Bagaimana pandangan Saudara?. Sukses untuk anda.{Nainggolan Nurdin}.     



TOILET RP 2 MILLIAR

TOILET RP 2 MILLIAR

            Suatu pagi rekan saya Pak Rene, iseng-iseng mempertanyakan kepada saya, tentang mekanisme penentuan  besaran biaya dari sesuatu Proyek Pemerintah. Pertanyaan itu di tanyakan ke saya , karena kebetulan saya adalah satu dari sedikit, dari Group kecil kami yang bekerja di Sektor Pemerintah. Secara spsifik yang bekerja di jajaran Departemen Pohon Beringin. Departemen yang membidangi berbagai aspek penyelenggaraan dijajaran Pemerintah Daerah. Karena pertanyaan ini, pertanyaan biasa dan standard, maka saya jawablah secara standard juga.
          Saya coba menjelaskan bagaimana mekanisme dan pengajuan suatu kegiatan atau proyek. Dengan kata yang kita kenal dengan kegiatan masa kini, di rancang dari sejak awal. Namanya Rapat Koordinasi  Pembangunan. Nama yang lebih terkenal dengan akronin Rakorbang. Tentu dimulai dari yang paling rendah. Dimulai dari Tingkat Desa atau kelurahan. Lalu naik tingkat  Kecamatan. Dari Tingkat kecamatan, naik lagi ke tingkat Kabupaten atau Kota. Dari Tingkat ini terus naik lagi ke Tingkat Regional yang lazim disebut Rakorbang Tingkat Propinsi. Terakhir titik puncaknya ada pada Rakorbang tingkat Nasional. Seterusnya saya gambarkan, bagaimana proses Pembahasan di Tingkat DPRD Kabupaten Kota. Serta bagaimana pembahasan di Tingkat Regional Propinsi, jika kegiatan itu menjadi porsi Regional itu. Tentu sedikit tentang Mekanisme  yang dilakukan di Tingkat Nasional, sampai proses pembahasan di Gedung Dewan yang terhormat di Senayan sana, untuk tingkatan Nasional. Nasional dalam arti di programkan dan dibiayai didalam APBN. 
Dari apa yang saya jelaskan pagi itu,ternyata teman-teman olah raga saya itu kurang puas. Bahkan terkesan ada yang ngedumal. Tidak puas, karena di amatan saya ada sesuatu yang saya menyembunyikan kepada mereka.
           Lalu P, Herry langsung mengatakan ke saya begini: Bukan mekanisme perencanaan atau tahapan anggaran sesuatu proyek di setujui, maksud kami katanya menyanggah penjelasan saya itu. Tetapi pertanyaan kami, mengapa biaya pembangunan Paket  Toilet, di sebelah sana katanya, sambil nunjuk arah Toilet yang di bangun di bawah tanah. Toilet  yang ada didalam  Taman Monas itu. Kok Biaya pembangunannya begitu mahal. Kok sampai 2(dua) miliar rupiah. Biaya  pembangunan sebuah toilet saja, kata  mereka serentak. Suatu sikap curiga dan  ngeledek saya. Dari sikap dan pandangan rekan-rekan itu, Seolah-olah saya dapat komisi atau SHU dari Proyek Toilet di Taman Monas itu. Boleh jadi mereka menganggap saya bagian dari perilaku korupsi aparat di negeri ini. Termasuk Pembangunan Sarana kelengkapan Taman Kebanggaan Warga Kota Jakarta itu.   Saya sendiri tidak dan  kurang mengerti tentang besaran biaya itu.  Dan dari mana mereka tahu dan mengerti, besaran biaya pembangunan 2(dua) Paket Toilet, di sebelah Barat Taman Monas itu. Yang saya mengerti Toilet itu, telah dibangun hampir Tujuh tahun silam.
          Memang di dalam berbagai diskusi kami sehari –hari jika ada prilaku Birokrasi yang kurang pas, maka ke saya lah mereka lampiaskan, perasaan kurang tepat itu. Bagi mereka saya adalah personalikasi, perilaku aparat negara yang kurang berkenan di hati sahabat-sahabat saya itu. Kami kan orang-orang profesional dan bisnis  kata pak Gunawan menimpali. Secara ekonomis kami bisa menghitung biaya pembangunan fisik dari ke 2(dua) Toilet 2(dua) M itu katanya, menyakinkan saya. Konon katanya sewaktu di bangun Toilet itu paket biayanya Rp 2(dua) M per satu paket. Jadi 2(dua) paket Toilet itu biaya nya Rp 4(empat) M. Itulah sebabnya nama Toilet itu hingga kini di beri sejumlah Warga yang Olah Raga tetap ke Taman Monas, menyebut Tolilet 2(dua) M. Lalu rekan saya Pak Julius yang konglomerat itu, mengatakan betapa tinggi nya biaya Mark –Up, Proyek-proyek pemerintah itu ya, katanya dengan agak sinis. Lalu ada diantara teman olah raga itu mengatakan, mungkin anda juga dapat bagian dari biaya siluman. Untuk mengolkan proyek itu katanya dengan enteng. Sebagai birokrat yang telah matang dan hampir busuk, saya katakan kepada mereka terlepas itu ada sinyalemen rekan-rekan. Tetapi kami punya mekanisme untuk menilai sesuatu pembiayaan suatu proyek kata saya membela diri. Di birokrasi ada prosedur tetap dalam menentukan dan menetapkan kelayakan suatu proyek. Saya melihat wajah rekan-rekan semakin  tidak puas dari dengan penjelasan saya itu. Khususnya mengapa nilai Toilet sebegitu saja, ber milluar rupiah.

        Kemudian untuk memecahkan suasana yang kurang sehat itu. Rekan saya dr Labarons, mengalihkan topik diskusi ke soal yang lain. Rupanya dokter sahabat kami ini, mengerti jalan pikiran saya. Karena dia agak mengerti mainan Birokrasi sehari-hari. Karena Dokter konsultan hari-hari kami ini, adalah pensiunan Kepala Dinas Kabupaten. Dimasa lalu di satu Daerah  di Propinsi Bangka Kepulauan sekarang. Dia punya pengalaman yang luas melihat permainan dan mainan, birokrasi dilapangan. Sehingga pagi itu saya terhindar dari bulan-bulanan, rekan yang mempunyai titik pandang yang berbeda dengan titik pandang kami selaku birokrasi. Bagaimana pandangan anda?. Sukses untuk anda.{Nainggolan Nurdin}.             

PIPA BOCOR

PIPA BOCOR

             Sebagaimana biasa, saya suka dan senang melintas  ke Taman Monas di pagi hari itu, melewati pintu masuk dari Sebelah Utara. Persis di Pojok antara jalan Merdeka Timur dengan Merdeka Selatan. Kadangkala melewati Pintu masuk sebelah Timur. Melalui halaman Parkir masuk ke stasiun Besar Kereta Api  Gambir. Begitulah setiap pagi saya lakukan, tanpa aturan dan rute yang konsisten. Tergantung situasi dan mod hati saja, alias se enaknya saja .

             Begitulah saya lakukan didalam melakoni Olah Raga Jalan Pagi seperti bisa. Kedua alternatif pilihan itu, saya lakukan karena pertimbangan praktis semata. Karena jaraknya relatif sama dari posisi Kantor saya. Seperti biasa saya suka dan senang, mengamati lingkungan yang saya lalui atau lihat  sesuatu  yang mungkin tidak menarik bagi orang lain. Namun menarik dan menantang bagi jalan pikiran saya. Mungkin perilaku seperti itu sudah bagian dari hidup saya. Sebagai warga yang sering termarjinalkan, dilingkungan sendiri.
  
          Suatu pagi ketika saya menuju arena Taman Monas, saya lewat dari pintu masuk depan Lapangan Parkir, yang masuk dari Stasiun Kereta Api Gambir. Kemudian melewati Pos Polisi, Taman Parkir Timur. Satu dari dua Pos Polisi yang ada di Areal Taman itu. Sedangkan Pos Polisi yang satu lagi ada disebelah Barat dari Taman itu. Itulah sebabnya namanya di sesuaikan dengan letak lokasinya.  Pos Polisi, Taman Merdeka Barat, lokasinya ada di Jalan Merdeka Barat. Persis diantara Kantor Departemen Hankan dan Museum Nasional yang ada di Jalan Utama yang mengelilingi Taman Besar itu. Mungkin sangat  layak kedua Pos Polisi itu, dicatat dalam Museum Rekord Indonesia MURI, yang di sponsori Bung Jayaprana itu. Sebagai Taman yang memiliki dua Pos Polisi di negeri ini. Apakah anda sependapat dengan pengetahuan praktis saya ini?. Jangan2 ada di kota anda Pos Polisinya 3 (tiga) buah dalam satu Taman Kota?. Tolong beritahu saya ya, biar saya juga tahu tentang pelayanan masyarakat di Kota anda.
           Begini ceritanya: Saya melihat air bersih keluar dari Pipa Bocor, Pipa air bersih dari PDAM. Perusahaan yang kita kenal sekarang dengan nama Perusahan Daerah PDAM  Lyonnaise Pipa itu tertanan di pinggir parit atau got, jalan menuju Kantor Pos Polisi Taman Parkir. Di batas antara halaman batas Stasiun Kereta Api Gambir itu. Nampaknya Pipa yang bocor cukup lama terjadi.

            Disisi lain Pipa bocor itu ada di depan halaman Institusi Aparat negara. Mengapa mereka tidak segera menelepon  dan beritahu PDAM begitu pikiran saya. Tentu dengan harapan petugas lapangan PDAM segera memperbaikinya pikir saya sambil berlalu. Ternyata  Pak polisi yang bertugas disitu mungkin, tidak melihat itu suatu persoalan. Persoalan kebutuhan masyarakat. Serta pemborosan keuangan Negara. Mungkin karena mereka sibuk dengan tugasnya sendiri. Sehingga tidak ada lagi waktu, melihat dan memperhatikan pelayan lainnya. Mungkin boleh jadi alam rasa memiliki (Sence of belonging) sudah pudar.  Begitulah kenyataannya beribu-ribu liter air terbuang percuma. Padahal disisi lain, banyak warga Ibukota yang butuh air bersih. Apalagi saat itu, musin kemarau panjang  di Ibukota Jakarta. Seperti biasa saya ingat pesan para operator Radio Elshinta dalam acara News and Talk nya mengajak partisipasi aktif para pendengarnya. Dimana radio itu berpesan agar apa saja yang dilihat dan ingin disampaikan kontak kami, di nomor telepon sekian-sekian. Dapat juga di hubungi melalui SMS Nomor sekian dan sekian.
             Lalu saya laporkan apa yang saya lihat dan rasakan itu. Hari pertama hasilnya masih belum ada. Lalu besok paginya saya kontak lagi. Hasilnya masih tetap nihil juga. Tanpa ada tanda2 akan diperbaiki. Pada hari ketiga saya sampaikan lagi, permasalahan itu dengan, sedikit memodifikasi, berita dua hari sebelumnya.. Tentu dengan harapan segera, ada hasilnya pikir saya.  Pagi hari ke empat, saya lewat lagi dari lokasi, pipa bocor itu. Ternyata dari agak kejauan, ada terlihat unggukan Tanah Merah, yang baru tergali. Tentu pikiran saya  indikasi dari laporan saya itu, telah di respons petugas lapangan PDAM, Perusahaan Daerah Pemda DKI, yang bekerja sama dengan Perusahaan Air Minun dari Prancis itu. Hati saya lega dan senang.

            Sambil berjalan ke Taman Monas itu, untuk melakukan kewajiban rutin saya Pagi hari. Saya kirimkan lagi berita ke Radio ElSHINTA, tentang respons positif dari aparat lapangan itu. Seraya tidak lupa menitipkan, pesan hangat saya kepada Komandan Pos Polisi Merdeka Timur itu. Tentang apa isi pesan singkat saya biar sajalah, Pak Polisi yang menterjemahkannya. Bagaimana pandangan Saudara terhadap keisengan saya itu?. Sukses untuk anda. {Nainggolan Nurdin).  

OPUNG DOLI

OMPUNG DOLI & KUA FU.

           Menjadi kurang lengkap dan kurang afdol  rasanya, jika berbicara fasilitas kota seperti Taman Monas, tidak menyinggug pemanfaatan fasilitas Taman Monas dari presfektif lain.  Penggunaan taman kota itu, untuk yang bersifat sangat pribadi. Melengkapi pandangan mata saya, tentang Taman Monas di pagi hari, tentu anda tidak akan keberatan, jika saya sodorkan apa yang saya lihat dan amati dari sisi lain. Bagaimana taman kebanggaan warga Jakarta ini, memanfaatkannya  dari presfektif “perselingkuhan”. Kalau anda agak keberatan boleh juga dianologikan dengan dunia kencan, kata orang yang berjiwa muda. Sebab berbicara tentang taman kota, rasa2nya, nggak lengkap jika titik pandang kita tidak sampai kesana. Kata rekan  saya Pak Robby, makan yang enak sekalipun akan hambar jika, tidak di beri Garam yang cukup.   Karena perlingkuhan  adalah bicara sisi lain perilaku kaum Adam dan Hawa. Bagian  yang tidak terpisahkan dari bagian kehidupan manis dan pahit manusia. Termasuk diantara kami warga yang menjadi pelanggan  tetap, dari taman kota  tersebut.
          Mari kita mulai. Seorang rekan kami kebetulan berasal satu suku dengan saya. Keberadaan rekan ini, sekali-kali   menjadi bagian topik diskusi  kami di pagi hari itu. Sama dengan hikayat seribu satu malam, begitulah arah dan thema cerita pagi kami mengalir begitu saja.  Apa topik dan thema tidak terikat. Siapa yang membuka awal pembicaraan juga bebas dan apakah pembicaraan tuntas atau perlu di diskusikan hingga tuntas atau tidak sangat tergantung mood kami saja. Sebut saja fam atau marganya Bapak Marganda. Usiannya sudah relatif matang, kira-kira diatas 60 tahunan. Fostur tubuhnya atletis, berisi dan tampang penampilannya. Kulitnya agak kehitam-hitaman. Dari jauh kulitnya mirip kulit Saudara-saudara kita dari Nusa Tenggara Timur. Dia senang pakai celana pendek, dipadu dengan baju kaos atau hem yang sesuai pasangan warna celana olah raganya itu. Sepatu olah raganya juga kwalitasnya baik, harmonis serasi kelihatannya. Ditambah lagi ukuran tubuhnya  gempal. Dilengkapi dengan sebuah Handuk kecil yang dipasangkan di leher dan atau di kantongi di celana pendeknya. Dimana sebagian berada di luar, sehingga  terlihat terurai di luar begitulah adanya.

            Langkahnya relatif cepat dan teratur kelihatannya. Dari wajah dan penampilannya terkesan bagi saya rekan ini, pastilah pemuda idola  dimasa mudanya. Sangat mungkin dia berprinsip, umur boleh lanjut. Tetapi jiwa harus tetap muda. Setiap hari dia berjalan, mengelilingi putaran tengah atau putaran luar Taman Kota itu. Dari usianya sebagaimana biasanya, orang seperti dia itu sudah tepat dan pantas disebut Ompung. Ungkapan bagi seorang lelaki yang sudah berumah tangga dan usianya cukup matang. Secara spesifik orang Tapanuli menyebutnya Ompung Doli. Mungkin sama lah itu sebutan Mbah Kakung, dalam sebutan bahasa, Pak Herrry rekan saya yang berasal dari Suku Jawa Timuran itu.
            Si Ompung Dolli ini bersahabat dekat dengan seorang Ibu diatas paruh baya. Seorang wanita yang keturunan Tionghoa. Wanita ini dalam sebutan bahasa Mandarin menurut Pak Aheng ke saya, sudah layak di sebut KUA FU. Seorang Wanita setengah umur.
         Belum terlalu jelas apakah rekan  wanita kami ini, masih berstatus ber suami atau sudah bercerai. Namun yang pasti wanita ini, adalah sabahat special  dari rekan kami si Ompung Doli itu. Kami belum dan tidak tahu persis mereka berdua berdomisi, disekitar mana di Ibukota ini. Menurut rekan saya Pak Julius, bahwa wanita si KUA FU ini, adik dari rekan bisnis si ompung ini sebelumnya. Tetapi bagaimana awal perkenalan dan hubungan mesra mereka saya kurang faham betul. Hanya saja amatan kami sementara, mereka hampir setiap pagi pasti bertemu secara rutin. Biasanya diawal pagi mereka datang dan berjalan sendiri-sendiri. Dua atau tiga putaran, barulah mereka bersua dan berjalan cepat bersama sama. Biasanya pertemuan pagi itu, di mulai dengan  sapaan ciuman pipi. Serta dilanjutkan berjalan berdua dan seterusnya. Begitulah setiap pagi mereka bertemu ria, secara kasatmata dalam amatan kami. Apa yang mereka sepakati, setelah selesai ber olah raga ria di Taman itu, kami tidak tahu dan tidak mau tahu lagi. Itu urusan perivasi dari setiap warga kota.
         Hanya saja bagi saya si  Ompung Doli ini, terkesan menutup diri ke rombongan atau kelompok kami. Utamanya dengan saya peribadi, mungkin dia  agak menjaga jarak dengan saya, (Ini hanya assumsi dan perasaan saya semata saja). Kemesraan mereka kadang jadi topik pembicaraan, diantara kelompok2 kami saat  ber olah raga ria di taman itu.  Pak Togar seorang rekan saya yang kebetulan satu suku dengan saya mengatakan, dalam bahasa Daerah : Onma na di dokkon, ama-ama nasotarpareso dohot ina-ina na so tarpincang. Kira2 dalam bahasa Melayu diartikan sebagai seorang ayah yang suka berselingkuh dan seorang Ibu yang tidak jujur kepada suami dan anak2nya.

         Terlepas dari apapun dampak ikutannya,  ternyata fasilitas  seperti Taman Monas ini, disamping cocok mengisi waktu untuk berolah raga di pagi hari. Taman kota ini   ideal juga untuk ber curat hati, bagi sebagian warga kotanya. Bukan hanya kalangan remaja yang memanfaatkannya. Tetapi kalangan yang sudah uzur pun melakukannya.  Terlepas dari persoalan apakah mereka satu muhrim atau tidak. Bagaimana pandangan anda terhadap komunikasi intens, dari dua makluk Tuhan yang berlainan jenis itu. Anda sajalah yang merekah-rekahnya. Sukses untuk anda. {N. Kristian Nainggolan }.             


SUPIR PESAWAT

SUPIR PESAWAT.

           Sebagai sesama warga yang ber Olah Raga Pagi di Monas, kami relatif saling mengenal. Secara khusus yang masuk dalam group kami . Karena hampIr setiap pagi Ketemu dari senyun hingga say hello, lambat laun kami saling mengenal. Usia kami memang agak bervariasi sedikit. Ada yang berkepala Lima, Ada yang berkepala Enam.   Ada juga yang sudah masuk dalam kelompok usia tujuh.Tidak sedikit sudah ada dalam usia bonus Delapan Puluhan.  Salah seorang rekan  saya di Monas  itu, agak menjadi perhatian khusus saya . Warna kulitnya agak Putih kekuning-kuningan. Mirip orang Manado. Saya pikir semula dia berasal dari suku Minahasa. Orang seusianya di sana di panggil dan disebut dan di panggil Opa.

          Dalam pertemuan suatu pagi, kami berjalan sama. Kami saling memperkenalkan diri. Dia langsung dapat menebak  saya, berasal dari Suku yang sama dengan dia. Dari raut muka saya yang agak kurang beraturan itu ditambah dari dialeg saya, dia mengatakan: Apa marga adik dan orang tua berasal dari kampung mana?. Saya jelaskan apa adanya tentang yang dia ingin tahu  sepintas, di pagi yang cerah itu. Lalu dia bertanya dimana saya bekerja. Saya jelaskan Kantor saya berada di sisi Timur Monas ini kata saya.  Setelah dia selesai mengintrogasi saya, maka giliran saya yang jadi Jaksa Jalanan. Menanyakan hal ihwal nya.  Saya menanyakan asal usul beliau dan tinggal dimana di Jakarta. Ternyata saya salah duga. Dia rupanya satu Suku dengan saya. Asli Orang Suku Batak. Marga atau fam nya saya sebut saja Marganda. Sementara  marga Ibunya, sama dengan fam Ibu saya.

             Usianya sudah diatas Delapan puluh. Badannya kokoh dan atletis. Di rawut wajahnya yang sudah tua dimakan waktu itu, masih terlihat sisa2 kegagahan penampilannya. Terkesan  dari sejak muda fisiknya terjaga dengan baik dan benar. Dia  ternyata Mantan Pilot atau penerbang. Supir pesawat di Garuda Indonesia di era tujuh puluhan. Karena dia berseberangan dengan Pak Harto, suatu ketika dia bersama lima  orang teman nya, hizrah alias lari.  Mencari makan dengan sebutan pindah keluar Negeri.Dari pada keburu ditangkap pihak penguasa ketika itu, demikian penjelasan nya dalam diskusi kami pagi itu.
  
         Andakan pernah tahu dan baca di Sejumlah Media Jakarta ketika itu. Menuliskan berita tentang sikap Pilot Garuda kepada pihak kebijakan Manajemen Garuda Indonesia ketika itu ? . Untuk menguji penalaran dan daya ingat saya, serta apakah saya mengikuti dinamika kehidupan bermasyarakat selama ini.
 
         Katanya dia pergi dan bekerja Dua tahun di Belanda. Dari sana dia dapat kontrak baru jadi Supir pesawat di Penerbangan Sipil di Amerika Latin. Hampir Lima Belas tahun dia berada di Selatan Benua Amerika itu. Lalu hizrah lagi ke Penerbangan komersial salah satu negara di uni Eropa.  Untuk beberapa tahun kemudian , menjelang usia pensiun.
           Sebagaimana didalam umpama mengatakan: Setinggi-tinggi Bangau terbang, surutnya ke kubangan juga. Dunia ini telah di jelajah ompung yang satu ini. Dia kembali ke tanah air nya juga. Dia bersama isterinya, tinggal di Daerah sekitar Kebun Kacang Jakarta Pusat. Lokasi yang memungkinkan, dia mengisi hari tuanya dengan ber olah raga, mengukur Monas setiap Pagi.


           Oleh karena dia seorang professional, hingga kini keahlian jadi Supir Pesawat itu, masih tetap dilakoninya. Di selah2 sisa kehidupan di hari tua ini. Dia masih menjadi Instruktur Sekolah Penerbangan Swasta, di Halim Perdana Kusuma. Serta masih di minta Pimpinan Polri, menjadi instruktur di Sekolah Penerbang Polisi di di Pondok Cabe. Khususnya mendidik tenaga professional  Polisi yang jadi Supir pesawat jenis Helicoppter. Kata dia mengakhiri pertemuan rutin itu. Hitung2 menjaga agar jangan hilang dan kaku,  kebiasaan hidup saya katanya. Dalam  mengawakili Pesawat selama karier dan keahliannya .Begitulah akhir dari satu episode, dari kegiatan rutin kami di Monas itu . Bagaimana pandangan saudara?. Sukses untuk anda. {Nainggolan Nurdin}.           

PAK DASUKI

PAK DASUKI


Sebagaimana layaknya taman kota, Taman Monas juga memiliki sejumlah petugas lapangan. Petugas yang sehari-hari melaksanankan pekerjaannnya membersihkan dan menjaga keindahan Taman Kota itu. Untuk sesi ini saya tidak berbicara kepada anda apakah upah dan atau  pendapatan mereka berada di atas atau di bawah UMR Propinsi . Juga tidak mendiskusikan tentang  status mereka, sebagai pekerja tetap atau buruh  kontrak lepas. Karena terkait dengan permasalahan perburuhan, bukanlah  kapasitas dan kompetensi saya untuk menjelaskannya. Sangat tepat saudara klarifikasi,  kepada Menteri Tenaga Kerja.  Tetapi saya hanya mau berbagi cerita tentang  seorang rakyat kecil, yang menjadi mitra kami di Taman kota itu.Seorang anak negeri ini  yang setiap pagi bekerja disana. Sebagai tenaga buruh kasar,petugas lapangan di lingkungan fasilitas umum itu. Cerita dari bagian intraksi langsung dari seorang rekan kami.Yaitu hubungan antara dua orang anak bangsa yang saling membutuhkan dan saling mengisi. 

Nama petugas lapangan itu Pak Dasuki.  Usianya diatas  lima puluh tahunan. Dia bekerja sebagai tenaga kebersihan di Taman Kota itu. Wilayah Kerjanya, berada di bagian Selatan dari Taman Monas itu. Bagian Selatan adalah yang berada di bagian depan, taman kota itu, jika kita datang dari arah Balai Kota. Sehari-hari pengamatan kami Pak Dasuki, bekerja dengan riang, menyapu dan membersihkan, Taman Kota yang menjadi kewajiban dan tanggungjawabnya. Dia bekerja dengan sepenuh hati dan iklas menerima nasib hidup, yang semakin keras di tengah himpitan kehidupan ini. Begitulah amatan kami tentang keseharian anak bangsa itu.

Jika kami berpapasan disekitar dia bekerja, pastilah Pak Dasuki  dengan senyuman yang khasnya, menyambut kami. Kadang kala dengan sedikit sapaan basa basi. Dengan mengucapkan Selamat pagi, dan bentuk  gerakan tubuh  lainnya. Wajah yang penuh persahabatan, menyambut kami rombongan kecil kami. Saya pikir bukan hanya kepada  rombongan kami saja, tetapi kepada komunitas lain juga dia lakukan hal yang sama. Karena keramahan dan keluwesan dari Pak Dasuki itu, tidak kuran, sekali-kali saya amati ada teman yang memberikan Tips kepadanya. Baik berupa sejumlah uang dan atau bingkisan. Biasanya jawaban dari kegembiraan pak Dasuki hanya dibayar nya  dengan senyuman khasnya itu. Karena hanya itulah yang dia miliki dan bisa ia berikan. Kepada sesama makluk hidup yang lalu lalang, di pagi hari sekitar Taman kota Jakarta yang termashur ke seantero negeri ini.
Sementara Dokter Labarons rekan kami, tidak memberikan tips seperti rekan-rekan yang lain. Tetapi dengan kapasitasnya sebagai seorang dokter, dia membantu Pak Dasuki. Bantuan dan pertolongan yang dibutuhkan, seseorang dalam hal obat-obatan.  Dengan cara memberikan sejumlah obat, yang dibutuhkan warga yang rajin dan bersahaja itu. Bukan memberi resep untuk ditebus di Apotik. Karena secara ekonomi, itu menyulitkan kemampuan keuangan sahabat kami itu. Karena kami sadar nasib kehidupan Pak Dasuki, tidak seperti kami. Dia adalah   bagian dari masyarakat marjinal di Ibukota ini. Tentu obat-obat dimaksud, sesuai dengan diskusi dan diagnosa singkat   pada saat ketemu suatu pagi. Biasanya besok paginya, Dokter Labarons membawa dan memberi obat yang sesuai, dengan keluhan Pak Dasuki sehari sebelumnya. Tentu dengan catatan Pak Dasuki, tidak perlu  membayar biaya obat itu alias gratis.

Bagi Pak Dokter rekan kami itu, cukup lah dibayar oleh Bapak yang memliki 4 (empat)orang anak itu, dengan bekerja rajin, membersihkan taman kami berjogging ria itu.Tidak lebih dan tidak kurang. Karya yang diamini dan diiyakan, Pak Rene rekan saya yang lain. Begitulah antara lain bentuk kepedulian diantara kami, yang berolah raga pagi di Monas itu kepada sejumlah anak bangsa, yang menjadi mitra kami disana. Kami yang menikmati fasilitas taman kota dengan  berolah raga. Mereka yang mengurus taman, dimana kami boleh menikmati kebersihan dan keindahan Taman Kota itu.

Suatu pagi Dokter Labarons mengatakan ke Pak Dasuki dengan pesan yang agak rumor, ”Pak Dasuki harus sehat, jangan cepat mati ya, nanti tidak ada yang membersihkan dan urus Taman Monas ini”. Lalu dijawab oleh Pak Dasuki dengan sederetan kata yang singkat namun penuh  makna, ”Pak Dokter, saya masih mau hidup lebih lama lagi, menikmati pemberiaan yang diatas sana katanya sambil menengadah ”. Sambil berjalan saya tanyakan kepada Pak Dokter sahabat saya kental itu, kira-kira apa maksudnya mengatakan kalimat itu. Dengan rileks dan santai Dokter konsultan gratis kesehatan kami itu mengatakan  ”Kalau Pak Dasuki duluan dipanggil Tuhan, taman ini akan menjadi lebih tidak terurus lagi, dan akan semakin kotor. Karena amatan saya dari seluruh petugas lapangan, yang ada disini Pak Dasuki Nomor Satu”, katanya sambil mengacungkan jempolnya. Begitulah penilaian Pak Dokter. Saya setuju dengan amatan Pak Dokter itu ada benarnya. Memang amatan kami  sepintas Pak Dasuki mengerjakan pekerjaannya, dengan tulus dan nerimo hidup yang semakin keras di Ibukota Negeri ini. Tentu anda pun memiliki warga yang jujur dan bersahaja  seperti Pak Dasuki, Di Taman Kota anda  bukan?.Bagaimana pandangan saudara. Sukses  untuk anda, {N. Kristian Nainggolan }.        





Kamis, 13 Maret 2014

GEREJA BERPOLITIK ?

{BAGAIMANAKAH SIKAP WARGA BALA KESELAMATAN

 ERA LALU, KINI & KEDEPAN ? } ”

LANDASAN PEMIKIRAN
Gereja Berpolitik?. Haram Itu.Gereja Berpolitik?. No Way. Gereja Berpolitik? Tidaklah Ya. Gereja Berpolitik?. Itu mah urusan sekuler. Gereja Berpolitik?. Itukan Pekerjaan Kotor. Gereja Berpolitik? Tolong Gereja tidak di bawa-bawa ke urusan Dunia.Gereja Berpolitik?. Janganlah karena Gereja hanya mengajarkan, berkata dan berprilaku benar. Sementara Politik itu pekerjaan yang menghalalkan segala cara,   untuk mendapat kekuasaan dan mencapai tujuan. Serta Seribu Satu alasan lain, yang sering kita dengar disampaikan berbagai  kalangan. Khususnya sejumlah warga Gereja yang fanatik dan ketak menjalankan doktrin ajaran Gerejanya. HUSTON SMITH,2001).
Pada sisi lain kita tidak jarang mendengar dan melihat Gereja, sudah dan telah bermain dalam dunia Politik. Pada sesi lain berpolitik adalah hidup, dan kehidupan manusia itu sendiri. Sejumlah pengamat yang mendukung Gereja tetap dan harus berada, dalam kanca politik kehidupan di dunia yang fana ini. Nanti saja kalau kita sudah di Surga yang abadi itu, barulah kita tinggalkan politik itu. Selama kita masih didunia,mari kita ikuti saja mainan yang satu ini kata yang lain. MUCHTAR LUBIS, 2008).
Sementara itu pengamat lain yang kebetulan bukan warga kristiani mengatakan:  Gereja adalah Kristen, dan Kristen adalah Gereja. Dimata Saudara kita argumentasi yang terakhir ini adalah kebenaran, yang sulit dibantah dalam keseharian mereka.  Karena realitanya dimana kelompok Kristen berada,disitu juga ada Gerejanya.Sebaliknya dimana berdiri Gereja, disekitar itu juga ada berdomisili,sekekompok kaum Nasrani para pengikutnya.Pemikiran ini bagi kalangan tertentu, sulit memisahkan dan memilah, di mana umat sebagai warga, dan dimana  Gereja sebagai Gereja. Karena amatan saudara kita itu,sulit membedakan keduanya. Hanya beda-beda tipis kata seorang peserta dalam satu diskusi Pemuda, dari berbagai kalangan penganut antar agama baru-baru ini.

DALIL-DALIL
Prajurit Bala Keselamatan akan senantiasa menunjukkan adanya sikap tanggungjawab, sebagai warganegara dan warga masyarakat, tetapi yang paling utama adalah Tuhan harus ditaati {Kisah Rasul 5:29}. Prajurit Bala Keselamatan memikirkan tentang melayani sesamanya manusia, memerangi ketidak adilan dan tidaknya belas kasihan dan mengamankan Pemerintahan yang benar. Dia (Prajurit Bala Keselamatan) menghendaki adanya pers yang membawakan berita-berita yang benar, kepolisian yang jujur, fasilitas kesejahteraan sosial yang baik dan tegaknya keadilan. Sebagai ganti menyatakan diri sebagai suatu Gereja, sepanjang peredaran sejarahnya Bala Keselamatan telah menekankan hasratnya untuk tetap tinggal sebagai suatu bagian yang tidak terpisahkan dari persekutuan yang universal, dari orang-orang Kristen yang dikenal sebagai Gereja dimana Kristus menjadi Kepala. DIPILIH MENJADI PRAJURIT,1979). Tidak ada Pemerintahan yang bukan berasal dari Allah dan semua pemerintahan yang ada ditetapkan oleh Allah {Roma 13.1}. Itulah suatu sikap dan keyakinan orang Bala Keselamatan tentang keberadaan Pemerintahannya Hampir sama dengan warga sinodal lainnya. Prajurit Bala Keselamatan senantiasa dalam berbagai kesempatan diacara ibadahnya,menaruh rasa hormat kepada Tingkatan Pemerintahan dalam berbagai kesempatan doa syafaatnya. Letnan Kolonel Ketut Timonuli, 1997).

Sebagaimana dimaklumi manusia dewasa yang nomal, adalah makluk Politik. Hampir tiada dalam sisi kehidupan ini, yang tidak bersentuhan dan terkait dengan persoalan berpolitik. Berpolitik dalam pengertian berhubungan dengan Pusat Kekuasaan dalam kehidupan ini. Berpolitik dalam makna yang luas. Semisal saja kita membayar pajak. Menyanyikan lagu kebangsaan. Memberi hormat kepada Bendera. Bertanding Sepak Bola dalam berbagai event Lokal, Regional,  Nasional dan Internasional. Berbagai kegiatan lain, yang sangat mungkin dapat kita hubung-hubungkan, dengan Pusat Kekuasaan itu. Baik dalam kekuasaan yang formal dan informal, Apakah di dunia Pemerintahan sekuler, dunia, swasta dan termasuk dalam struktural “Dunia Rohani dan atau Lembaga Kegerejaan”.

Sehingga tidak berlebihan jika Pramoedya Ananta Toer berkata:” Selama orang hidup didalam masyarakat, selama itudia ikut serta dalam politik” MUHIDIN M DAHLAN ,2006) Sangat mungkin diantara kita ada yang setuju, dan atau keberatan dengan pandangan dari politisi informal itu. Tetapi yang pasti Bung Prams mengemukakan pandangannya itu, karena dia adalah seorang pemain politik yang handal. Kenyang dengan asam garam berpolitik praktis. Baik itu manis dan pahit bagi kehidupan penulis beken, yang pernah lahir dan berkarya di negeri ini P.SWANTORO, 2002).

Sementara itu untuk memberi batasan pengertian substansi dalam Makalah ini, terlebih dahulu kita simak pengertian baku kata Gereja dan  Berpolitik. Gereja dapat didefinisikan sebagai: ”Seluruh tubuh atau persekutuan orang yang dipanggil Allah Bapak untuk mengakui Ketuhanan Yesus, Sang Putera, dalam sabda, sakrakmen, Kesaksian dan Pelayanan dan melalui Kuasa Roh Kudus, bekerja sama dengan Pengutusan Historis Yesus demi Kerajaan Allah. Richard P Mc Brien, 2005).
Sementara itu kata ‘Politik’ dapat diterjemahkan sebagai: “Upaya seseorang atau sekelompok orang didalam satu Negara, Daerah, Organisasi untuk merebut dan menguasai kebijakan atau beleid,melalui kekuasaan (power)dan pembagian atau distribusi kekuasaan itu”. Miriam Budiardjo 2005). Dengan merangkum dan memaknai pandangan Rohaniawan dan Akademisi terkemuka diatas, mari kita kembali focus ke diskusi kita siang ini.
Untuk itulah Pertama-tama pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada, Panitia Pelaksana Kongres 100 Tahun Gereja Bala Keselamatan di Sulawesi Tengah. Untuk kepercayaan yang diberikan kepada kami selaku pribadi, dan sebagai Prajurit Bala Keselamatan. Untuk tampil dan berbicara dalam acara Lokakarya, di Pagi hari yang cerah ini. Panitia Pelaksana Kongres, meminta kami menyampaikan pokok-pokok pikiran tentang : Pandangan Gereja Bala Keselamatan Terhadap  “POLITIK”.
Terkait dengan itu dalam Lokakarya hari ini, kita akan melihat dari 2 (Dua) Presfektif. Titik Pandang dan dari Kacamata Opsir dan atau Hamba Tuhan. Sementara giliran kami dari pandangan dan amatan ‘Prajurit’. Diacara perhelatan se abab Bala Keselamatan berdiri kokoh dan melayani dengan setia di Bumi Tadulako ini.
Kedua membicarakan Gereja dan Politik, adalah sesuatu diskusi panjang yang pelik serta gampang-gampang sulit. Dikatakan pelik karena ternyata kata “Gereja” dan “Politik” itu, tidak pernah sekalipun di sebutkan secaranya terbuka didalam Alkitab. Martin B Dainton, 2002). Dengan demikian kita disuguhkan untuk melihat dan menafsirkan apa yang tertulis dan tersirat. Dikatakan mudah karena senyatanya kita melihat dan dapat merasakan, ternyata “Gereja dan Warganya”, sementara bermain dalam ranah itu. Terlepas apakah dilakukan secara terbuka, semi terbuka dan atau tertutup. Ben Mboi 2009).
Ketiga, menurut amatan kami [semoga saja keliru], inilah kali pertama dalam kurun waktu 68 Tahun Indonesia Merdeka, Keluarga Besar Bala Keselamatan di Negeri ini, baru kali ini berbicara secara resmi mempersoalkan binatang “Politik”, dikaitkan dengan eksistensi Gereja Bala Keselamatan. Bagaimana kita meninjau dan mengamati  dari persfektif Warga Bala Keselamatan. Memandang Gereja dan Berpolitik dan atau Berpolitik dan Bergereja sekaligus. Dalam kapasitas kita sebagai anak bangsa, dan bagian yang tidak terpisahkan dari Negeri ini, dalam konteks yang terus menerus berintraksi dalam proses multikultural. Kadarmanto Hardjowarsito2005).
Keempat, Panitia Pelaksana sangat faham, bahwa tahun 2013 yang kita jalani ini, adalah ‘Tahun Politik’ bagi bangsa Indonesia. Sekaligus sebagai media dan atau Jembatan, untuk kita menyeberang ke tahun 2014, dalam mengisi dan memaknai tahapan kemerdekaan itu. Dimana rakyat negeri ini akan melakukan Satu Hajatan Besar. Yakni Pesta Demokrasi, perhelatan anak bangsa, yang kita sepakati bersama sebagai Pemilihan Umum, yang bebas lancar dan transparan itu. Maksud dan tujuan kita berpesta demokrasi itu, tentu untuk mencari dan menentukan Pemimpinbangsa kita, untuk lima Tahun ke depan. Baik itu di Tingkat Nasional, Tingkat Regional dan di Tingkat Lokal (Kabupaten dan kota).
Dengan demikian apapun yang dibicarakan, didiskusikan, diseminarkan dan dilokakaryakan  oleh anak bangsa kurun waktu tahun 2013 ini, pantas diduga dan layak dikait-kaitkan, dengan nuansa Politik. Termasuk kehadiran kita sehari di Hotel ini, juga dapat diindikasikan dan diberi cap, sebagai pertemuan yang bernuansa dan beraroma  politik praktis.
Dengan demikian adalah tepat jika sehari ini, diberi kesempatan untuk kita  membicarakan, bagian dari hak dan kewajiban kita sebagai Warga Negara. Sekaligus sebagai warga Bala Keselamatan. Dengan memperhatikan dan mempertimbangkan sejumlah alasan tersebut, kami susun Makalah ini berjudul: GEREJA BERPOLITIK? BAGAIMANA SIKAP WARGA BALA KESELAMATAN, Era Lalu, Kini & Ke Depan.
Tentu dasar pemikiran substansi kali ini, tidak lepas dari dalil-dalil yang kami sebutkan di awal kertas kerja ini. Pemikiran itu terambil dari ayat-ayat dalam Alkitab diatas, potongan  kutipan dari Perintah dan Aturan yang tercantum dalam buku Dipilih menjadi Prajurit. Serta buku Tuntunan Awal Tentang KEKRISTENAN dan AJARAN Gereja Bala Keselamatan. Alasan lain didasarkan kepada sejumlah Pasal dan Ayat yang tercantum didalam Undang-undang Dasar Tahun 1945.
Serta berbagai pandangan pakar dan praktisi yang dimuat dalam sejumlah buku buku. Semua dalil-dalil itu tentu menjadi bagian yang tidak terpisahkan, dengan apa yang kami ingin sampaikan dalam Lokakarya ini.  Harapan kami semoga saja rekan-rekan sesame Prajurit, yang kami muliakan dapat mengkaitkan dan mempersandingkan Kertas Kerja ini,  dengan “Makalah” Mayor Usmany yang sudah dan akan dipresentasikan, dari presfektif dan kacamata seorang Hamba Tuhan.
Secara umum ada 3 (tiga) faham dan pandangan di kalangan warga Kristen, melihat Gereja dalam Kaca Mata Politik Praktis dalam keseharian. a). Warga Gereja yang Apolitik; b). Warga Gereja yang suka memposisikan Gereja berada di Orbit Politik; c).Warga Gereja yang menyatakan Gereja tidak boleh masa bodoh dengan Politik. Saut Sirait, 2012).
Mari kita amati sepintas satu persatu pandangan diatas. Faham Pertama berpikiran Gereja harus focus pada satu titik. Yakni pada persoalan surgawi dan rohani. Gereja harus menjauh dan memisahkan diri, dari persoalan duniawi. Biarkanlah urusan dunia di urus yang lain. Warga Gereja sepantasnya berada dalam posisi, bagaimana kita berurusan, untuk bertemu dengan Tuhan. Tanpa perlu berpikir lagi, dengan hal-hal yang duniawi. Pemisahan urusan antara Surgawi dan duniawi, harus secara tegas dipisahkan. Pandangan faham ini menjadi benar adanya, jikalau kita sudah dan telah menjadi penghuni Surga, kata seorang pengamat. Itulah sebabnya dogma ini disangkal oleh berbagai kalangan.
Sementara itu menurut faham Kedua, disamping kita sebagai warga Gereja, pada saat yang sama kita juga adalah warga Masyarakat dalam Negara ini. Dalam kapasitas itu kita tidak mungkin berkata: “Hitam Putih soal Gereja dan Politik dan sebaliknya”. Dalam kapasitas kita sebagai anak bangsa, dalam bermasyarakat dan bernegara. Semua kita menjadi dan memiliki status, hak dan kewajiban yang sama. Secara khusus di Negara yang plural dan jamak ini. Bagi faham yang Kedua, kita harus berpikir teguh sebagai warga gereja. Namun kita juga adalah warga  masyarakat, sekaligus warga suatu negara. Oleh karena kita tidak boleh berpikir,parsial atau sepotong-sepotong. Pada satu sisi kita sebagai warga gereja, punya warna  tersendiri. Warna khas yang menekankan Cinta Kasih, kepada sesama tanpa diskriminasi.
Berpolitik adalah bagian dari kehidupan manusia,kata pengikut faham kedua ini. Mereka  cenderung membawa dan mencampur adukan, antara urusan  rohani dan duniawi. Ketika tertentu mereka dapat tenggelam untuk memenuhi “birahi Politik Praktisnya”. Tetapi disadari atau tidak, kadangkala atribut Gereja, “Digunamanfaatkan” untuk kepentingan duniawi itu.
Sementara itu faham Ketiga, adalah satu faham yang berpikiran lebih moderat. Sebagai warga Gereja yang baik, menurut faham ini, Gereja tidak pantas berdiam diri. Didalam melihat dinamika dan persoalan yang dapat merugikan, dan menindas Gereja dan warganya atau sebaliknya. Mereka berada pada posisi yang cerdas dan cerdik”, memposisikan warga gereja dalam bernegara. Sangat mungkin faham yang terakhir ini,lebih dekat dengan aplikasi substansional,dengan apayang dikatakan dalam Alkitab “Cerdik seperti Ular tulus seperti Merpati”. Bagaimana persisnya kecerdikan dan ketulusan itu di praktekan, kami mengajak saudara-saudara sekalian, untuk mendiskusikan pandangan faham yang terakhir ini. Dikaitkan dengan apa yang diinginkan oleh Panitia Penelenggara Kongres diatas.
Untuk memenuhi pesanan dan amanat Panitia Kongres, kami membagi serta memilah Makalah ini, atas 6 (Enam)  bagian besar: 1). Sekilas pandangan Alkitab atau Kitab Suci, dalam berpraktek “Politik Praktis”; 2). Umat Kristen Berpolitik dalam Berbagai Negara; 3). Hak dan kewajiban warga Negara berdasarkan Undang-Undang ;4). Umat Kristen (Protestan dan Katolik) Indonesia,dalam kanca Politik Praktis; 5). KPT di Ranah Politik Moral; 6). Prajurit Bala Keselamatan Berpolitik Praktis (Era Lalu, Kini dan ke Depan);
Khusus untuk pokokbahasan ke 6 (Enam) akan kami coba bedah lebih detail. Dibandingkan dengan ke 5 (lima ) Sub pokok bahasan sebelumnya. Secara spesifik pokok bahasan yang Ke 6 (Enam) diurai lagi, atas sub pokok bahasan: a). Apa dan bagaimana warga Bala Keselamatan   bermain di arena Politik Praktis era lalu; b). Warga Bala masa kini, Apakah “Berpolitik” atau “Dipolitisir” ?. Serta mengamati “Trends Berpolitik Praktis di era yang datang”.Bagaimana dan dimana posisi Warga Bala Keselamatan Indonesia.

BERPOLITIK PRAKTIS DALAM ALKITAB                                                     
Kita semua yang hadir di lokakarya ini secara berkala membaca dan mempelajari Kitab Suci secara berkala. Mulai dari ayat demi ayat. Pricope demi pricope. Pasal demi pasal. Kitab demi kitab. Baik itu dalam Perjanjian lama maupun dalam Perjanjian Baru. Membaca yang tertulis dan sekaligus merenungkan apa yang tersirat. Seperti yang kami kemukakan sebelumnya, Kitab Suci tidak pernah berbicara secara terbuka, untuk membicarakan substansi “Berpolitik Praktis” itu. Baik didalam cerita–cerita dan kisah-kisah, yang menggambarkan perebutan kekuasaan, pengaruh  atau mandat. Namun Alkitab juga tidak secara terang-terangan, menolak, membenci dan melarang “Umat”, bermain dalam ranah politik praktis itu.
Yesus adalah seorang aktivis dan pembaharu politik. Walau Yesus tidak pernah membentuk Gereja atau Partai Politik, tetapi Yesus aktif  melakukan gerakan moral. Untuk membaharui, memperbaiki dengan cara-cara damai. Dia pernah mengoyang kemapanan dan status qua pada zamannya. Selama hidup dan pelayannya di dunia ini, Tiga Setengah tahun. Dia berjuang tanpa kenal takut menentang pejajahan Romawi dan Pemerintahan Boneka Romawi yakni Sanhedrin dan Imam Kepala yang diberi wewenang terbatas memerintah Yahudi di Palestina. Richard Daulay,2013).
Untuk membuktikan assumsi pemikiran itu dan yang tersirat dalam Perjanjian Lama, Seperti apa dan bagaimana sepak terjang yang dilakukan Yusuf, Deborah dan Daniel di eranya. Bagaimana “permainan” Ribka sebagai seorang Ibu dan anaknya yang bungsu Yacob pada satu sisi. Lalu Ishak sebagai seorang ayah, serta Esau sebagai anak sulung pada sisi lain. Dalam hal untuk membeli dan mengambil hak Kesulungan itu, dengan cara dan permainan yang tidak fair. Melalui proses pemberian Berkat dari Sang Ayah. Kita tahu bagaimana Ribka berskenario dengan mengunakan tangan anaknya, yang bungsu itu merebut ‘Hak Kesulungan’ kakaknya. Dalam kisah itu digambarkan sadar atau tidak sadar Ribka telah terjerumus, menjadi seorang Ibu yang berpilih kasih. Melakukan sesuatu yang berbeda kepada seorang anak, dari ke dua anak kembarnya itu (Kejadian 27.1–40).
Pada bagian lain, bagaimana Musa Hamba Tuhan itu  bersama kakaknya Harun “Bermain”, untuk melepaskan umat Israel, dari perhambaan dan kerja paksa di Tanah Mesir. Dikisahkan  Tuhan mendorong ke Dua kakak beradik itu, untuk menggiring umat itu keluar  menuju Tanah Perjanjian. Walaupun dalam skanario besar itu, Musa cukup berjasa, namun  Hamba Tuhan itu, tidak pernah sampai ke Tanah Perjanjian itu.
Melalui Kitab Hakim-Hakim kita juga dapat menyimak bagaimana Simson, “direstui” Tuhan menjelang berakhir hidupnya. Melalui Doa dan permintaan terakhirnya, Simson masih mampu membunuh orang-orang Filistin. Tuhan berkenan mendengar permintaan terakhir Simson,yang  mampu membunuh banyak musuh-musuhnya itu. Dimana jumlah yang terbunuh dibabak akhir itu, jauh melebihi yang dibunuhNya, dibandingkan sebelum Matanya dicungkil oleh musuh-musuh nya itu. (Hakim-Hakim 17.4 – 31).


UMAT KRISTEN BERPOLITIK DI BERBAGAI NEGARA.
Masalah ber “Politik” di sejumlah Negara yang penduduknya mayoritas Kristen, adalah hal yang jamak kita jumpai di belahan Dunia ini. Umat Kristiani (Protestan dan Katolik), ternyata masih tidak merasa puas, dan senang dengan kemayoritasannya itu. Walaupun Negeri mereka di Pimpin oleh Pemimpin, yang seagama dengan warganya.Baik itu para Pemimpin Formal dan Cendekiawan Kristen tetap saja keinginan,untuk  mendirikan Partai yang ber azaskan dan bernuansa Kristen.
Bagi mereka faham Kekeristenan ini, harus dipaksakan dan dimasukkan ke dalam faham dan tujuan Bernegara. (Era lalu di era persiapan kemerdekaan, ada juga sekelompok Saudara dan Tetanga  kitadi sebelah, ingin juga melakukan hal yang sama, dengan memaksakan, 7 (tujuh) kata yang terkenal dan kontroversi, dalam  Piagam Jakarta itu).Di “masukan” dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara atau Bangsa yang akan didirikan itu. Risalah Sidang BPUPKI, 1980). Bahkan hasrat itu hingga kini masih menjadi agenda dari sebagian “Oknum” sejumlah anak Negeri. Tentu dengan strategi, bentuk dan cara lain, dalam berpraktek bernegara.
Sejumlah Negara yang penduduknya mayoritas Kristen. Memiliki sejumlah atau lebih dari Satu Partai, yang membawa nuansa kekristenan. Semisal saja di Negeri Spanyol kita mengenal Partai Kristen Uni Demokrat Catalonia. Di Jerman Ada Partai Kristen Uni Demokrat. Partai Kristen Demokrat di Argentina. Dan kita kenal Partai Kristen Sosial Demokrat di Brazil. (Wikepeya).

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA.
Jika kita telusuri lebih jauh didalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang Asli dan hasil amandemen sebanyak 4 (empat) Kali itu. UUD cukup banyak mengatur persoalan, Hak dan Kewajiban Warga Negara. Baik itu yang tersurat maupun yang tersirat. Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tiada kecualinya. Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Setiap warga Negara  berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara. (Pasal 27 Ayat 1,2, dan 3 UUD1945).
Sementara itu terkait dengan Hak Azazi Manusia diatur dalam Pasal 28. Lalu ketentuan yang  terkait dengan kepercayaan dan keyakinannya itu, diatur dalam ketentuan Pasal 29. Begitu juga terkait dengan hak dan kewajiban Warga Negara dalam Bela Negara diatur dalam Pasal 30. Sementara soal hak dan kewajiban untuk memperoleh Pendidikan, dan mempertahankan Budaya, diatur secara rinci dalam Pasal 31.
Secara khusus terkait substansi “Berpolitik Praktis” dikaitkan dengan thema diskusi kita hari ini, adalah bagian dari terjemahan ketentuan dalam Pasal 27 ayat 1. Dimana hak dan kewajiban itu, diatur lebih lanjut dalam dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008  Tentang Partai Politik, Juncto Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. Serta Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012, tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah  dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ditambah lagi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang yang terakhir ini memberi peluang dan kesempatan yang luas bagi Warga Negara, untuk menjadi orang Nomor Satu dan Nomor Dua di Daerah.Baik sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur. Calon Bupati dan Wakil Bupati. Serta Calon Walikota dan Calon Wakil - Walikota. Peluang dan kesempatan yang berbeda, direzim Orde Baru. Undang-undang yang memberiWarga Negara bermain, dan mencari peruntungan dilahan yang baru. Itulah antara lainhasil nyata dari era reformasi,yang kini sudah berjalan 15 tahun.
Sehingga Anak Negeri ini (Sangat mungkin termasuk didalamnya warga Gereja Bala Keselamatan), terbius dan tergoda serta terpesona, untuk ikut bermain dalam peluang emas itu. Bermain di lahan dan ladang baru, sekaligus lapangan pekerjaan baru. Hobby baru yang menyeret-nyeret Gereja dan warga Gereja ikut mabuk kepayang dibuatnya. Itulah sebabnya sejak Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 serta rencana Pemilu 2014 yang akan datang, semakin banyak Gereja doyan Ber-Politik, termasuk dalam Ber-Pemilu di Daerah Propinsi dan Kabupaten Kota. JS Aritonang, 2013).

PARTAI KRISTEN (PROTESTAN & KATOLIK).
Sebagaimana kita maklumi bersama Warga Kristen, adalah juga bagian dari dari Penduduk Nusantara. Jauh sebelum negeri ini merdekadengan nama Indonesia. Sejak era penjajahan di masa lalu orang Kristen (Protestan dan Katolik), sudah berjuang dan ikut mengisi cita-cita Kemerdekaan, di negeri bekas jajahan kolonial Belanda itu. Antara lain orang-orang muda kita,yang memperoleh kesempatan mengikuti Pendidikan yang di selenggarakan oleh Kalangan Zending. Baik itu Pendidikan yang bernuansa Katolik dan atau Protestan.
Satu dampak dan hasil Pendidikan ketika itu, mendorong orang muda terdidik itu , menjadi melek mata untuk menjadi orang Merdeka. Melalui pendidikan itu tertanam dan terpatri dibenak orang muda, hanya melalui Kemerdekaan saja Kesejahteraan dan lainnya itu bisa dicapai. Parakitri T Simbolon, 2006). Sejalan dengan itu orang Muda dan terpelajar Kristen, ikut berjuang melalui Organisasi Kepemudaan diawalnya. Perjuangan itu kemudian hari menjalar dan masuk ke struktur Organisasi Partai, yang bersimbol dan berciri khas Kekeristenan.
Muda Protestan berhimpun dan bergabung dalam Partai berlambang Pohon Terang, dengan nama beken dan akronim PARKINDO. Partai  Kristen Indonesia yang berlambang Pohon Terang itu. Sementara itu Saudara kita yang Kaum Katolik, berhimpun dibawa naungan Partai Katolik Indonesia. Partai yang berlambangkan Hati Manusia, bertuliskan Partai Katolik didalam lingkaran  Rosario. Dikemudian hari ke 2 (Dua) Partai bercirikan Kekeristenan ini, berfusi atau bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia. Dikemudian hariPartai gabungan berbasis Nasional dan Kristen ini kita kenal dengan, sebagai Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P).
Sejalan dengan perkembangan “Peta Perpolitikan” di negeri ini, sejumlah warga Kristen yang tidak puas, dengan posisi orang Kristen yang berfusi di PDI-P itu berpikir lain. Menjelang Pemilu 2009 lalu, sejumlah aktivis Kristen mendirikan Partai Baru. Partai yang bernafaskan Kekeristenan “Versi Baru”. Nama Partai yang mereka lahirkan nama babtis, Partai Damai Sejahtera (PDS). Dengan harapan mereka mendapat Kedamaian. Dalam berpolitik praktis yang lagi marak di negeri ini. Sekaligus bermimpi akan ada sejumlah warga Kristen terpilih. Bercokol dan berdiri tegak dirumah Politik Kristen. Bentuk  impian menjadi Senator di Gedung DPR Senayan itu.
Namun karena tidak memenuhi quota berdasarkan aturan main, yang berlaku pada Pemilu tahun 2009 lalu. Partai Anyar ini Mati Suri. Tenggelam diusia Balita di Tingkat Nasional. Sementara  itu untuk DI Tingkat Propinsi, Kabupaten dan Kota, pengikut Partai Baru itu masih bisa menghirup, udara segar sampai pertengahan tahun  2014 yang akan datang.
Perlu dicatat “Sejarah pahit” bagi Perpolitikan Umat Kristiani, Partai yang bernuansa Kristen murni, sudah tidak ada lagi di negeri ini. Sejak Pertengahan Rezim Orde Baru lalu.  Kalaupun ada “Politisi Kristen (Protestan-Katolik)” di Gedung DPR RI, DPRD Propinsi, Kabupaten dan Kota, adalah bersifat pribadi. Keberadaan mereka di sana lebih layak disebut, sebagai Individu atau orang per orang. Bukan lagi dalam arti duduk sepenuhnya, membawa atribut dan panji-panji Kristen dan amanat Umat Nasrani.
Sementara itu Saudara kita yang Muslim, yang semula hanya terakomodasi dalam Satu Partai, yang bercirikan dan bernuansa Islam. Kini justru bertambah menjadi sekurang-kurangnya, 5 (lima) Partai yang bernansa Muslim. Dari 12 Partai Nasional yang akan bertanding tahun depan.

KPT DI RANAH POLITIK MORAL
Sebelum kita mendiskusikan lebih jauh tentang Umat Bala Keselamatan berpolitik baca Prajurit Bala. Coba kita lihat apakah Bala Keselamatan sebagai Organisasi Gereja tidak terpengaruh dengan Politik Praktis itu?. Dengan kata lain apakah benar Bala Keselamatan, sebagai Organisasi tidak terlibat dengan Politik Praktis?. Kita yang hadir diacara lokakarya ini, sangat  faham bahwa Lembaga Gereja Bala Keselamatan, tidak pernah menjadi Anggota Badan Gereja–Gereja di Indonesia. karena posisi kita bermitra sejajar denganOrganisasi Gereja itu. Baik di Tingkat Dunia. Begitu juga di Tingkat Nasional, dalam konteks ini dengan organisasi PGI (Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia). Maupun dengan KWI (Konperensi Wali Gereja Indonesia).
Namun dalam posisi  bermitra itu, menurut catatan resmi yang kami peroleh, ternyata Pimpinan Kantor Pusat Teritori (baca KPT Di Bandung), pernah ikut bermain dan terlibat dalam berpolitik Praktis. Dimana dan kapan itu terjadi, begitu pertanyaan kita bukan?. Peristiwa itu terjadi dalam konteks Eksistensi Gereja. Sebagai himpunan dan penjelmahan Warga Kristen (Protestan dan Katolik) yang berkeyakinan kepada TuhanNya. Sebagaimana yang kita yakini, seperti tercantum dalam Pasal 29 UUD Tahun 1945.
Institusi Bala Keselamatan ikut berpartisipasi dalam hal ” Keprihatinan Bersama” yakni dalam sikap Perguruan Kristen di Indonesia”. Sikap ini dituangkan dan ditandatangani oleh Komisioner Johannes Watilete. Komandan Teritori Indonesia (ketika Itu).Bersama dengan Pimpinan Aras Nasional lainnya.Peristiwa itu bertanggal Jakarta 10 Agustus 1999.
Sebelumnya KPT ikut juga menandatangani “Pokok-Pokok Pikiran tentang Ibadah dan tempat Ibadah”. Peristiwa  itu tercatat bertanggal Jakarta 23 Agustus 1990. Pimpinan Bala Keselamatan (Ketika itu) Komisioner Lilian E Adiwinoto dan colonel Victor K Tondi. Komisioner Tondi dikemudian hari, menjadi Komandan Teritori Indonesia di kali berikutnya. Sikap dan posisi kedua peristiwa penting dan mendasar itu, tercatat dalam Buku: ”Pesan KENABIAN di Pusaran Zaman”, Dokumen terpilih Seputar Reformasi dan Isu Sosial Kemasyarakatan. WEINATA SAIRIN, 2007).
Realita ini memberi “Justifikasi” ke Kita para Prajurit Bala, Ternyata Bala Keselamatan sebagai Organisasi Gereja, disadari atau tanpa disadari, sudah ikut bermain di Zona Politik Praktis. Karena Tujuan dan target dari keikut sertaan itu sangat jelas.Yakni ikut serta dan ingin mendapatkan kekuasaan (Power) dan Pembagian atau distribusi Kekuasaan itu sendiri. Sama dan sebangun dengan apa yang dimaknai oleh mantan Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia, Prof Miriam Budiardjo diatas.

PRAJURIT BALA KESELAMATAN BERPOLITIK.
Pertanyaan yang menarik untuk kita didiskusikan siang hari ini, adalah  sejak kapan Prajurit bermain dalam kanca Politik Praktis di negeri ini?. Kami mencoba mencari tahu sejumlah Prajurit. yang pernah berpolitik praktis di era lalu. Pencaharian itu didasarkan berbagai literatur tertulis. Juga melalui diskusi terbatas dan berkomunikasi jarak jauh. Dengan sejumlah narasumber yang berkompeten, dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk kali ini kami akan menawarkan kepada kita, Kisah kehidupan 3 (Tiga) orang politisi, Prajurit Bala Keselatan dinegeri ini. Yaitu Bolang Ligen Sembiring Meliala, Tante Dick Tandayu dan Om Natanael Panginjani Sango.  Ketiga Prajurit pilihan dan militant diatas, sudah bermain Politik Praktis di era lalu. Mereka adalah orang dipilih dan terpilih, karena ketangguhannya dari para Prajurit Bala Keselamatan lain di eranya. Kami yakin diantara kita  yang hadir siang ini,  pernah mendengar dan sangat mungkin kenal secara pribadi, dengan Satu atau Dua dari tokoh-tokoh diatas.
Kalaupun ada yang belum faham eksistensi beliau-beliau, kinilah saatnya kita tampilkan. Apa dan Siapa mereka. Agar kita sebagai sesama Prajurit faham dan mengerti, sepak terjang mereka didunia Politik Praktis itu. Satu posisi baru yang menjadi , “Hobby dan Kegemaran anak bangsa kita dekade reformasi ini”. Didalam kanca perpolitikan di negeri kita Indonesia raya ini. KUTIPAN. Pertama tama ialah Bapak LIGEN SEMBIRING MELIALA (1917-1990). Mantan Ketua Pengurus Cabang Partai Kristen Indonesia (PARKINDO) Kabupaten Tanah Karo.
Pak Meliala adalah Prajurit Korps Bala Keselamatan, Kaban Jahe di Sumatera Utara. Menurut catatan yang ada, Pak Meliala cukup lama bercokol menjadi Anggota DPRD Kabupaten Tanah Karo. Kepiawaian Bolang Meliala, tercatat Pemilihan Umum Indonesia di Tahun 1955. Kita tahu Negeri ini pada Tahun 1955 itulah mengenal pertama sekali yang namanya Pemilu. Pak Meliala ketika itu sebagai Pimpinan PARKINDO Tingkat Kabupaten. Sekaligus beliau mencatatkan Partai ini dapat menjadi pemenang pertama. Mengalahkan Partai Nasional Indonesia (PNI) Partai yang disegani dan diperhitungkan di negeri ini. Sebagaimana dimaklumi Tanah Karo,  adalah basis dan tambang suara, Partai yang didirikan dan dibangun Presiden Pertama Indonesia itu.
Untuk mengantisipasi dan mempertahankan Tanah Karo, sebagai lumbung Suara PNI di Sumatera Utara. Presiden Soekarno tidak tanggung-tanggung mengirim orang dekat dan kepercayaannya. Menjadi JURKAMNAS alias Juru Kampanye Nasional (Istilah baku untuk Pemilu dewasa ini). Untuk memenangkan PNI ditingkat lokal itu. Tahukan kita siapa yang di utus Soekarno, ke Kabupaten Karo?. Tidak kurang-kurang Utusan Khusus itu, ialah Mr. Ali Sastroamidjoyo. Salah seorang Tokoh dan Pejuang serta Perintis Kemerdekan kita. Kita mengenal beliau tercatat, berkali-kali jadi Menteri dan bakan menjadi Perdana Menteri. Tetapi diakhir pertandingan itu, nyatanya PNI kalah telak. Justru pemenangnya adalah PARKINDO.Partai yang dikomandoi seorang Prajurit Setia Korps Kaban Jahe itu.
Lebih menarik lagi untuk disimak dan direnungkan, kapasitas pribadi Pak Meliala. Dia sebelumnya mampu bersaing, dengan sesame tokoh-tokoh Kristen di Parkindo era itu. Untuk menjadi Pimpinan Cabang Partai Tingkat Kabupaten. Sementara itu diketahui dari perbandingan statistik Jemaat, Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) adalah pengikut utama atau mayoritas Parkindo. Sementara Bala Keselamatan di kota sejuk itu, Jemaatnya kecil dan kalah jauh. Tidak sebanding dengan GBKP dan Gereja lainnya Kabupaten Karo itu. Payung Bangun, 1987).
Dalam sejumlah  hal boleh disimpulkan, Prajurit Bala Keselamatan yang Satu ini kalah bersaing. Kecuali dalam satu hal Pak Meliala, memiliki keunggulan. Kelebihan dan keistimewaan yang tidak dimiliki, warga Parkindo dari Gereja lainnya. Bagi Pak Meliala sebutan Prajurit, bukan asal diberi dan didapatkan. Kata Prajurit memiliki makna, spirit dan semangat yang tidak sembarangan. Sebagai seorang Prajurit Bala Keselamatan, dia mampu bersaksi dan berbuat serta berprilaku kasih dalam kesehariannya. Kesaksian yang dilakoni Bolang Meliala, secara terbuka. Namun dengan penuh kerendahan hati. Sebagai Prajurit Dia Bala Keselamatan dia menunjukan adanya rasa sikap tanggungjawab sebagai warga Negara dan warga masyarakat. Dipilih Menjadi Prajurit, 1979).
Saudara ‘Immanuel, Djendamita dan Dumasari Meliala’ putera Prajurit Setia itu menginfomasikan, tentang kebanggaan mereka bersaudara. Sebagai anak-anak dengan nilai kasih yang dimiliki ayah mereka itu. Yaitu Iman dan kesetiaan kepada Gereja Bala Keselamatan. Beliau juga mendorong anak-anak untuk maju. Begitu juga perhatiannya dengan orang lain, yang pernah dia kenal dan perlu ditolong. Pak Ligen adalah motivator handal, bagi banyak orang Kabupaten Karo. Lebih dari itu orangtua kami ringan tangan, untuk membantu orang lain yang layak di tolong.
Kemudian tokoh Kedua ialah “Politisi Wanita” yang layak dikemukakan, dalam sesi ini Tante Dick Tandayu (1936 – 2012). Seorang wanita mandiri, yang berlatar belakang Pendidik. Tante atau Ses Dick, demikian panggilan beliau sehari-hari. Tante Dick adalah alumni SGB di Palu. Mengikuti jejak ayahanda mereka, yang kebetulan juga berlatar belakang Guru. Dikemudian hari orang tua mereka juga dikenal, sebagai pasangan Opsir Perintis Bala Keselamatan. Ses Dick adalah mantan Anggota DPRD Propinsi Sulutteng. (Ketika itu wilayah Sulawesi Utara dan daerah Sulawesi Tengah masih bergabung dalam Satu Propinsi).
Tante Dick Tandayu menjadi Anggota Dewan yang terhormat, di era awal tahun Enam Puluhan. Ses Dick berasal dari unsur Partai IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia). Partai yang dikenal sebagai kumpulan orang-orang militant. Warga negeri ini yang tetap setia, mendukung kemerdekanan Negeri yang dikumandangkan tanggal 17 Agustus 1945. Dari rongrongan dan keinginan perpecahan, dari berbagai faham dan Daerah tertentu masa itu. Warga kota Manado era itu mengenal beliau, dengan sebutan “Singa Podium”. Gelar informal yang diberikan kawan dan lawan politiknya. Untuk rasa hormat atas kepiawaian Tante Dick, berbicara didepan Umum dan Kontituennya.
Di kemudian hari setelah beliau merasa matang dan cukup pengalamaan, sebagai Senator di Tingkat Regional. Tante Dick Hizrah ke Ibukota Jakarta. Untuk menjadi Anggota DPR-GR Tahun 1962. Tante Dick menjadi Anggota DPR Termuda (Ketika itu). Saat menjadi Senator,usia  Tante Dick baru 26 Tahun. Karena darah berpolitik sudah menjadi bagian dari kehidupannya, Ses Dick segera bergabung dan menjadi Pengurus Pusat, Organisasi Pemuda Pancasila di Ibukota. Ormas Pemuda Panca Sila adalah Organisasi sayap, Pendukung Utama Partai IPKI ketika itu. Pada tahun 1985 - 2011 Tante Dick, tercatat sebagai “Anggota Dewan Pengurus Pusat Partai Patriot Pancasila”.Bapak Anton C. Tandayu, 2012)
 Tahun lalu ketika Ses Dick Tandayu “Naik kekemulian Tuhan”, kami turut melayat Jenazah beliau, di Rumah Duka sebuah Rumah Sakit besar di Jakarta. Jenazah Nya di lawat sejumlah Pengurus Partai dan Politisi Tingkat Nasional. Saat  Jenazahnya disemayankan  di jaga ketat, oleh sejumlah Kader Pemuda Pancasila. Dengan seragam Kebesaran Organisasi Pemuda itu. Begitu juga saat Mobil Ambulan yang membawa Jenazah itu tiba di Pintu Gerbang, Taman Pemakaman Elite Sandiago Hill Karawang. Secara sigap Ormas Pemuda Panca Sila, dari Perwakilan Anak Ranting se Kabupaten Karawang, memikul Peti Jenazah Prajurit Senior Korps Polonia Jakarta itu. Mayor Sapteno berbisik kepada Kami, kita  yakin Anggota Ormas Pemuda itu, secara keyakinan adalah Saudara kita dari Sebelah.
Dalam hati kami ketika itu terpikir:“Ternyata Kharisma seseorang, tidak menjadi masalah dalam hal pengakuan masyarakat dlingkungannya. Maksud kami keyakinan yang dimiliki seseorang, berbanding lurus dengan kwalitas dan loyalitas hidupnya kepada sesama. Kemudian seorang rekan prajurit, yang mengenal  sepak terjang politisi  wanita mandiri ini mengatakan: “Ses Dick adalah salah satu inisiator, yang berjuang untuk mendapatkan Kintal atau Kavling, dimana berdiri kokoh bangunan “Panti Asuhan Puteri Bukit Harapan “di Tengah kota Manado sekarang ini”. Katanya  kepada kami dengan suara pelan dan wajah tertunduk, saat kami ikut berdiri membentuk bundaran, ketika prosesi pemakaman berlangsung tahun lalu itu.
Tokoh politisi kita yang ketiga adalah Bapak Natanael P.Sango (1928-1995). Sama dengan Tante Dick terdahulu, NP.Sango  adalah Alumni Sekolah Guru. Om Sango adalah aktifis Gereja dimasa mudanya. Dia adalah organisator dan  Kader Parkindo yang handal di Kabupaten Donggala. Om Sango adalah sahabat dekat Pak Sabam Sirait. Tokoh Nasional mantan Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Parkindo, dan sekaligus mantan Sekretaris Jenderal  PDI-P itu.
Di era lalu Pak NP Sango, bersama dengan JPH Tarro dan Sam Masie, menjadi Anggota DPRD Kabupaten Donggala. Mewakili unsure Partai Kristen Indonesia. Budget Sango 2013). Om Nataniel adalah politisi yang punya prinsip dalam bertindak dan berbuat.Itu sebabnya ketika tertentu ada pihak yang kurang, senang dengan dia. Prinsip, rel Partai, dia pegang dan jalankan dengan teguh.
Dua orang rekan Prajurit yang berdomisili di Kulawi dan Palolo, yang pernah mengenal dan tahu sepak terjang Om kita yang satu ini, menginfokan  kepada kami : “Om Nataniel adalah salah seorang penggagas, untuk pemberian nama sebuah Jalan di Kota Palu dengan nama Jalan “Woodward”. Untuk mengenang dan menaruh hormat untuk Perintis Bala Keselamatan di Dataran Pipikoro. Guru Gerson Moerdekai 2012). Dikemudian hari kita juga mengenal Nama sebuah “Rumah Sakit Bala Keselamatan” dengan nama yang sama, dengan nama jalan itu. Pemberian warga Bala Keselamatan, sebagai bagian rasa hormat untuk mengenang “Rasul Lokal” orang Kantewu itu.
Sementara itu Guru Senior yang kedua menyampaikan ke kami dengan kesempatan yang berbeda, dengan substansi yang sama:“Om Sango adalah  inisiator dan penggagas, untuk  Penempatan Guru Bantu di era Orde Lama. Saat terjadi Krisis Guru Sekolah Dasar di pedalaman Negeri ini. Kemudian hari dengan penempatan Guru Negeri, yang diangkat dan ditempatkan  Pemerintah dikemudian hari”. Saya adalah salah satu saksi hidup, untuk loyalitas Om Sango. Untuk ikut serta memajukan Pendidikan Bala Keselamatan. Di seantero eks Kecamatan Kulawi katanya mantap. Guru Jore Pamey, 2013).
Semua Realita Keikutsertaan Pimpinan kita di KPT Bandung dan kisah perjalanan singkat dan ketokohan, ketiga politisi tersebut diatas, adalah bagian yang berkorelasi dan terkait apa yang kita rayakan di tahun 2013 ini. Sebagai bagian dari perjalanan Sejarah Perpolitikan di Tingkat Lokal dan Regional serta Nasional. Suatu hal yang pernah dilakukan  oleh pendahulu kita itu. Sekaligus  merupakan karya nyata Perjuangan Darah dan Api Bala Keselamatan di Bumi Tadulako ini.

BERPOLITIK ATAU DIPOLITISIR?
Sub Judul ini agak mengelitik perasaan saya, kata seorang rekan Prajurit. Saat Naskah Anatoni Makalah ini, kami diskusikan di Korps kami. Kok judul nya agak nyeleneh dan propokatif. Kami hanya senyum merespons klarifikasi rekan itu. Dari angka dan data, sebagaimana kita ketahui dan fahami, Sulawesi Tengah dan Barat adalah basis terbesar Bala Keselamatan di teritori kita.Statistik yang dikeluarkan Kantor Pusat Teritori, menggambarkan dari 7 (tujuh) dan Divisi dan Distrik yang langsung bertanggungjawab ke KPT 4 (Empat) Divisi Besar di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat ini. Bukan hanya sekadar jumlah Divisi lebih banyak. Tetapi juga jumlah Korps atau Gereja. Serta rata-rata Prajurit yang menjadi anggota jemaat terdaftar di Korps juga lebih banyak.Posisi itu secara kwantitas mengalahkan 3 (Tiga) Divisi, dan Distrik yang langsung berada dibawah Pengawasan KPT Bandung.
Mari kita amati apa yang terjadi di Sulawesi Tengah. Secara Warga Bala Keselamatan, tersebar di Kabupaten Donggala, Kabupaten Parimo, Kabupaten Poso, Kota Palu dan Kabupaten Sigi. Namun ironisnya  di Tingkat Propinsi tidak ada seorangpun, Prajurit Bala Keselamatan yang menjadi Anggota Dewan. Hal ini berkorelasi dengan posisi yang sama di Kota Palu, sebagai Ibukota Propinsi. Di Kota ini juga nyaris, ada wakil kita di Wilayah kota. Lebih soe lagi kata seorang sahabat. Dikabupaten Donggala, tidak ada Wakil Bala Keselamatan. Posisinya nihil juga. Padahal kita tahu di wilayah ini,seabad lalu pertama sekali berdiri Bala Keselamatan. Rekan itu menjadi gundah dan bertanya : Jangan-jangan posisi warga kita yang banyak di Sulawesi Tengah ini,Semu katanya dengan nama bertanya. John Tondi,2013)
Coba kita amati secara mendalam di Kabupaten Sigi. Sebagai Kabupaten Baru, hasil pemekaran era reformasi ini. Penduduk Kabupaten ini pada Tahun 2011, terbagi atas 62,17 % pemeluk Agama Muslim. Sementara itu warga yang beragama Kristen (Protestant dan Katolik), komposisinya 36,90 %. Jika kita amati dengan kasatmata, dari penganut Kristen ini yang paling dominan adalah warga Bala Keselamatan. Itu bisa diamati dari Statistik Gedung Gereja, sebanyak 313 buah Gereja.Lalu dikaitkan dengan komposisi Anggota Dewan, di Kabupaten Sigi yang berjumlah 30 Orang.Kabupaten Sigi Dalam Angka, 2011). Dari perbandingan penganut dan pengikut Ke2 (Dua) Agama besar diatas. Komposisinya Anggota Dewan memang agak valid, yaitu 9 (Sembilan) Orang beragama. Namun yang mewakili unsure warga BalaKeselamatan  hanya 3 (Tiga) Orang. Nolly Mua 2013).
Kemudian kita jabarkan lebih dalam, dari sejumlah Anggota Dewan yang duduk diatas. Pertanyaan sederhananya: Berapa orang Wakil Umat atau Prajurit Bala?. Terlepas Wakil yang duduk saat ini, pakai Perahu atau Bendera Partai Politik yang banyak itu. Kami tidak mempersoalkan,apakah Saudara-saudara masuk dan berada pada barisan Partai, yang ada berkibar saat ini. Ternyata hasilnya tidak dan belum, menggambarkan nominasi warga Bala Keselamatan. Posisi kita sebagai bagian, yang selayaknya diperhitungkan. Baik secara kwantitatif dan kwalitatif, dari data dan fakta yang ada dilapangan. Sebagai sesama Prajurit kami mau mengajak kita berpikir sejenak. Apakah kita kedepan masih berpola pikir dalam memilih anggota DPRD berdasarkan Bendera Partai yang Banyak itu. Bukankah kita mencoba memilih Mereka, berdasarkan kedekatan emosional dan kesamaan Gereja. Bukankah kita perlu mempertimbangkan, factor Daerah Pemilihan (DAPIL), dikaitkan dengan Jumlah Quota yang tersedia. Mari kita berpikir bahwa Partai itu, ibarat Perahu. Kelengkapan dan fasilitas yang kita akan kita gunakan,  untuk bisa menyebrangkan kita ketujuan selanjutnya. Partai adalah sarana, dan bukan tujuan. Apalagi menjadi target kita, didalam memasuki dan memilih sebuah Partai Politik.
Mari kita simak dan renungkan dalam-dalam dengan pikiran yang jernih, dan Hati yang tenang. Bagaimana strategi dan kiat-kiat kesuksesan, yang dilakukan Saudara kita di Sulawesi Selatan. Pada priode Pemilu 2004 lalu, dari 4 (Empat) orang Senator DPD (Dewan Perwakilan Daerah), yang mencakup dan mewakili 23 (Dua Puluh Tiga) Kabupaten dan kota, di Propinsi Sulawesi Selatan itu. Hasilnya sangat fantastis ternyata 2(Dua) Orang, dari Perwakilan DPD Sulawesi Selatan, berasal dari Etnis Suku Toraja. Sementara 2 (Dua) orang Senator sisanya mewakili 3 (Tiga) Etnis dan Suku besar disana. Yakni Suku Bugis, Makaasar dan Mandar. Wajah DPR dan DPD 2004 – 2009, Kompas Gramedia 2005).
Maksud kami coba Saudaraku berpikir dengan Sistem “DAPIL (Daerah Pemilihan)”, yang diberlakukan dalam aturan Pemilu dewasa ini. Kiranya Saudara selaku Tokoh masyarakat, Cerdik Pandai dan Anutan warga Bala Keselamatan, melihat dari perfektif lain. Calon Wakil yang sementara masuk dalam DCS dan DCT itu. Lihat siapa diantara mereka, yang layak “kita sepakati”untuk diseleksi dan dipilih.  Untuk dipercayai,  duduk di Lembaga Legislatif itu.  Sesuai dengan “Batas Quota Maksimum” yang tersedia. Coba dilepaskan pendekatan Memilih Partai,yang  berwarna warni itu. Tetapi memilih seseorang Wakil Bala Keselamatan.Berdasarkan Kwalitas dan Pendekatan kebathinan.Sebagai sesama warga Bala Keselamatan di wilayah ini.

TRENDS BERPOLITIK KE DEPAN.
Jikalau Tahun 2013 ini adalah Tahun Politik. Maka prediksi kami untuk lima tahun ke depan, dan mungkin untuk beberapa dekade lagi. Persoalan Politik Praktis ini semakin menjadi-jadi dalam sendi kehidupan kita berbangsa. Berpolitik kedepan akan menjadi Hobby yang terstruktur. Akan dipatentkan sebagian anak negeri ini, dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya sekadar hobby, tetapi menjadi lapangan pekerjaan baru. Menarik dan merangsang banyak orang. Berpolitik akan mengalahkan dan meninggalkan, pilihan lapangan pekerjaan dan profesi terhormat lainnya. Pada sisi lain indikasinya, aturan perundang-undangan yang ada, sudah mendukung untuk kecenderungan itu. Sujiwo Tejo, 2013 .
Coba kita amati dalam Undang-Undang Partai Politik diatas, sangat fleksibel dan luwes. Disana disebutkan sekurang-kurangnya, cukup 50 (Lima Puluh) Orang saja. Dan berusia 21 Tahun, sudah boleh mendirikan sebuah  Partai Baru. (Kata seorang pengamat lebih muda buat Partai, dari pada mendirikan Perseroan Terbatas). Didalam UU itu juga tidak dibatasi, jumlah Partai yang ideal di Negeri ini.Dalam istilah ilmu pasti, tidak tak terhingga. Orang yang boleh ikut mendirikan Partai Baru, tidak diatur tentang Hak dan Kewajiban serta Larangan yang harusnya disepakati. Itulah sebabnya Prilaku kutu Lompat, dan berganti Baju Kebesaran Partai dapat dilakukan anak bangsa ini sesuka hati. Tanpa memperhatikan Etika dan azas kepatutan serta Sopan Santun, dalam berpartai dan bermain Politik Praktis: Mendambakan Negarawan, Media Indonesia 2 September 2013)
Pendirian Partai Politik didalam Undang-undang itu juga agak irrasional. Tidak lagi mengikuti falsafah yang essesial, dalam konteks hakekat dan pengertian kata memilih itu. Tidak rasional lagi menurut jalan akal dan pikiran yang normal. Dalam memilih ada makna keterbatasan. Terbatas dalam  berbagai hal dan  dimensi.  Bukan tidak tak terbatas, seperti yang kita lakukan selama ini, dalam berpolitik Praktis.
Coba kita maknai pengeritian yang universal di dunia ini.Tentang Dua hal tentang sesuatu yang rasional. Pertama: Tuhan dalam menciptakan manusia, dan memilik jari-jari di Tangan. Masing-masing 5 (lima) Jari-jari. Jika di total menjadi hanya 10 Jari saja. Diluar jumlah itu tidak dan kurang normal. Tuhan menetapkan sejumlah itu, ada maksud dan tujuannya. Mengapa harus Sepuluh, bukan misalnya ada yang 12, 14, 15 dan 17 misalnya. Mari  kita maknai dan renungkan posisi jari-jari itu dalam hidup ini. Kedua: Di seluruh negeri dimuka bumi ini, yang namanya 1(Satu) Regu itu, Maximal Sepuluh Orang. Lebih dari itu tidak lazim. Namun kurang dari jumlah itu boleh .Tentu  disetujui  berdasarkan kesepakatan bersama. Tentu pertanyaannya mengapa Satu Regu maximal Sepuluh orang ?. Kan begitu bukan. Jawabnya sangat ringkas, sederhana dan rasional. Karena berdasarkan hasil Penelitian para “Ahli Organisasi”. Ternyata manusia normal itu, hanya mampu mengendalikan maximal sejumlah itu saja. Duta Wacana, 1990).
Semisal Pemimpin Satu kelompok yang normal hanya bisa mengawasi sesuatu, tidak lebih dari jumlah itu. Begitu juga daya serap otak manusia normal. Kemampuan daya serap untuk menganalisa, sesuatu masalah demikian juga adanya. Tentu semua hal itu dalam kurun waktu yang ditentukan itu. Termasuk daya terima dan memilih sesuatu dengan maximal sejumlah itu. Semakin sedikit atau kurang dari itu, hasilnya lebih baik dan lebih optimal. Demikian pernyataan dari hasil penelitian yang baku dan universal itu. Horas Mauliate.




***      Narasumber adalah Purnabakti Birokrat, Pemerhati Masalah2 Sosial Kemasyarakatan, Pendidikan S1 STIA-LAN, Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Teologie Jakarta dan Prajurit Korps Jelambar Jakarta Barat.








DAFTAR BUKU BACAAN


1.             Alkitab Terjemahan Baru. Lembaga Alkitab Indonesia 1974.
2.             Payung Bangun, Melanchton Siregar, Pendidik dan Pejuang. Jakarta. 1987.
3.             Dari 60 ke 60, Jan Sihar Aritonang, Jakarta. 2013
4.             Kristen dan Politik, Richard Daulay. 2007
5.             Politik Kristen di Indonesia Suatu Tinjauan Etis, Saud Sirait. Jakarta. 2012
6.             Kabupaten Sigi dalam Angka, Palu. 2011
7.             Berbicara Tentang Agama, Pemerintah, dan Pembangunan, Ben Mboi. Kupang. 2009
8.             Pemberdayaan Untuk Rekonsiliasi. Duta Wacana. Universitas Pers. 1999
9.             Ngawur Karena Benar, Sudjiwo Tejo. 2012
10.         Agama Manusia, Huston Smith. Jakarta. 2004
11.         Dari Buku Ke Buku, P. Swantoro. Jakarta. 2012
12.         Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Jakarta. 1995
13.         Gereja dan Gereja, Apa dan Bagaimana, Martin D. Dainton. Jakarta. 2002
14.         Seratus Satu Tanya Jawab Tentang Gereja, Richard PM Brien. Jakarta. 2013
15.         Agama Dalam Kehidupan Manusia, Burhanudin Agus. Jakarta, 2006
16.         Hidup Tanpa Ijazah, Ajid Rosidi. Jakarta. 2008
17.         Menjadi Indonesia, Parakitri T. Simbolon. Jakarta. 2006
18.         Permaian Kekuasaan, Rahman Arge. Jakarta. 2008
19.         Doktrin Bala Keselamatan. Bandung. 1981
20.         Perintah dan Aturan Bagi Opsir Bala Keselamatan. Bandung. 1978
21.         Dipilih Menjadi Prajurit. Bandung. 1979
22.         Pesan-pesan KENABIAN Di Pusaran Zaman, Weinata Sairin. Jakarta. 2001
23.         Manusia Indonesia, Mochtar Lubis. Jakarta. 1977.