LIKA-LIKU MENGURUS SIM
{ di }
“ SATPAS DAAN MOGOT “
Memiliki Surat Izin Mengemudi {SIM} adalah
suatu keniscayaan bagi setiap Warga Negara. Khususnya bagi yang membawa dan
mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan Raya. Itulah sebabnya setiap orang
dewasa yang memenuhi persyaratan, berkewajiban memiliki lisensi dan atau bukti
syah untuk membawa Kendaraan Bermesin itu. Untuk memperoleh kepemilikan Surat
Izin Mengemudi tentu tentu tidak membedahkan, Jenis Kelamin, Status Sosial,
Pendidikan, Profesi dan seterusnya.
Disisi lain sebagai orangtua kita wajib mengajarkan, dan mendidik
nilai-nilai kejujuran dan kebenaran dalam pertumbuhan dan perkembangan
anak-anak kita. Sebagai orangtua dan atau yang dituakan di negeri ini, kita
berkewajibam mengingatkan anak dan siapapun, yang menjadi tanggung jawab kita.
Wajib kita ingatkan kepada mereka, agar tidak berprilaku koruptif dalam dunia
kehidupannya sehari-hari. Kewajiban yang berkorelasi positif dengan himbauan Abraham Samad Ketua KPK itu.
Terkait dengan substansi yang
tersurat dan tersirat, dalam judul artikel diatas, kami mau diskusikan melalui goresan ini. Tentang Appa
yang pernah kami rasakan dan keluhkan, saat berurusan dengan Institusi
Pelayanan Masyarakat di Ibukota ini. Persis dan idem dito seperti judul pengalaman
diatas.
PERCALOAN
DISANA SINI
PERTAMA-TAMA, pada awal bulan Agustus lalu kami ke Kantor SATPAS
Daan Mogot, untuk memperpanjang SIM. Kebetulan kami memiliki SIM BI Umum sejak dari awal. Seingat kami hari itu
Hari Sabtu. Hari libur bagi sebagian besar Birokrat, dan Profesional serta Karyawan
di Ibukota. Kami pilih hari Sabtu, karena sesuai dengan saran rekan, yang pernah
mengurus SIM disana, jikalau hari Sabtu ada banyak orang yang dengan sengaja, dan
berniat menyiapkan diri untuk urus sendiri SIM itu. Dikerjakan dan diikuti
prosedur dengan runut, tanpa menggunakan jasa pihak ke Tiga. Tentu setiap orang
tentu berbeda dasar pertimbangannya, mengapa harus mengurus sendiri dan atau
memanfaatkan jasa pihak lain. Banyak teman dan kenalan baru di sana pesan rekan
kami sesama purnabakti dari Departemen Besar dan Strategis Sekitar Tugu Monas
itu.
Begitu sampai di lokasi Parkir
Kantor SATPAS itu, kami sudah didatangi dan dihampiri penjual jasa itu. Ketika
kami menjelaskan rencana untuk, memperpanjang SIM BI, makelar dengan sebutan
lain itu, berujar Pertama-tama SIM Bapak
sudah Mati. Kedua SIM bapak jenis BI. Biaya urusnya lebih besar, dibanding SIM jenis lainnya, katanya dengan polos. Lalu
kami tanya “to de point”. Berapa harganya jika anda bantu uruskan. Dengan
ringan Sang Calo berkata: “ Sejuta ”
saja Pak. Kok mahal amat sela kami lagi. Kan SIM bapak besar. Kalau SIM A, untuk
memperpanjang cukup Bapak Bayar, dan terima jadi Lima Ratus Ribu jelasnya lagi. {Sangat
mungkin dipikiran dan otak Sang Calo, kami Supir Bis dan Atau Truk Tangki BBM kali
ya ?}.
Oleh karena dari sejak awal niat kami,
ingin mengikuti prosedur sesuai dengan ketentuan. Juga karena keuangan yang serba
terbatas, sebagai Purnabakti Birokrat. Maka kami putuskan untuk urus dan jalan sendiri.
Pertama-tama kami memotocopy KTP dan SIM kami yang sudah daluwarsa itu. Waktu Mengurus
Surat Keterangan Dokter, kami tidak menemukan masalah yang prinsip. Hanya saja
kami harus siap anteri, di depan loket dan pintu masuk Klinik dokter Polisi di Pusat Pelayanan
Masyarakat itu. Hitung-hitung Kami anggap saja ikut anterian, untuk mendapatkan,
jatah BLT di Kantor Pos tiap Bulan itu.
PRILAKU
KONYOL
KEDUA, setelah selesai urus dan mendapatkan Surat Keterangan
Dokter, Kemudian kami diarahkan masuk ke Gedung Besar di Tengah Komplek
Perkantoran itu. Setelah mengurus ini dan itu kami diarahkan lagi, masuk ke
ruangan Ujian Teori. Ruangan Simulasi dimana kami harus ikut ujian lagi,
diminta mengunakan alat ujian teori yang namanya “SIMULATOR”. Kelompok atau
rombongan kami yang memperpanjang Surat Izin itu, berjumlah Enam Orang.
Dua orang seusia kami, dan sama-sama berstatus purnabakti. Seorang
Pensiunan Militer dan seorang lagi purnabakti Profesional, dari Perusahaan
Multi Nasional. Sementara yang 3 {Tiga} orang lagi, amatan kami sepintas kaum professional
yang masih berusia produktif.
Setelah diberikan arahan bagaimana
cara menggunakan alat Simulator itu, dengan segala tingkat kesulitan dan nilai
lulusnya. Kami satu persatu diminta untuk mengikuti ujian teori itu. {Sejak awal sesungguhnya kami serombongan,
agak keberatan untuk mengikuti Ujian Teori itu. Karena Kami bukan menbuat
SIM Baru. Secara pengalaman kami sudah
lulus dan teruji dijalanan. Sekurang-kurangnya Satu Priode Umur SIM itu. Kok di
wajibkan mengikuti ujian teori lagi }. Tetapi karena itu sudah
ketentuan Pak Polisi, suka tidak suka kami tidak bisa mengatakan tidak mau. Tidak
juga boleh berkata lain. Jika ingin memperpanjang Surat Izin Mengemudi itu
titik.
Rekan yang pertama maju setelah
memperagakan dan mengikuti simulasi, nilainya gagal alias tidak lulus. Giliran
yang ke 2 juga sama, gagal manning. Giliran kami sebagi yang ke Tiga, sami maon, hasilnya juga tidak
lulus. Begitu seterusnya hingga kami ber Enam, selesai mengikuti ujian teori
yang penuh misteri itu. Tidak seorangpun yang lulus, alias nilai kami jeblok
semua. Kemudian pak Polisi memberi kami catatan hasil peragaan Uji teori itu. Dengan
instruksi Minggu depan datang untuk
diuji lagi. Kami protes dengan cara sendiri-sendiri. Rekan Purnabakti Angkatan Darat
itu berkata: Saya mantan Perwira di korps Artileri. Bawa Panser saja kami lancar.
Kok Ujian Teori yang satu ini tidak lulus. Sementara yang seorang lagi rekan
senasib, yang tubuhnya gempol berujar: “Saya tiap Sepuluh hari sekali, keluar
Kota Bawa Truk Jakarta-Surabaya”. lancar-lancar
saja di jalan, nggak ada masalah itu katanya dengan agak emosi.
Kemudian giliran kami yang
bersungut-sungut, setelah memandang wajah dan fostur Pak Polisi, yang kira-kira
berusia belum genap Lima Puluh. Kami sudah untuk ke Tujuh kali ini memperpanjang SIM”. Artinya saya mau katakan ke
Instruktur Simulator itu, kami sudah 40 Tahun bawa mobil. Kok harus terjegal lagi
dengan ujian Simulator. Tersirat maksud kami ketika Pak Polisi itu, masih duduk di “Sekolah
Dasar” kami sudah bawa Mobil.
Kemudian seorang diantara kami
serombongan itu berkata agak ketus: “Alat Simulator ini sudah memakan korban
2 {Dua} orang Jenderal Polisi. Seorang Bintang Dua, dan seorang lagi Bintang
Satu. Serta sejumlah Pamen yang habis dan rusak karier dan masa depannya. Hingga
kini masih menjalani masa tahanan di Buih.
Dan ada dalam proses persidangan dan lain sebagainya. Patut juga Alat ini di curigai pihak KPK katanya, dengan
suara yang semakin keras”. Pendek cerita kami bubar sendiri, setelah
melampiaskan unek-unek. Apa yang mengganjal dan bergelora dalam perasaan hati
kami serombongan siang itu.
Sebelum meninggalkan tempat itu dengan agak sedikit memelas, menjelaskan
keinginan kami hari ini bisa selesai
perpanjang SIM itu. Seraya berkata ke Pak Polisi Instruktur Simulator itu, kami
ini sudah Purnabakti Dik. Kemana kami harus menghadap lagi, agar clear urusan ini. Tolong ajari dan beri kami
solusi kata kami lagi. Akhirnya Pak Polisi memberi petunjuk agar menemui Pak
Anu. Mejanya di sebelah kiri dalam ruangan ini, katanya seraya menunjuk suatu posisi.
Kemudian kami menghadap beliau itu.
Namanya Pak Suyono, Sebutan itu terbaca
dari Papan Nama dibagian Saku Kiri Baju Batiknya. Penampilannya apik, ramah dan
simpati. Setelah dia bertanya apa pekerjaan kami. Serta se hari-hari kami bawa
Mobil Siapa dan Jenis Apa. Akhirnya kami diarahkan Pak Polisi yang sudah agak ber
umur itu. Agar kami mengulang lagi, ujian di “SIMULATOR KHUSUS” di pojok ruangan
yang sama. Kami amati rekan-rekan yang ikut ujian teori di SIMULATOR yang satu itu,
rata-rata semua lulus. Dengan nilai kelulusan minimal angka 60. Kebetulan Nilai
kami untuk ujian mengulang kali itu, kami dapat dan capai angka 73. Nilai yang agak lumayan, Dengan
perasaan yang senang kami di beri catatan, oleh Pak Polisi Instruktur Simulator
khusus ini.
Dasar mantan birokrat yang relatif korrek
dan kritis, dalam hati kami
bertanya-tanya. Sangat pasti SIMULATOR yang Satu ini sudah “dimodifikasi”.
Sehingga siapa dan bagaimanapun tingkat ketidak mahiran seseorang, nilainya
pasti lulus. Tetapi sudahlah pikir kami
lagi, toh kami sudah lulus selesai
titik.
Berdasarkan catatan Nilai lulus
itu, kami disuruh lagi ke loket berikutnya. Disana Kami ketemu dengan salah
seorang rekan senasib, yang sama-sama Jeblok nilai sebelumnya. Bagaimana dia
Kok bisa lulus. Dengan enteng dia katakan: “Saya Pakai Calo, dan Bayar 500 Ribu Pak”. Selesai sudah daripada
harus ber ulang-ulang, ujian teori, katanya dengan wajah sumringah.
Ketika kami pergi ke loket Bank,
dibagian Tengah Gedung Besar dan luas itu, kami ketemu lagi seorang rekan yang lain.
Sementara antri membayar biaya resmi di Loket Bank BRI. Kali ini justru teman
itu yang bertanya: Bagaimana Bapak bisa lulus tanyanya. Kami minta tolong Pak
Suyono Polisi di sebelah kata kami. Dia juga menjelaskan bagaimana dia boleh
lulus. Katanya saya minta tolong ke Pak Polisi, yang menjaga di pintu masuk
ruang ujian tadi. Kami beri Tips 250 ribu
katanya, sambil berlaku ke loket berikutnya. Pengalaman yang penuh misteri,
indah, menarik, dan lucu serta sekaligus konyol.
SIM KENANGAN.
KETIGA,
SIM BI yang kami miliki saat ini, bermula dari pemberian dan hadiah, dari
Kepala Polisi Wilayah Sulawesi Tengah. Bapak Kolonel Polisi B.A. Wullur. Hampir
40 tahun lalu. Kebetulan Rumah Dinas Om Kami,
saat kami Bekerja di Kantor Gubernur di Palu, hanya berjarak 5 {Lima} Pintu. Sehingga beliau faham dan hapal betul, sejak
kapan dan bagaimana kami belajar bawa Mobil ketika itu. Satu hari kami mengurus SIM di Kantor PolWIL {Kini menjadi
POLDA Sulawesi Tengah}. Ketika kami datang bersua dengan Pak Wullur, dihalaman depan
Kantor POLWIL itu {Polwil Sulawesi Tengah ketika itu membawahi Empat Polres}. Beliau bertanya ke kami: ”
Nyong urus apa kemari ?. {Nyong panggilan bagi orang Muda, bagi Suku Minahasa}.
Suku asal Kapolwil kami yang baik hati itu. Urus SIM Om, kata kami seadanya.
Lalu selama ini Nyong, tidak dan belum memiliki SIM klarifikasi beliau
lagi. Ya Om, jawab kami seenaknya. Lalu kata beliau kalau OM tahu, Nyong selama
ini tidak memiliki SIM. Sudah Om suruh Anak Buah :”Tanggap dan Tilang”. KataNya
sambil bergegas menuju Ruang Kerja beliau, di bagian Tengah Pusat Perkantoran
Polisi itu.
Tanpa diduga dan disangka
beberapa saat kemudian, Orang tua yang berpakaian Necis itu, menyuruh “Stafnya”
mencari dan menemui kami di tempat urusan SIM.
Si Ajudan sudah mengenal kami. Sedangkan dengan si Ajudan dan Supir
Dinas Pak Wullur, hampir tiap hari kami “Ber
Say Hello”. Atas arahan dan petunjuk
Sang Kolonel, kami langsung diberi SIM BI Umum. Tanpa terlebih dahulu memiliki
SIM A, Seperti aturan yang berlaku untuk itu.{Dikemudian hari ternyata banyak rekan sesame Pegawai, di Kantor
Gubernur yang memiliki SIM BI Umum}.
Itu sebabnya hingga kini kami memiliki SIM BI Umum,
Kenangan yang indah, menyenangkan dan mengembirakan. Ibarat Sekolah kami tidak pernah
duduk di SMP. Tetapi langsung masuk SMA. Lalu lulus lagi, melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Jadi tujuan kepemilikan SIM berklasifikasi
Tinggi, bagi kami bukan untuk gagahan atau
cari makan, diluar profesi kami sebagai Birokrat hingga purnabakti.
SERBA SALAH DAN TIDAK SEPATUTNYA DILAKUKAN.
KEEMPAT,
pada sisa lain tidak terasa sudah hampir 2 {Dua} Tahun ini, putra kami yang ke
Tiga naik atau mengenderai Sepeda Motor ke Sekolah. Tanpa memiliki Surat Izin
Mengemudi. Jarak Rumah kami dengan Sekolahnya, Kurang lebih Satu Kilo Meter.
Kini dia sudah ber usia 17 Tahun, dan belum terlalu lama memiliki sebuah KTP. Kegembiraan
memiliki Identitas itu, bermula dari Dia berhak dan boleh mengikuti Pemilihan
Presiden, pada tanggal 20 Juli yang lalu. Pengalaman yang mungkin menjadi
kenangan bagi nya sebagai warganegara yang berhak menggunakan hak pilih untuk
pertama kaliNya.
Dengan alasan rencana tahun depan
dia akan kuliah, kami sebagai orangtua
ikut berpikir dan terdorong, untuk melengkapi
dirinya dengan sesuatu kewajiban bagi setiap warganegara. Yaitu memiliki Surat Izin Mengemudi dari Institusi Kepolisian
itu. Sehari-hari yang kita kenal dengan sebutan SIM C itu.
Sebelumnya anak kami sudah bercerita
banyak, kepada Ibu Nya di rumah. Bagaimana
lika liku teman SekolahNya, memperoleh
lisensi yang dikeluarkan Institusi Kepolisian itu. Baik itu rekannya ketika di SMP beberapa tahun lalu. Maupun teman SLA, di sebuah SMA Negeri Jakarta Barat. Rekan
sesama remaja itu bercerita banyak, seluk
beluk untuk mendapatkan Lisensi itu. Antara lain saran mereka sebagai berikut: “Sebaiknya cari jalan pintas saja. Kalau
ikuti prosedur sebagaimana biasa. Ente
tidak akan lulus, kata rekannya dalam bahasa Betawi yang kental. Sementara
yang lain katakan: Bisa berkali-kali dan
harus ngulang, Ujian Teori atau Ujian Praktek kata yang lain. Mengulang Ujian itu
tidak bisa besoknya. Tetapi Dua minggu berikutnya, pesan temannya yang lain.
Bayar sekian-sekian kepada Oknum Pak Polisi atau melalui calo beres. Tunggu Satu
Dua Jam, jadi de barangnya”. Begitulah antara lain cerita Anak kami ke sang
Ibu Nya.
Orang rumah mengklarifikasi rumor
atau rahasia umum bentuk pelayanan itu kepada kami. Dengan pertanyaan apakah
sudah sesadis dan parah itu mengurus SIM di Negeri ini, tanyanya dengan
memelas. {Tentu diskusi soal ini, tidak
didengar dan diketahui oleh Putera kami itu}.
Kebetulan Abangnya Putera kami yang Sulung
sudah Bekerja, membantu dan memberi Adiknya itu sejumlah uang, untuk urusan dan
mendapatkan SIM itu. Jumlah yang lebih
dari cukup, dengan catatan jika kita mengurus sendiri, sesuai dengan prosedur
yang berlaku. Sebagai orangtua yang sudah purnabakti, dari Satu Departemen Besar.
Kami siap menemani anak kami itu,
mengurus SIM yang dia impikan dan dambahkan itu. Pertama-tama sebelum pergi mengurus keinginannya itu, kami
bersepakat dulu dengan anak kami itu. Hari
Sabtu saja ke Kantor SATPAS di Jalan DAAN MOGOT Jakarta Barat itu. Dengan pertimbangan Hari Sabtu, hari libur Sekolah di Ibukota Jakarta.
Kedua, Kami bertanya lagi ke Dia, apakah
kita urus seperti yang dikatakan teman-teman mu itu. Melalui jasa tidak resmi Oknum Polisi atau Calo itu. Anak kami kembali bertanya ke kami. Kalau nurut Papa mana
yang sebaiknya. Tentu sebagai orangtua kami ingin mengajarkan, nilai-nilai
etika kehidupan kepada anak kami itu. Sebaiknya kita ikuti saja prosedur biasa.
Papa juga sudah Pensiun. Cukup waktuku menemani kamu nak, kata kami menyakinkan Anak
Remaja kami itu. Muda-mudahan Nasibmu, tidak seperti cerita teman-teman itu
lah. Kata kami menyakinkan anak kami yang beranjak dewasa itu
Pada hari yang disepakati kami pergi ke Pusat
Pelayanan Public, yang terkenal dan dikenal warga dan masyarakat Ibu Kota itu. Ketika
memarkir Kendaraan di lapangan Parkir, kami langsung didatangi dan ditawari
Calo, yang sengaja cari mangsa di halaman parkiran itu. Si Calo mendekat ke
kami, dan dia menawarkan jasa baiknya. Saya bisa bantu bapak atau putera bapak urus
SIM, dengan cara jalan cepat katanya berterus terang. Seperti
layaknya Pedagang Kaki Lima, Sang Calo
menyebutkan harga Pasaran Urusan Sim C baru. Hanya 7.00 Pak, katanya dengan enteng. Kami agak
penasaran lalu mengklarifikasi Kembali. Tujuh Ratus apa ya?. Sang Calo Jawa spontan, Tujuh
Ratus Ribu Pak.
Kami termenung sejenak, mengingat
cerita anak kami itu kepada Ibu Nya di Rumah. “Serupa tapi tidak sama, atau sama
tetapi tidak serupa”. Dengan cerita dan pengalaman teman-teman anak kami itu. Lalu
si Calo berupaya meyakinkan kami. Kepada siapa pun Bapak minta tolong, {maksudnya
di SATPAS Daan Mogot itu}. Sudah pasti harga sebegitu. Kalau ada yang dibawa
itu, selisih uang Bapak saya kembalikan katanya. Suatu bentuk promosi dan sekalian ancaman. Pernyataan yang
agak arogan itu, membuat hati anak kami
agak kecut mendengarkannya.
Kami diam seraya mengajak anak
kami itu pergi ke loket dan bagian Foto Copy. Untuk menggandakan KTP. Sambil berjalan anak kami berkata: “Apa
yang dikatakan teman-teman ku itu, ternyata semua benarkan Papa”. Katanya dengan suara yang agak pelan. Begitu selesai petugas menfoto copy KTP anak
kami, Petugas yang sama menawarkan lagi,
ke kami kelengkapan atau alat yang diperlukan berupa “Boll Point Hitam dan
Pencil 2B”, Untuk alat tulis menulis
untuk mengisi Formulir dan alat bantu untuk ujian teori pada tahap berikutnya.
Tentu saja ke Dua Jenis alat bantu itu, dijual
dengan harga yang relatif lebih mahal, jika kita beli sendiri di Warung
disekitar rumah.
Selanjutnya anak kami ikut antrian
lagi, untuk mendapatkan Surat Keterangan Dokter. Surat Keterangan itu relatif
mudah didapat. Yang penting ikut berbaris seperti warga dapat Ransum dari kantor
kelurahan. Anak kami berkata “Abang tidak ketemu dengan Dokternya”. Tetapi
Surat Dokter sudah ada Papa, katanya dengan polos. Didalam Surat keterangan itu
diberi catatan berupa tulisan dan kode-kode, yang kami kurang fahami makna dan
maksudnya. Ditulis pakai Spidol kecil,
berwarna warni. Untuk biaya urusan Surat keterangan Dokter, Anak kami mengeluarkan
Dua Puluh Lima Ribu Rupiah.
Setelah selesai urus Surat Keterangan Dokter, masuklah kami keruangan Pelayanan Urusan SIM itu di bagian
Tengah dari Komplek yang relatif luas itu. Disana kami menemui persoalan. Anak
kami boleh masuk, sementara kami sendiri sebagai pendamping tidak di izinkan masuk.
Setelah terjadi tawar menawar dengan menyebutkan,
pekerjaan kami purnabakti Birokrat. Serta
melihat dan menunjuk sejumlah Calo boleh keluar masuk. Pada akhirnya Pak polisi
Penjaga Pintu itu, mengizinkan kami masuk, kedalam ruangan yang penuh dengan
warga Jadetabek. Para mencari dan mengurus Surat Izin Mengemudi itu.
Ada yang membuat SIM Baru, dengan berbagai
jenis itu. Ada yang memperpanjang dan, ada juga yang mengurus mutasi dari dan ke
Jakarta. Tidak kala juga ada yang urus soal2 administrasi lainnya. Seperti pindah
alamat RT dan RW atau Kelurahan. Serta ada juga yang agak usil, mengurus “Gelar
yang Baru” didapatkan dari berbagai Perguruan Tinggi Dalam dan Luar Negeri.
Sebelumnya mungkin belum dan tidak mencantumkan Gelar. Tentu ada juga yang
menambah Gelar baru lagi. {Hobby dan
trends baru Anak Bangsa di negeri ini, gemar dan suka mencari dan berkoleksi
gelar}
Selanjutnya didalam ruangan itu kami
bertanya ke petugas Informasi, untuk langkah selanjutnya. Karena putera kami
Urus SIM Baru. Kami diarahkan masuk ke Loket Pembayaran SIM C. Biaya resminya Rp 100.000,00 dan kita setor ke Kas Unit
Bank BRI yang ada tersedia disitu. Serta ditambah Biaya Assurani, sebesar Rp
30.000. Sesungguhnya total biaya resmi itu hanya Rp 155.000,00. { Biaya Surat
Keterangan Dokter + Biaya Resmi dan Assuransi}. Perbandingan yang sangat jauh jika
diuruskan, via Calo atau Oknum Polisi. di area Pelayanan
Public yang mungkin terbesar di Ibukota ini.
Setelah mengisi formulir ini dan
itu, selanjutnya anak kami diminta serahkan ke loket penyerahan daftar isian itu.
Dari sana di suruh anteri dan masuk ke ruang Ujian Teori. Diruangan ujian ini,
kurang lebih 30 Menit. Setelah itu keluar, butuh waktu menunggu lagi hasil
Ujian Teori. Untuk dapat hasil ujian anak kami, menunggu lagi selama Satu Jam. Puji Tuhan ternyata putera kami belum
lulus ujian teori itu. Walaupun dia merasa mampu mengerjakan soal-soal
pertanyaan Ujian itu. Karena sebelumnya dia dapat bahan soal ujian, yang relatif
sama dari teman sekolahnya diatas. Dari
hasil ujian itu ternyata banyak dari teman-teman putera kami, seruangan yang yang
tidak lulus. Sehingga dia tidak begitu kecewa. Walaupun agak penasaran mengapa
jawabannya, ternyata lebih banyak nilai salah dari yang benar. Dari 30 Pertanyaan yang harus di jawab.
Menurut catatan penilaian di dalam lembaran yang diberikan kepada anak kami,
Dia ternyata hanya bisa menjawab 14
Pertanyaan Benar. Sementara jawaban yang salah 16 Pertanyaan. Sementara untuk nilai Lulus minimal 18 Jawaban harus benar.
Pada saat yang sama kami amati, dan
pertanyakan kepada peserta lain. Pertama
Nilai yang tidak lulus itu. Berkisar diantara angka 13 dan angka 14 saja. Kedua para peserta yang urus
sendiri, lebih banyak yang Tidak Lulus dari pada yang Lulus {Sangat mungkin perbandingannya
4 : 1 atau 5 : 2}. Tetapi bagi peserta yang diurus pihak ke Tiga, dijamin semua
langsung lulus. Ada yang Satu Rombongan 4
Orang, yang lain 6 Orang dan ada
juga dalam Partai Besar 12 Orang. Semua
lulus lewat jasa yang kami kemukakan sebelumnya.
MEMBUAT HATI TERPUKUL.
Sementara itu dengan keisengan kami
bertemu seorang Ibu, yang punya “Pengalaman menarik untuk direnungkan”.
Di awal tahun lalu Anak Gadisnya urus SIM C. Dibutuh waktu 4 X Ujian Teori baru lulus. Dia memang
tidak urus lewat Calo, tetapi diurus sendiri. Melalui mekanisme yang sudah
ditetapkan. Tetapi hasilnya sangat mengecewakan. Puterinya butuh waktu, 2 {Dua} Bulan untuk dapat SIM C itu. Mama rasa2 nya Urus SIM itu
kok lebih Sulit, dari Ujian Fisika
atau Mata Pelajaran Kimia kata sang anak.
Ujian untuk memperoleh SIM di Satpas ini, dengan misteri dan penuh ketidak
pastian, keluhnya kepada Sang Ibu. Karena
merasa penasaran Ibu itu, coba urus lagi SIM untuk dia Sendiri. {Sesungguhnya sebagai Ibu Rumah Tangga, dia
tidak terlalu membutuh SIM}. Tetapi karena rasa penasaran yang tinggi. Si
Ibu itu akhirnya putuskan urus juga SIM C itu. Ketika kami ketemu di Siang itu,
Ibu Rumah Tangga seusia Ibu anak2 kami di rumah, Dia sudah Gagal Ujian Teori untuk
yang ke Tiga kalinya. Dengan wajah
yang memelas dia berkata: “Muda2an Dua Minggu lagi, saya baru lulus. Sangat
mungkin nasib saya, seperti anak gadis saya itu Pak”. Katanya kepada kami
sambil pamit.
Kami tidak tahu dan faham perasaan
yang menganjal, dan unek-unek yang bergejolak didalam hati Ibu itu. Tetapi
yang pasti Ibu itu dan Anak Gadis nya, membutuhkan sekurang-kurangnya nilai total gagal Nya 6 X. Pada Satu sisi kami kagum dan menaruh rasa hormat kepada Ibu itu. Karena
dia tidak mau bermain kotor, dengan Oknum Aparat dan atau Calo. Disisi lain
kami merasa ibah dan kasihan melihatnya. Dipimpong kesana kemari, tanpa ada kepastian.
Oleh Karena tidak mau melakukan hal, yang tidak sepatutnya dia lakukan. Anda
bisa membantu rekan kami itu?.
NEGERI SUKA BER-BASABASI
Untuk memperoleh Sebuah Surat Izin Mengemudi. Sesuatu
yang seharusnya tidak mesti sesulit realita diatas untuk memperolehnya. Karena kesan dan pesan
itu tersurat dan tersirat di sejumlah sudut, di Komplek Pelayanan itu, dengan Spanduk
Besar tertulis “Himbauan Angin Sorga” yang
antara lain berbunyi : “Sebaiknya anda Urus Sendiri, Surat Izin
Mengemudi yang anda butuhkan”. “Hindari berurusan dengan Calo”. “Laporkan
kepada Petugas kami , jika ada Calo yang mencoba, Mengganggu Saudara”. Dan
lain-lain kalimat dan ajakan ber basa basi. Hal yang menjadi bagian dan adat
baru, dari hidup kehidupan anak bangsa ini. Negeri yang penuh Jargon, yang
membuat hati senang secara psikologis. Tetapi dongkol secara realistis. Kata
seorang rekan yang sudah gagal untuk ke Tiga kali mengurus SIM A, untuk
prasyarat mengemudikan Mobil beroda Empat.
PERLU REVOLUSI
MENTAL
Pertanyaan Besar kami dari 2 {Dua} pengalaman dan pengamatan diatas, kami ingin urun saran dan pendapat,
untuk menghilangkan atau sekurang-kurangnya menepis “Dunia Percaloan di Satpas itu”. Perlu dan sudah waktunya dilakukan
Terobosan Baru. Semisal saja menghilangkan dan atau mengurangi jumlah Loket,
dan atau Meja Birokrat yang ada di Pelayanan Public di Ibukota itu. Sekurang-kurangnya
amatan kami ada lebih dari 40 {Empat
Puluh} Loket dan atau Meja
yang harus di singgahi oleh pencari Jasa Urusan Hajat orang banyak itu.
Loket dan Meja Birokrat sejumlah itu hampir pasti, punya potensi dan memberi peluang
untuk “di Permainkan dan di Mainkan” Segerombolan
Oknum Petugas atau Aparat dan Mafia Calo-calo itu. Setidak-tidaknya mungkin pendekatan, System Satu Atap untuk Urusan
Perizinan, yang berlaku dibeberapa Institusi pelayan lain, bisa di uji coba di
Satpas itu. Atau kalau dimungkinkan dicoba dan dicontoh pola “ On Line “ untuk Penjualan dan Pembelian
Tiket Kereta Api, yang di gagas mantan Dirut KAI, Pak Ignatius Jonan {Menhub
Kabinet Kerja saat ini}. Juga cara kerja Kantor Imigrasi, dalam mengurus
dan pembuatan Pasport Baru dan Perpanjang Pasport yang berbasis IT, yang lagi
diuji coba di sejumlah Kantor Imigrasi di Ibukota Jakarta saat ini. Boleh juga
mencoba pola Dunia Perbank kan yang sudah familier dengan pola IT
itu.
SARAN BAGI
MENPAN & RB
Sangat tepat diawal Pemerintahan
JOKOWI–JK. Menteri PAN & RB, Bapak Yuddy
Chrisnandi, Blusukan ke Kantor Satpas Polda Metro Jaya itu. Jangan dulu beliau
pergi jauh2 ke Daerah. Disekitar Jakarta dululah. Karena kalau beliau kunjungi,
“Satpas Daan Mogot”, itu akan ber imbas positif kepada kepelayanan yang sama di
Daerah-Daerah.
Karena dijamin ada liputan Media
Massa yang ramai, intens dan Gencar.
Gayungnya sangat pasti, akan sampai ke Daerah-Daerah. Kali berikutnya silahkan Pak
Menteri, cek secara acak di berbagai Daerah di Nusantara ini. Semoga dampak dari
pantauan di Jakarta ini, akan berimbas positif. Membuat Aparatur dan Institusi
yang sejenis di Daerah was-was dan berbenah diri. Untuk meningkakan kualitas Pelayanan,
kepada masyarakat di Daerah-Daerah.
P E N U
T U P.
Pemikiran dan gagasan ini hanya
saran dan pendapat rakyat kecil. Semoga
Bapak dan Ibu yang berada di Lembaga Eksekutif dan Legislatif di Senayan sana,
berkenan dan mau mendengar jalan pemikiran rakyatnya. Pemikiran ini terbertik
dari hati nurani, yang dalam. Kedua sebagai mantan birokrat yang pernah
mengabdi, selama 36 Tahun 4 Bulan, kami juga pernah berbakti untuk kejajayan
negeri ini. Hanya saja posisi kami saat lalu, sebagai Pegawai Rendahan {Kelas
Pesuruh}. Disamping itu bodoh lagi. Sebab kurang ditunjang Pendidikan yang
memadai. Kami yakin apa yang tergambar dari pengalaman dan pengamatan diatas,
bisa Bapak dan Ibu lakukan saat ini
juga. Hanya dengan Satu prasyarat. Adakah Goodwil atau Kemauan untuk Melakukannya.
Dalam bahasa Kampanye Presiden JOKOWI lalu. perlu “REVOLUSI MENTAL”. Secara khusus
Revolusi Mental didalam mengurus, Urusan Surat Izin Mengemudi. Menuju pelayanan
yang baik dan prima di negeri kita ini. Apakah
mimpi penulis kali ini dimungkinkan berubah ?. Jawabnya mari kita tanyakan
sajalah, pada Rumput yang bergoyang. Horas
Mauliate {Pak Nainggolan}. Acc.12.11.2014
artikel menarik
BalasHapusjadi tahu tempat sim sekarang
terima kasih ya
setelah dengan berat hati melepas anak dengan Istighfar untuk mengurus SIM dengan cara yang "apabileh buat".. ALhamdulillah di periode saat ini tidak ada atau sedang tidak ada merata percaloan di Daan Mogot.. Kalau kata supir2 taksi, mungkin ada pergantian pejabat, mungkin ada pemeriksaan.. Biasanya akan balik lagi seperti sedia kala.. Tapi, ternyata tanpa calo tetap pelayanan agak memprihatinkan, anak saya akan kembali untuk ketiga kali.. dia lulus di tes teori kedua, setelah dengan serius mempelajari soal yang ada di web resmi ditlantas.. tidak bisa langsung tes simulasi, karena sudah masuk bulan puasa, menunggu diantrian panjang di bawah terik matahari amat sangat menyedihkan.. sehingga berniyat akan lanjutkan perjuangan hari ini.. Harapan kami sekeluarga, untuk pelayanan prima, seharusnya diberikan sistem seperti di kantor Imigrasi.. kita diberikan nomor tunggu yang jumlahnya dibatasi per hari, dipanggil sesuai urutan.. Bukan harus ngabring nunggu tanpa tahu kapan akan dapat giliran dan bisa-bisa sudah nunggu seharian harus kembali lagi esok hari, karena berbatas waktu jam 5 sore..
BalasHapus