{BAGAIMANAKAH SIKAP WARGA BALA
KESELAMATAN
ERA LALU, KINI & KEDEPAN ? } ”
LANDASAN PEMIKIRAN
Gereja Berpolitik?. Haram Itu.Gereja Berpolitik?. No Way.
Gereja Berpolitik? Tidaklah Ya. Gereja Berpolitik?. Itu mah urusan sekuler.
Gereja Berpolitik?. Itukan Pekerjaan Kotor. Gereja Berpolitik? Tolong Gereja tidak
di bawa-bawa ke urusan Dunia.Gereja Berpolitik?. Janganlah karena Gereja hanya mengajarkan,
berkata dan berprilaku benar. Sementara Politik itu pekerjaan yang menghalalkan
segala cara, untuk mendapat kekuasaan dan
mencapai tujuan. Serta Seribu Satu alasan lain, yang sering kita dengar
disampaikan berbagai kalangan. Khususnya
sejumlah warga Gereja yang fanatik dan ketak menjalankan doktrin ajaran Gerejanya.
HUSTON SMITH,2001).
Pada sisi lain kita tidak jarang mendengar dan melihat
Gereja, sudah dan telah bermain dalam dunia Politik. Pada sesi lain berpolitik
adalah hidup, dan kehidupan manusia itu sendiri. Sejumlah pengamat yang
mendukung Gereja tetap dan harus berada, dalam kanca politik kehidupan di dunia
yang fana ini. Nanti saja kalau kita sudah di Surga yang abadi itu, barulah
kita tinggalkan politik itu. Selama kita masih didunia,mari kita ikuti saja
mainan yang satu ini kata yang lain. MUCHTAR LUBIS, 2008).
Sementara itu pengamat lain yang kebetulan bukan
warga kristiani mengatakan: Gereja
adalah Kristen, dan Kristen adalah Gereja. Dimata Saudara kita argumentasi yang
terakhir ini adalah kebenaran, yang sulit dibantah dalam keseharian mereka. Karena realitanya dimana kelompok Kristen
berada,disitu juga ada Gerejanya.Sebaliknya dimana berdiri Gereja, disekitar
itu juga ada berdomisili,sekekompok kaum Nasrani para pengikutnya.Pemikiran ini
bagi kalangan tertentu, sulit memisahkan dan memilah, di mana umat sebagai
warga, dan dimana Gereja sebagai Gereja.
Karena amatan saudara kita itu,sulit membedakan keduanya. Hanya beda-beda tipis
kata seorang peserta dalam satu diskusi Pemuda, dari berbagai kalangan penganut
antar agama baru-baru ini.
DALIL-DALIL
Prajurit Bala Keselamatan akan senantiasa menunjukkan
adanya sikap tanggungjawab, sebagai warganegara dan warga masyarakat, tetapi
yang paling utama adalah Tuhan harus ditaati {Kisah Rasul 5:29}. Prajurit Bala
Keselamatan memikirkan tentang melayani sesamanya manusia, memerangi ketidak
adilan dan tidaknya belas kasihan dan mengamankan Pemerintahan yang benar. Dia
(Prajurit Bala Keselamatan) menghendaki adanya pers yang membawakan
berita-berita yang benar, kepolisian yang jujur, fasilitas kesejahteraan sosial
yang baik dan tegaknya keadilan. Sebagai ganti menyatakan diri sebagai suatu
Gereja, sepanjang peredaran sejarahnya Bala Keselamatan telah menekankan
hasratnya untuk tetap tinggal sebagai suatu bagian yang tidak terpisahkan dari
persekutuan yang universal, dari orang-orang Kristen yang dikenal sebagai
Gereja dimana Kristus menjadi Kepala. DIPILIH MENJADI PRAJURIT,1979). Tidak ada
Pemerintahan yang bukan berasal dari Allah dan semua pemerintahan yang ada
ditetapkan oleh Allah {Roma 13.1}. Itulah suatu sikap dan keyakinan orang Bala Keselamatan tentang
keberadaan Pemerintahannya Hampir sama dengan warga sinodal lainnya. Prajurit
Bala Keselamatan senantiasa dalam berbagai kesempatan diacara ibadahnya,menaruh
rasa hormat kepada Tingkatan Pemerintahan dalam berbagai kesempatan doa syafaatnya.
Letnan
Kolonel Ketut Timonuli, 1997).
Sebagaimana
dimaklumi manusia dewasa yang nomal, adalah makluk Politik. Hampir tiada dalam
sisi kehidupan ini, yang tidak bersentuhan dan terkait dengan persoalan
berpolitik. Berpolitik dalam pengertian berhubungan dengan Pusat Kekuasaan
dalam kehidupan ini. Berpolitik dalam makna yang luas. Semisal saja kita
membayar pajak. Menyanyikan lagu kebangsaan. Memberi hormat kepada Bendera. Bertanding
Sepak Bola dalam berbagai event Lokal, Regional, Nasional dan Internasional. Berbagai kegiatan
lain, yang sangat mungkin dapat kita hubung-hubungkan, dengan Pusat Kekuasaan
itu. Baik dalam kekuasaan yang formal dan informal, Apakah di dunia Pemerintahan
sekuler, dunia, swasta dan termasuk dalam struktural “Dunia Rohani dan atau
Lembaga Kegerejaan”.
Sehingga tidak berlebihan jika Pramoedya Ananta Toer
berkata:” Selama orang hidup didalam
masyarakat, selama itudia ikut serta dalam politik” MUHIDIN M DAHLAN ,2006) Sangat
mungkin diantara kita ada yang setuju, dan atau keberatan dengan pandangan dari
politisi informal itu. Tetapi yang pasti Bung Prams mengemukakan pandangannya
itu, karena dia adalah seorang pemain politik yang handal. Kenyang dengan asam
garam berpolitik praktis. Baik itu manis dan pahit bagi kehidupan penulis beken,
yang pernah lahir dan berkarya di negeri ini P.SWANTORO, 2002).
Sementara itu untuk memberi batasan pengertian substansi dalam
Makalah ini, terlebih dahulu kita simak pengertian baku kata Gereja dan Berpolitik.
Gereja dapat didefinisikan sebagai: ”Seluruh
tubuh atau persekutuan orang yang dipanggil Allah Bapak untuk mengakui
Ketuhanan Yesus, Sang Putera, dalam sabda, sakrakmen, Kesaksian dan Pelayanan
dan melalui Kuasa Roh Kudus, bekerja sama dengan Pengutusan Historis Yesus demi
Kerajaan Allah. Richard P Mc Brien, 2005).
Sementara itu kata ‘Politik’ dapat diterjemahkan sebagai:
“Upaya seseorang atau sekelompok orang
didalam satu Negara, Daerah, Organisasi untuk merebut dan menguasai kebijakan
atau beleid,melalui kekuasaan (power)dan pembagian atau distribusi kekuasaan
itu”. Miriam Budiardjo 2005). Dengan
merangkum dan memaknai pandangan Rohaniawan dan Akademisi terkemuka diatas, mari
kita kembali focus ke diskusi kita siang ini.
Untuk itulah Pertama-tama pada kesempatan ini
kami mengucapkan terima kasih kepada, Panitia Pelaksana Kongres 100 Tahun
Gereja Bala Keselamatan di Sulawesi Tengah. Untuk kepercayaan yang diberikan
kepada kami selaku pribadi, dan sebagai Prajurit Bala Keselamatan. Untuk tampil
dan berbicara dalam acara Lokakarya, di Pagi hari yang cerah ini. Panitia Pelaksana
Kongres, meminta kami menyampaikan pokok-pokok pikiran tentang : Pandangan Gereja Bala Keselamatan Terhadap
“POLITIK”.
Terkait dengan itu dalam Lokakarya hari ini, kita akan melihat
dari 2 (Dua) Presfektif. Titik Pandang dan dari Kacamata Opsir dan atau Hamba
Tuhan. Sementara giliran kami dari pandangan dan amatan ‘Prajurit’. Diacara
perhelatan se abab Bala Keselamatan berdiri kokoh dan melayani dengan setia di
Bumi Tadulako ini.
Kedua membicarakan Gereja dan
Politik, adalah sesuatu diskusi panjang yang pelik serta gampang-gampang sulit.
Dikatakan pelik karena ternyata kata “Gereja” dan “Politik” itu, tidak pernah
sekalipun di sebutkan secaranya terbuka didalam Alkitab. Martin B Dainton, 2002). Dengan
demikian kita disuguhkan untuk melihat dan menafsirkan apa yang tertulis dan
tersirat. Dikatakan mudah karena senyatanya kita melihat dan dapat merasakan, ternyata
“Gereja dan Warganya”, sementara bermain dalam ranah itu. Terlepas apakah dilakukan
secara terbuka, semi terbuka dan atau tertutup. Ben Mboi 2009).
Ketiga, menurut amatan kami [semoga
saja keliru], inilah kali pertama dalam kurun waktu 68 Tahun Indonesia Merdeka,
Keluarga Besar Bala Keselamatan di Negeri ini, baru kali ini berbicara secara
resmi mempersoalkan binatang “Politik”, dikaitkan dengan eksistensi Gereja Bala
Keselamatan. Bagaimana kita meninjau dan mengamati dari persfektif Warga Bala Keselamatan. Memandang
Gereja dan Berpolitik dan atau Berpolitik dan Bergereja sekaligus. Dalam
kapasitas kita sebagai anak bangsa, dan bagian yang tidak terpisahkan dari
Negeri ini, dalam konteks yang terus menerus berintraksi dalam proses
multikultural. Kadarmanto Hardjowarsito2005).
Keempat, Panitia Pelaksana sangat
faham, bahwa tahun 2013 yang kita jalani ini, adalah ‘Tahun Politik’
bagi bangsa Indonesia. Sekaligus sebagai media dan atau Jembatan, untuk kita menyeberang
ke tahun 2014, dalam mengisi dan memaknai tahapan kemerdekaan itu. Dimana rakyat
negeri ini akan melakukan Satu Hajatan Besar. Yakni Pesta Demokrasi, perhelatan
anak bangsa, yang kita sepakati bersama sebagai Pemilihan Umum, yang bebas lancar
dan transparan itu. Maksud dan tujuan kita berpesta demokrasi itu, tentu untuk mencari
dan menentukan Pemimpinbangsa kita, untuk lima Tahun ke depan. Baik itu di Tingkat
Nasional, Tingkat Regional dan di Tingkat Lokal (Kabupaten dan kota).
Dengan demikian apapun yang dibicarakan, didiskusikan,
diseminarkan dan dilokakaryakan oleh anak
bangsa kurun waktu tahun 2013 ini, pantas diduga dan layak dikait-kaitkan,
dengan nuansa Politik. Termasuk kehadiran kita sehari di Hotel ini, juga dapat diindikasikan
dan diberi cap, sebagai pertemuan yang bernuansa dan beraroma politik praktis.
Dengan demikian adalah tepat jika sehari ini, diberi
kesempatan untuk kita membicarakan,
bagian dari hak dan kewajiban kita sebagai Warga Negara. Sekaligus sebagai
warga Bala Keselamatan. Dengan memperhatikan dan mempertimbangkan sejumlah alasan
tersebut, kami susun Makalah ini berjudul: GEREJA BERPOLITIK? BAGAIMANA SIKAP WARGA
BALA KESELAMATAN, Era Lalu, Kini & Ke
Depan.
Tentu dasar pemikiran substansi kali ini, tidak lepas
dari dalil-dalil yang kami sebutkan di awal kertas kerja ini. Pemikiran itu terambil
dari ayat-ayat dalam Alkitab diatas, potongan kutipan dari Perintah dan Aturan yang tercantum dalam buku Dipilih menjadi
Prajurit. Serta buku Tuntunan Awal Tentang KEKRISTENAN dan AJARAN Gereja Bala
Keselamatan. Alasan lain didasarkan kepada sejumlah Pasal dan Ayat yang
tercantum didalam Undang-undang Dasar Tahun 1945.
Serta berbagai pandangan pakar dan praktisi yang dimuat dalam
sejumlah buku buku. Semua dalil-dalil itu tentu menjadi bagian yang tidak
terpisahkan, dengan apa yang kami ingin sampaikan dalam Lokakarya ini. Harapan kami semoga saja rekan-rekan sesame Prajurit,
yang kami muliakan dapat mengkaitkan dan mempersandingkan Kertas Kerja ini, dengan “Makalah” Mayor Usmany yang sudah dan
akan dipresentasikan, dari presfektif dan kacamata seorang Hamba Tuhan.
Secara umum ada 3 (tiga) faham dan pandangan di kalangan warga
Kristen, melihat Gereja dalam Kaca Mata Politik Praktis dalam keseharian. a). Warga Gereja yang Apolitik; b). Warga Gereja yang suka memposisikan
Gereja berada di Orbit Politik; c).Warga
Gereja yang menyatakan Gereja tidak boleh masa bodoh dengan Politik. Saut
Sirait, 2012).
Mari kita amati sepintas satu persatu pandangan diatas.
Faham Pertama berpikiran Gereja harus focus pada satu titik. Yakni pada
persoalan surgawi dan rohani. Gereja harus menjauh dan memisahkan diri, dari
persoalan duniawi. Biarkanlah urusan dunia di urus yang lain. Warga Gereja sepantasnya
berada dalam posisi, bagaimana kita berurusan, untuk bertemu dengan Tuhan. Tanpa
perlu berpikir lagi, dengan hal-hal yang duniawi. Pemisahan urusan antara
Surgawi dan duniawi, harus secara tegas dipisahkan. Pandangan faham ini menjadi
benar adanya, jikalau kita sudah dan telah menjadi penghuni Surga, kata seorang
pengamat. Itulah sebabnya dogma ini disangkal oleh berbagai kalangan.
Sementara itu menurut faham Kedua, disamping kita sebagai
warga Gereja, pada saat yang sama kita juga adalah warga Masyarakat dalam Negara
ini. Dalam kapasitas itu kita tidak mungkin berkata: “Hitam Putih soal
Gereja dan Politik dan sebaliknya”. Dalam kapasitas kita sebagai anak
bangsa, dalam bermasyarakat dan bernegara. Semua kita menjadi dan memiliki
status, hak dan kewajiban yang sama. Secara khusus di Negara yang plural dan
jamak ini. Bagi faham yang Kedua, kita harus berpikir teguh sebagai warga
gereja. Namun kita juga adalah warga
masyarakat, sekaligus warga suatu negara. Oleh karena kita tidak boleh
berpikir,parsial atau sepotong-sepotong. Pada satu sisi kita sebagai warga
gereja, punya warna tersendiri. Warna khas
yang menekankan Cinta Kasih, kepada sesama tanpa diskriminasi.
Berpolitik adalah bagian dari kehidupan manusia,kata
pengikut faham kedua ini. Mereka cenderung membawa dan mencampur adukan, antara
urusan rohani dan duniawi. Ketika
tertentu mereka dapat tenggelam untuk memenuhi “birahi Politik Praktisnya”.
Tetapi disadari atau tidak, kadangkala atribut Gereja, “Digunamanfaatkan” untuk
kepentingan duniawi itu.
Sementara itu faham Ketiga, adalah satu faham yang
berpikiran lebih moderat. Sebagai warga Gereja yang baik, menurut faham ini, Gereja
tidak pantas berdiam diri. Didalam melihat dinamika dan persoalan yang dapat merugikan,
dan menindas Gereja dan warganya atau sebaliknya. Mereka berada pada posisi
yang “cerdas dan cerdik”,
memposisikan warga gereja dalam bernegara. Sangat mungkin faham yang terakhir
ini,lebih dekat dengan aplikasi substansional,dengan apayang dikatakan dalam Alkitab
“Cerdik seperti Ular tulus seperti
Merpati”. Bagaimana persisnya kecerdikan dan ketulusan itu di praktekan,
kami mengajak saudara-saudara sekalian, untuk mendiskusikan pandangan faham
yang terakhir ini. Dikaitkan dengan apa yang diinginkan oleh Panitia
Penelenggara Kongres diatas.
Untuk memenuhi pesanan dan amanat Panitia Kongres, kami membagi
serta memilah Makalah ini, atas 6 (Enam)
bagian besar: 1). Sekilas
pandangan Alkitab atau Kitab Suci, dalam berpraktek “Politik Praktis”; 2). Umat Kristen Berpolitik dalam Berbagai
Negara; 3). Hak dan kewajiban warga
Negara berdasarkan Undang-Undang ;4).
Umat Kristen (Protestan dan Katolik) Indonesia,dalam kanca Politik Praktis; 5). KPT di Ranah Politik Moral; 6). Prajurit Bala Keselamatan
Berpolitik Praktis (Era Lalu, Kini dan ke Depan);
Khusus untuk pokokbahasan ke 6 (Enam) akan kami coba
bedah lebih detail. Dibandingkan dengan ke 5 (lima ) Sub pokok bahasan
sebelumnya. Secara spesifik pokok bahasan yang Ke 6 (Enam) diurai lagi, atas
sub pokok bahasan: a). Apa dan
bagaimana warga Bala Keselamatan bermain
di arena Politik Praktis era lalu; b).
Warga Bala masa kini, Apakah “Berpolitik” atau “Dipolitisir” ?. Serta mengamati
“Trends Berpolitik Praktis di era yang datang”.Bagaimana dan dimana posisi
Warga Bala Keselamatan Indonesia.
BERPOLITIK PRAKTIS DALAM
ALKITAB
Kita semua yang hadir di lokakarya ini secara berkala membaca
dan mempelajari Kitab Suci secara berkala. Mulai dari ayat demi ayat. Pricope
demi pricope. Pasal demi pasal. Kitab demi kitab. Baik itu dalam Perjanjian
lama maupun dalam Perjanjian Baru. Membaca yang tertulis dan sekaligus
merenungkan apa yang tersirat. Seperti yang kami kemukakan sebelumnya, Kitab
Suci tidak pernah berbicara secara terbuka, untuk membicarakan substansi “Berpolitik
Praktis” itu. Baik didalam cerita–cerita dan kisah-kisah, yang menggambarkan perebutan
kekuasaan, pengaruh atau mandat. Namun
Alkitab juga tidak secara terang-terangan, menolak, membenci dan melarang “Umat”,
bermain dalam ranah politik praktis itu.
Yesus adalah seorang aktivis dan pembaharu politik. Walau
Yesus tidak pernah membentuk Gereja atau Partai Politik, tetapi Yesus
aktif melakukan gerakan moral. Untuk
membaharui, memperbaiki dengan cara-cara damai. Dia pernah mengoyang kemapanan
dan status qua pada zamannya. Selama hidup dan pelayannya di dunia ini, Tiga Setengah
tahun. Dia berjuang tanpa kenal takut menentang pejajahan Romawi dan
Pemerintahan Boneka Romawi yakni Sanhedrin dan Imam Kepala yang diberi wewenang
terbatas memerintah Yahudi di Palestina. Richard Daulay,2013).
Untuk membuktikan assumsi pemikiran itu dan yang tersirat
dalam Perjanjian Lama, Seperti apa dan bagaimana sepak terjang yang dilakukan
Yusuf, Deborah dan Daniel di eranya. Bagaimana “permainan” Ribka sebagai
seorang Ibu dan anaknya yang bungsu Yacob pada satu sisi. Lalu Ishak sebagai
seorang ayah, serta Esau sebagai anak sulung pada sisi lain. Dalam hal untuk membeli
dan mengambil hak Kesulungan itu, dengan cara dan permainan yang tidak fair. Melalui
proses pemberian Berkat dari Sang Ayah. Kita tahu bagaimana Ribka berskenario dengan mengunakan tangan
anaknya, yang bungsu itu merebut ‘Hak
Kesulungan’ kakaknya. Dalam kisah itu digambarkan sadar atau tidak sadar
Ribka telah terjerumus, menjadi seorang Ibu yang berpilih kasih. Melakukan
sesuatu yang berbeda kepada seorang anak, dari ke dua anak kembarnya itu
(Kejadian 27.1–40).
Pada bagian lain, bagaimana Musa Hamba Tuhan itu bersama kakaknya Harun “Bermain”, untuk melepaskan umat Israel, dari perhambaan dan kerja paksa
di Tanah Mesir. Dikisahkan Tuhan mendorong
ke Dua kakak beradik itu, untuk menggiring umat itu keluar menuju Tanah Perjanjian. Walaupun dalam
skanario besar itu, Musa cukup berjasa, namun Hamba Tuhan itu, tidak pernah sampai ke Tanah
Perjanjian itu.
Melalui Kitab Hakim-Hakim kita juga dapat menyimak
bagaimana Simson, “direstui” Tuhan menjelang
berakhir hidupnya. Melalui Doa dan permintaan terakhirnya, Simson masih mampu membunuh
orang-orang Filistin. Tuhan berkenan mendengar permintaan terakhir Simson,yang mampu membunuh banyak musuh-musuhnya itu.
Dimana jumlah yang terbunuh dibabak akhir itu, jauh melebihi yang dibunuhNya, dibandingkan
sebelum Matanya dicungkil oleh musuh-musuh
nya itu. (Hakim-Hakim 17.4 – 31).
UMAT KRISTEN BERPOLITIK DI
BERBAGAI NEGARA.
Masalah ber “Politik” di sejumlah Negara yang penduduknya
mayoritas Kristen, adalah hal yang jamak kita jumpai di belahan Dunia ini. Umat
Kristiani (Protestan dan Katolik), ternyata masih tidak merasa puas, dan senang
dengan kemayoritasannya itu. Walaupun Negeri mereka di Pimpin oleh Pemimpin,
yang seagama dengan warganya.Baik itu para Pemimpin Formal dan Cendekiawan
Kristen tetap saja keinginan,untuk mendirikan Partai yang ber azaskan dan
bernuansa Kristen.
Bagi mereka faham Kekeristenan ini, harus dipaksakan dan
dimasukkan ke dalam faham dan tujuan Bernegara. (Era lalu di era persiapan kemerdekaan, ada juga sekelompok Saudara dan
Tetanga kitadi sebelah, ingin juga melakukan
hal yang sama, dengan memaksakan, 7 (tujuh) kata yang terkenal dan kontroversi,
dalam Piagam Jakarta itu).Di “masukan” dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara atau Bangsa yang akan didirikan itu. Risalah Sidang BPUPKI, 1980). Bahkan
hasrat itu hingga kini masih menjadi agenda dari sebagian “Oknum” sejumlah anak
Negeri. Tentu dengan strategi, bentuk dan cara lain, dalam berpraktek
bernegara.
Sejumlah Negara yang penduduknya mayoritas Kristen. Memiliki
sejumlah atau lebih dari Satu Partai, yang membawa nuansa kekristenan. Semisal saja
di Negeri Spanyol kita mengenal Partai Kristen Uni Demokrat Catalonia. Di
Jerman Ada Partai Kristen Uni Demokrat. Partai Kristen Demokrat di Argentina. Dan
kita kenal Partai Kristen Sosial Demokrat di Brazil. (Wikepeya).
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA.
Jika kita telusuri lebih jauh didalam Undang-Undang Dasar
Tahun 1945, yang Asli dan hasil amandemen sebanyak 4 (empat) Kali itu. UUD cukup
banyak mengatur persoalan, Hak dan Kewajiban Warga Negara. Baik itu yang
tersurat maupun yang tersirat. Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di
dalam dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tiada kecualinya. Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan. Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan Negara. (Pasal 27 Ayat 1,2, dan 3 UUD1945).
Sementara itu terkait dengan Hak Azazi Manusia diatur
dalam Pasal 28. Lalu ketentuan yang
terkait dengan kepercayaan dan keyakinannya itu, diatur dalam ketentuan Pasal
29. Begitu juga terkait dengan hak dan kewajiban Warga Negara dalam
Bela Negara diatur dalam Pasal 30. Sementara soal hak dan
kewajiban untuk memperoleh Pendidikan, dan mempertahankan Budaya, diatur secara
rinci dalam Pasal 31.
Secara khusus terkait substansi “Berpolitik Praktis” dikaitkan
dengan thema diskusi kita hari ini, adalah bagian dari terjemahan ketentuan dalam
Pasal
27 ayat 1. Dimana hak dan kewajiban itu, diatur lebih lanjut dalam dalam
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, Juncto Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
Tentang Partai Politik. Serta Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012, tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ditambah lagi
dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang yang terakhir ini memberi peluang dan
kesempatan yang luas bagi Warga Negara, untuk menjadi orang Nomor Satu dan
Nomor Dua di Daerah.Baik sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur. Calon
Bupati dan Wakil Bupati. Serta Calon Walikota dan Calon Wakil - Walikota. Peluang
dan kesempatan yang berbeda, direzim Orde Baru. Undang-undang yang memberiWarga
Negara bermain, dan mencari peruntungan dilahan yang baru. Itulah antara lainhasil
nyata dari era reformasi,yang kini sudah berjalan 15 tahun.
Sehingga Anak Negeri ini (Sangat mungkin termasuk didalamnya warga Gereja Bala Keselamatan),
terbius dan tergoda serta terpesona, untuk ikut bermain dalam peluang emas itu.
Bermain di lahan dan ladang baru, sekaligus lapangan pekerjaan baru. Hobby baru
yang menyeret-nyeret Gereja dan warga Gereja ikut mabuk kepayang dibuatnya. Itulah
sebabnya sejak Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 serta rencana Pemilu 2014 yang akan
datang, semakin banyak Gereja doyan Ber-Politik,
termasuk dalam Ber-Pemilu di Daerah
Propinsi dan Kabupaten Kota. JS Aritonang,
2013).
PARTAI KRISTEN (PROTESTAN
& KATOLIK).
Sebagaimana kita maklumi bersama Warga Kristen, adalah
juga bagian dari dari Penduduk Nusantara. Jauh sebelum negeri ini merdekadengan
nama Indonesia. Sejak era penjajahan di masa lalu orang Kristen (Protestan dan
Katolik), sudah berjuang dan ikut mengisi cita-cita Kemerdekaan, di negeri
bekas jajahan kolonial Belanda itu. Antara lain orang-orang muda kita,yang
memperoleh kesempatan mengikuti Pendidikan yang di selenggarakan oleh Kalangan
Zending. Baik itu Pendidikan yang bernuansa Katolik dan atau Protestan.
Satu dampak dan hasil Pendidikan ketika itu, mendorong
orang muda terdidik itu , menjadi melek mata untuk menjadi orang Merdeka. Melalui
pendidikan itu tertanam dan terpatri dibenak orang muda, hanya melalui
Kemerdekaan saja Kesejahteraan dan lainnya itu bisa dicapai.
Parakitri T Simbolon, 2006). Sejalan dengan itu orang Muda dan
terpelajar Kristen, ikut berjuang melalui Organisasi Kepemudaan diawalnya. Perjuangan
itu kemudian hari menjalar dan masuk ke struktur Organisasi Partai, yang
bersimbol dan berciri khas Kekeristenan.
Muda Protestan berhimpun dan bergabung dalam Partai
berlambang Pohon Terang, dengan nama beken dan akronim PARKINDO. Partai Kristen Indonesia yang berlambang Pohon
Terang itu. Sementara itu Saudara kita yang Kaum Katolik, berhimpun dibawa
naungan Partai Katolik Indonesia. Partai
yang berlambangkan Hati Manusia, bertuliskan Partai Katolik didalam lingkaran Rosario. Dikemudian hari ke 2 (Dua) Partai bercirikan
Kekeristenan ini, berfusi atau bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia. Dikemudian
hariPartai gabungan berbasis Nasional dan Kristen ini kita kenal dengan,
sebagai Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P).
Sejalan dengan perkembangan “Peta Perpolitikan” di negeri
ini, sejumlah warga Kristen yang tidak puas, dengan posisi orang Kristen yang
berfusi di PDI-P itu berpikir lain. Menjelang Pemilu 2009 lalu, sejumlah
aktivis Kristen mendirikan Partai Baru. Partai yang bernafaskan Kekeristenan “Versi
Baru”. Nama Partai yang mereka lahirkan nama babtis, Partai Damai Sejahtera (PDS).
Dengan harapan mereka mendapat Kedamaian. Dalam berpolitik praktis yang lagi
marak di negeri ini. Sekaligus bermimpi akan ada sejumlah warga Kristen
terpilih. Bercokol dan berdiri tegak dirumah Politik Kristen. Bentuk impian menjadi Senator di Gedung DPR Senayan
itu.
Namun karena tidak memenuhi quota berdasarkan
aturan main, yang berlaku pada Pemilu tahun 2009 lalu. Partai Anyar ini Mati Suri.
Tenggelam diusia Balita di Tingkat Nasional. Sementara itu untuk DI Tingkat Propinsi, Kabupaten dan Kota,
pengikut Partai Baru itu masih bisa menghirup, udara segar sampai pertengahan
tahun 2014 yang akan datang.
Perlu dicatat “Sejarah pahit” bagi Perpolitikan Umat
Kristiani, Partai yang bernuansa Kristen murni, sudah tidak ada lagi di negeri
ini. Sejak Pertengahan Rezim Orde Baru lalu.
Kalaupun ada “Politisi Kristen (Protestan-Katolik)” di Gedung DPR RI,
DPRD Propinsi, Kabupaten dan Kota, adalah bersifat pribadi. Keberadaan mereka
di sana lebih layak disebut, sebagai Individu atau orang per orang. Bukan lagi dalam
arti duduk sepenuhnya, membawa atribut dan panji-panji Kristen dan amanat Umat
Nasrani.
Sementara itu Saudara kita yang Muslim, yang semula hanya
terakomodasi dalam Satu Partai, yang bercirikan dan bernuansa Islam. Kini justru
bertambah menjadi sekurang-kurangnya, 5 (lima) Partai yang bernansa Muslim.
Dari 12 Partai Nasional yang akan bertanding tahun depan.
KPT DI RANAH POLITIK
MORAL
Sebelum kita mendiskusikan lebih jauh tentang Umat
Bala Keselamatan berpolitik baca Prajurit Bala. Coba kita lihat apakah Bala
Keselamatan sebagai Organisasi Gereja tidak terpengaruh dengan Politik Praktis
itu?. Dengan kata lain apakah benar Bala Keselamatan, sebagai Organisasi tidak
terlibat dengan Politik Praktis?. Kita yang hadir diacara lokakarya ini, sangat
faham bahwa Lembaga Gereja Bala
Keselamatan, tidak pernah menjadi Anggota Badan Gereja–Gereja di Indonesia. karena
posisi kita bermitra sejajar denganOrganisasi Gereja itu. Baik di Tingkat
Dunia. Begitu juga di Tingkat Nasional, dalam konteks ini dengan organisasi PGI
(Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia). Maupun dengan KWI (Konperensi Wali
Gereja Indonesia).
Namun dalam posisi
bermitra itu, menurut catatan resmi yang kami peroleh, ternyata Pimpinan
Kantor Pusat Teritori (baca KPT Di Bandung), pernah ikut bermain dan terlibat
dalam berpolitik Praktis. Dimana dan kapan itu terjadi, begitu pertanyaan kita
bukan?. Peristiwa itu terjadi dalam konteks Eksistensi Gereja. Sebagai himpunan
dan penjelmahan Warga Kristen (Protestan
dan Katolik) yang berkeyakinan kepada TuhanNya. Sebagaimana yang kita
yakini, seperti tercantum dalam Pasal 29 UUD Tahun 1945.
Institusi Bala Keselamatan ikut berpartisipasi dalam
hal ” Keprihatinan Bersama” yakni
dalam sikap “Perguruan Kristen di Indonesia”. Sikap ini dituangkan dan
ditandatangani oleh Komisioner Johannes Watilete. Komandan Teritori Indonesia
(ketika Itu).Bersama dengan Pimpinan Aras Nasional lainnya.Peristiwa itu
bertanggal Jakarta 10 Agustus 1999.
Sebelumnya KPT ikut juga menandatangani “Pokok-Pokok
Pikiran tentang Ibadah dan tempat Ibadah”. Peristiwa itu tercatat bertanggal Jakarta 23 Agustus
1990. Pimpinan Bala Keselamatan (Ketika itu) Komisioner Lilian E Adiwinoto dan colonel Victor K Tondi. Komisioner Tondi dikemudian hari, menjadi
Komandan Teritori Indonesia di kali berikutnya. Sikap dan posisi kedua peristiwa
penting dan mendasar itu, tercatat dalam Buku: ”Pesan KENABIAN di Pusaran Zaman”, Dokumen terpilih Seputar
Reformasi dan Isu Sosial Kemasyarakatan. WEINATA SAIRIN, 2007).
Realita ini memberi “Justifikasi” ke Kita para
Prajurit Bala, Ternyata Bala Keselamatan sebagai Organisasi Gereja, disadari
atau tanpa disadari, sudah ikut bermain di Zona Politik Praktis. Karena Tujuan
dan target dari keikut sertaan itu sangat jelas.Yakni ikut serta dan ingin
mendapatkan kekuasaan (Power) dan Pembagian atau distribusi Kekuasaan itu
sendiri. Sama dan sebangun dengan apa yang dimaknai oleh mantan Guru Besar Ilmu
Politik Universitas Indonesia, Prof Miriam Budiardjo diatas.
PRAJURIT BALA
KESELAMATAN BERPOLITIK.
Pertanyaan yang menarik untuk kita didiskusikan siang hari
ini, adalah sejak kapan Prajurit bermain
dalam kanca Politik Praktis di negeri ini?. Kami mencoba mencari tahu sejumlah
Prajurit. yang pernah berpolitik praktis di era lalu. Pencaharian itu
didasarkan berbagai literatur tertulis. Juga melalui diskusi terbatas dan
berkomunikasi jarak jauh. Dengan sejumlah narasumber yang berkompeten, dan
dapat dipertanggungjawabkan. Untuk kali ini kami akan menawarkan kepada kita,
Kisah kehidupan 3 (Tiga) orang politisi, Prajurit Bala Keselatan dinegeri ini. Yaitu
Bolang Ligen Sembiring Meliala,
Tante Dick Tandayu dan Om Natanael
Panginjani Sango. Ketiga Prajurit
pilihan dan militant diatas, sudah bermain Politik Praktis di era lalu. Mereka
adalah orang dipilih dan terpilih, karena ketangguhannya dari para Prajurit
Bala Keselamatan lain di eranya. Kami yakin diantara kita yang hadir siang ini, pernah mendengar dan sangat mungkin kenal secara
pribadi, dengan Satu atau Dua dari tokoh-tokoh diatas.
Kalaupun ada yang belum faham eksistensi beliau-beliau, kinilah
saatnya kita tampilkan. Apa dan Siapa mereka. Agar kita sebagai sesama Prajurit
faham dan mengerti, sepak terjang mereka didunia Politik Praktis itu. Satu
posisi baru yang menjadi , “Hobby dan Kegemaran anak bangsa kita dekade reformasi
ini”. Didalam kanca perpolitikan di negeri kita Indonesia raya ini. KUTIPAN. Pertama
tama ialah Bapak LIGEN SEMBIRING MELIALA (1917-1990). Mantan Ketua Pengurus Cabang
Partai Kristen Indonesia (PARKINDO) Kabupaten Tanah Karo.
Pak Meliala adalah Prajurit Korps Bala Keselamatan, Kaban
Jahe di Sumatera Utara. Menurut catatan yang ada, Pak Meliala cukup lama
bercokol menjadi Anggota DPRD Kabupaten Tanah Karo. Kepiawaian Bolang Meliala, tercatat
Pemilihan Umum Indonesia di Tahun 1955. Kita tahu Negeri ini pada Tahun 1955
itulah mengenal pertama sekali yang namanya Pemilu. Pak Meliala ketika itu sebagai
Pimpinan PARKINDO Tingkat Kabupaten. Sekaligus beliau mencatatkan Partai ini
dapat menjadi pemenang pertama. Mengalahkan Partai Nasional Indonesia (PNI)
Partai yang disegani dan diperhitungkan di negeri ini. Sebagaimana dimaklumi
Tanah Karo, adalah basis dan tambang
suara, Partai yang didirikan dan dibangun Presiden Pertama Indonesia itu.
Untuk mengantisipasi dan mempertahankan Tanah Karo,
sebagai lumbung Suara PNI di Sumatera Utara. Presiden Soekarno tidak
tanggung-tanggung mengirim orang dekat dan kepercayaannya. Menjadi JURKAMNAS alias
Juru Kampanye Nasional (Istilah baku untuk Pemilu dewasa ini). Untuk
memenangkan PNI ditingkat lokal itu. Tahukan kita siapa yang di utus Soekarno,
ke Kabupaten Karo?. Tidak kurang-kurang Utusan Khusus itu, ialah Mr. Ali
Sastroamidjoyo. Salah seorang Tokoh dan Pejuang serta Perintis Kemerdekan kita.
Kita mengenal beliau tercatat, berkali-kali jadi Menteri dan bakan menjadi Perdana
Menteri. Tetapi diakhir pertandingan itu, nyatanya PNI kalah telak. Justru
pemenangnya adalah PARKINDO.Partai yang dikomandoi seorang Prajurit Setia Korps
Kaban Jahe itu.
Lebih menarik lagi untuk disimak dan direnungkan,
kapasitas pribadi Pak Meliala. Dia sebelumnya mampu bersaing, dengan sesame tokoh-tokoh
Kristen di Parkindo era itu. Untuk menjadi Pimpinan Cabang Partai Tingkat
Kabupaten. Sementara itu diketahui dari perbandingan statistik Jemaat, Gereja
Batak Karo Protestan (GBKP) adalah pengikut utama atau mayoritas Parkindo.
Sementara Bala Keselamatan di kota sejuk itu, Jemaatnya kecil dan kalah jauh. Tidak
sebanding dengan GBKP dan Gereja lainnya Kabupaten Karo itu. Payung
Bangun, 1987).
Dalam sejumlah hal
boleh disimpulkan, Prajurit Bala Keselamatan yang Satu ini kalah bersaing.
Kecuali dalam satu hal Pak Meliala, memiliki keunggulan. Kelebihan dan
keistimewaan yang tidak dimiliki, warga Parkindo dari Gereja lainnya. Bagi Pak
Meliala sebutan Prajurit, bukan asal diberi dan didapatkan. Kata Prajurit
memiliki makna, spirit dan semangat yang tidak sembarangan. Sebagai seorang
Prajurit Bala Keselamatan, dia mampu bersaksi dan berbuat serta berprilaku kasih
dalam kesehariannya. Kesaksian yang dilakoni Bolang Meliala, secara terbuka. Namun
dengan penuh kerendahan hati. Sebagai Prajurit Dia Bala Keselamatan dia
menunjukan adanya rasa sikap tanggungjawab sebagai warga Negara dan warga
masyarakat. Dipilih Menjadi Prajurit, 1979).
Saudara ‘Immanuel,
Djendamita dan Dumasari Meliala’ putera Prajurit Setia itu menginfomasikan,
tentang kebanggaan mereka bersaudara. Sebagai anak-anak dengan nilai kasih yang
dimiliki ayah mereka itu. Yaitu Iman dan kesetiaan kepada Gereja Bala Keselamatan.
Beliau juga mendorong anak-anak untuk maju. Begitu juga perhatiannya dengan
orang lain, yang pernah dia kenal dan perlu ditolong. Pak Ligen adalah
motivator handal, bagi banyak orang Kabupaten Karo. Lebih dari itu orangtua
kami ringan tangan, untuk membantu orang lain yang layak di tolong.
Kemudian tokoh Kedua ialah “Politisi Wanita” yang layak dikemukakan,
dalam sesi ini Tante Dick Tandayu (1936 – 2012). Seorang wanita mandiri, yang
berlatar belakang Pendidik. Tante atau Ses Dick, demikian panggilan beliau sehari-hari.
Tante Dick adalah alumni SGB di Palu. Mengikuti jejak ayahanda mereka, yang
kebetulan juga berlatar belakang Guru. Dikemudian hari orang tua mereka juga dikenal,
sebagai pasangan Opsir Perintis Bala Keselamatan. Ses Dick adalah mantan
Anggota DPRD Propinsi Sulutteng. (Ketika itu
wilayah Sulawesi Utara dan daerah Sulawesi Tengah masih bergabung dalam Satu
Propinsi).
Tante Dick Tandayu menjadi Anggota Dewan yang terhormat, di
era awal tahun Enam Puluhan. Ses Dick berasal dari unsur Partai IPKI (Ikatan
Pendukung Kemerdekaan Indonesia). Partai yang dikenal sebagai kumpulan
orang-orang militant. Warga negeri ini yang tetap setia, mendukung kemerdekanan
Negeri yang dikumandangkan tanggal 17 Agustus 1945. Dari rongrongan dan
keinginan perpecahan, dari berbagai faham dan Daerah tertentu masa itu. Warga
kota Manado era itu mengenal beliau, dengan sebutan “Singa Podium”. Gelar
informal yang diberikan kawan dan lawan politiknya. Untuk rasa hormat atas kepiawaian
Tante Dick, berbicara didepan Umum dan Kontituennya.
Di kemudian hari setelah beliau merasa matang dan cukup
pengalamaan, sebagai Senator di Tingkat Regional. Tante Dick Hizrah ke Ibukota Jakarta.
Untuk menjadi Anggota DPR-GR Tahun 1962. Tante Dick menjadi Anggota DPR Termuda
(Ketika itu). Saat menjadi Senator,usia Tante Dick baru 26 Tahun. Karena darah berpolitik
sudah menjadi bagian dari kehidupannya, Ses Dick segera bergabung dan menjadi
Pengurus Pusat, Organisasi Pemuda Pancasila di Ibukota. Ormas Pemuda Panca Sila
adalah Organisasi sayap, Pendukung Utama Partai IPKI ketika itu. Pada tahun
1985 - 2011 Tante Dick, tercatat sebagai “Anggota Dewan Pengurus Pusat
Partai Patriot Pancasila”.Bapak Anton C. Tandayu, 2012)
Tahun lalu ketika Ses
Dick Tandayu “Naik kekemulian Tuhan”, kami turut melayat Jenazah beliau, di Rumah
Duka sebuah Rumah Sakit besar di Jakarta. Jenazah Nya di lawat sejumlah
Pengurus Partai dan Politisi Tingkat Nasional. Saat Jenazahnya disemayankan di jaga ketat, oleh sejumlah Kader Pemuda
Pancasila. Dengan seragam Kebesaran Organisasi Pemuda itu. Begitu juga saat
Mobil Ambulan yang membawa Jenazah itu tiba di Pintu Gerbang, Taman Pemakaman
Elite Sandiago Hill Karawang. Secara sigap Ormas Pemuda Panca Sila, dari Perwakilan
Anak Ranting se Kabupaten Karawang, memikul Peti Jenazah Prajurit Senior Korps
Polonia Jakarta itu. Mayor Sapteno berbisik kepada Kami,
kita yakin Anggota Ormas Pemuda itu,
secara keyakinan adalah Saudara kita dari Sebelah.
Dalam hati kami ketika itu terpikir:“Ternyata Kharisma
seseorang, tidak menjadi masalah dalam hal pengakuan masyarakat dlingkungannya.
Maksud kami keyakinan yang dimiliki seseorang, berbanding lurus dengan kwalitas
dan loyalitas hidupnya kepada sesama. Kemudian seorang rekan prajurit, yang mengenal sepak terjang politisi wanita mandiri ini mengatakan: “Ses Dick adalah
salah satu inisiator, yang berjuang untuk mendapatkan Kintal atau Kavling,
dimana berdiri kokoh bangunan “Panti Asuhan Puteri Bukit Harapan “di
Tengah kota Manado sekarang ini”. Katanya
kepada kami dengan suara pelan dan wajah tertunduk, saat kami ikut
berdiri membentuk bundaran, ketika prosesi pemakaman berlangsung tahun lalu itu.
Tokoh politisi kita yang ketiga adalah Bapak Natanael P.Sango (1928-1995). Sama
dengan Tante Dick terdahulu, NP.Sango adalah Alumni Sekolah Guru. Om Sango adalah
aktifis Gereja dimasa mudanya. Dia adalah organisator dan Kader Parkindo yang handal di Kabupaten
Donggala. Om Sango adalah sahabat dekat Pak Sabam Sirait. Tokoh Nasional mantan
Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Parkindo, dan sekaligus mantan Sekretaris Jenderal
PDI-P itu.
Di era lalu Pak NP Sango, bersama dengan JPH Tarro dan
Sam Masie, menjadi Anggota DPRD Kabupaten Donggala. Mewakili unsure Partai
Kristen Indonesia. Budget Sango 2013). Om Nataniel adalah politisi yang punya
prinsip dalam bertindak dan berbuat.Itu sebabnya ketika tertentu ada pihak yang
kurang, senang dengan dia. Prinsip, rel Partai, dia pegang dan jalankan dengan
teguh.
Dua orang rekan Prajurit yang berdomisili di Kulawi dan
Palolo, yang pernah mengenal dan tahu sepak terjang Om kita yang satu ini, menginfokan kepada kami : “Om Nataniel adalah salah
seorang penggagas, untuk pemberian nama sebuah Jalan di Kota Palu
dengan nama Jalan “Woodward”. Untuk mengenang dan menaruh hormat untuk Perintis
Bala Keselamatan di Dataran Pipikoro. Guru Gerson Moerdekai 2012).
Dikemudian hari kita juga mengenal Nama sebuah “Rumah Sakit Bala Keselamatan”
dengan nama yang sama, dengan nama jalan itu. Pemberian warga Bala Keselamatan,
sebagai bagian rasa hormat untuk mengenang “Rasul Lokal” orang Kantewu itu.
Sementara itu Guru Senior yang kedua menyampaikan ke kami
dengan kesempatan yang berbeda, dengan substansi yang sama:“Om Sango
adalah inisiator dan penggagas, untuk
Penempatan Guru Bantu di era Orde Lama. Saat terjadi Krisis Guru Sekolah
Dasar di pedalaman Negeri ini. Kemudian hari dengan penempatan Guru Negeri,
yang diangkat dan ditempatkan Pemerintah
dikemudian hari”. Saya adalah salah satu saksi hidup, untuk loyalitas Om Sango.
Untuk ikut serta memajukan Pendidikan Bala Keselamatan. Di seantero eks
Kecamatan Kulawi katanya mantap. Guru Jore Pamey, 2013).
Semua Realita Keikutsertaan Pimpinan kita di KPT Bandung
dan kisah perjalanan singkat dan ketokohan, ketiga politisi tersebut diatas, adalah
bagian yang berkorelasi dan terkait apa yang kita rayakan di tahun 2013 ini. Sebagai
bagian dari perjalanan Sejarah Perpolitikan di Tingkat Lokal dan Regional serta
Nasional. Suatu hal yang pernah dilakukan oleh pendahulu kita itu. Sekaligus merupakan karya nyata Perjuangan Darah dan
Api Bala Keselamatan di Bumi Tadulako ini.
Sub Judul ini agak
mengelitik perasaan saya, kata seorang rekan Prajurit. Saat Naskah Anatoni
Makalah ini, kami diskusikan di Korps kami. Kok judul nya agak nyeleneh dan
propokatif. Kami hanya senyum merespons klarifikasi rekan itu. Dari angka dan
data, sebagaimana kita ketahui dan fahami, Sulawesi Tengah dan Barat adalah
basis terbesar Bala Keselamatan di teritori kita.Statistik yang dikeluarkan
Kantor Pusat Teritori, menggambarkan dari 7 (tujuh) dan Divisi dan Distrik yang
langsung bertanggungjawab ke KPT 4 (Empat) Divisi Besar di Sulawesi Tengah dan Sulawesi
Barat ini. Bukan hanya sekadar jumlah Divisi lebih banyak. Tetapi juga jumlah Korps
atau Gereja. Serta rata-rata Prajurit yang menjadi anggota jemaat terdaftar di
Korps juga lebih banyak.Posisi itu secara kwantitas mengalahkan 3 (Tiga)
Divisi, dan Distrik yang langsung berada dibawah Pengawasan KPT Bandung.
Mari kita amati apa yang terjadi di Sulawesi Tengah. Secara
Warga Bala Keselamatan, tersebar di Kabupaten Donggala, Kabupaten Parimo,
Kabupaten Poso, Kota Palu dan Kabupaten Sigi. Namun ironisnya di Tingkat Propinsi tidak ada seorangpun,
Prajurit Bala Keselamatan yang menjadi Anggota Dewan. Hal ini berkorelasi
dengan posisi yang sama di Kota Palu, sebagai Ibukota Propinsi. Di Kota ini
juga nyaris, ada wakil kita di Wilayah kota. Lebih soe lagi kata seorang
sahabat. Dikabupaten Donggala, tidak ada Wakil Bala Keselamatan. Posisinya
nihil juga. Padahal kita tahu di wilayah ini,seabad lalu pertama sekali berdiri
Bala Keselamatan. Rekan itu menjadi gundah dan bertanya : Jangan-jangan posisi
warga kita yang banyak di Sulawesi Tengah ini,”Semu” katanya dengan nama bertanya. John Tondi,2013)
Coba kita amati secara mendalam di Kabupaten Sigi.
Sebagai Kabupaten Baru, hasil pemekaran era reformasi ini. Penduduk Kabupaten
ini pada Tahun 2011, terbagi atas 62,17 % pemeluk Agama Muslim.
Sementara itu warga yang beragama Kristen (Protestant dan Katolik),
komposisinya 36,90 %. Jika kita amati dengan kasatmata, dari penganut
Kristen ini yang paling dominan adalah warga Bala Keselamatan. Itu bisa diamati
dari Statistik Gedung Gereja, sebanyak 313 buah Gereja.Lalu dikaitkan
dengan komposisi Anggota Dewan, di Kabupaten Sigi yang berjumlah 30 Orang.Kabupaten
Sigi Dalam Angka, 2011). Dari perbandingan penganut dan pengikut Ke2 (Dua)
Agama besar diatas. Komposisinya Anggota Dewan memang agak valid, yaitu 9
(Sembilan) Orang beragama. Namun yang mewakili unsure warga BalaKeselamatan
hanya 3 (Tiga) Orang. Nolly Mua 2013).
Kemudian kita jabarkan lebih dalam, dari sejumlah Anggota
Dewan yang duduk diatas. Pertanyaan sederhananya: Berapa orang Wakil Umat atau
Prajurit Bala?. Terlepas Wakil yang duduk saat ini, pakai Perahu atau Bendera
Partai Politik yang banyak itu. Kami tidak mempersoalkan,apakah Saudara-saudara
masuk dan berada pada barisan Partai, yang ada berkibar saat ini. Ternyata
hasilnya tidak dan belum, menggambarkan nominasi warga
Bala Keselamatan. Posisi kita sebagai bagian, yang selayaknya diperhitungkan. Baik
secara kwantitatif dan kwalitatif, dari data dan fakta yang ada dilapangan. Sebagai
sesama Prajurit kami mau mengajak kita berpikir sejenak. Apakah kita kedepan
masih berpola pikir dalam memilih anggota DPRD berdasarkan Bendera Partai yang
Banyak itu. Bukankah kita mencoba memilih Mereka, berdasarkan kedekatan
emosional dan kesamaan Gereja. Bukankah kita perlu mempertimbangkan, factor
Daerah Pemilihan (DAPIL), dikaitkan
dengan Jumlah Quota yang tersedia. Mari kita berpikir bahwa Partai itu, ibarat
Perahu. Kelengkapan dan fasilitas yang kita akan kita gunakan, untuk bisa menyebrangkan kita ketujuan
selanjutnya. Partai adalah sarana, dan bukan tujuan. Apalagi menjadi target
kita, didalam memasuki dan memilih sebuah Partai Politik.
Mari kita simak dan renungkan dalam-dalam dengan pikiran yang
jernih, dan Hati yang tenang. Bagaimana strategi dan kiat-kiat kesuksesan, yang
dilakukan Saudara kita di Sulawesi Selatan. Pada priode Pemilu 2004 lalu, dari
4 (Empat) orang Senator DPD (Dewan Perwakilan Daerah), yang mencakup dan
mewakili 23 (Dua Puluh Tiga) Kabupaten dan kota, di Propinsi Sulawesi Selatan
itu. Hasilnya sangat fantastis ternyata 2(Dua) Orang, dari Perwakilan DPD
Sulawesi Selatan, berasal dari Etnis
Suku Toraja. Sementara 2 (Dua) orang Senator sisanya mewakili 3 (Tiga)
Etnis dan Suku besar disana. Yakni Suku Bugis, Makaasar dan Mandar. Wajah
DPR dan DPD 2004 – 2009, Kompas Gramedia 2005).
Maksud kami coba Saudaraku berpikir dengan Sistem “DAPIL
(Daerah Pemilihan)”, yang diberlakukan dalam aturan Pemilu dewasa ini. Kiranya
Saudara selaku Tokoh masyarakat, Cerdik Pandai dan Anutan warga Bala
Keselamatan, melihat dari perfektif lain. Calon Wakil yang sementara masuk
dalam DCS dan DCT itu. Lihat siapa diantara mereka, yang layak “kita sepakati”untuk
diseleksi dan dipilih. Untuk dipercayai,
duduk di Lembaga Legislatif itu. Sesuai dengan “Batas Quota Maksimum” yang tersedia. Coba dilepaskan pendekatan Memilih
Partai,yang berwarna warni itu. Tetapi
memilih seseorang Wakil Bala Keselamatan.Berdasarkan Kwalitas dan Pendekatan
kebathinan.Sebagai sesama warga Bala Keselamatan di wilayah ini.
TRENDS BERPOLITIK KE DEPAN.
Jikalau Tahun 2013 ini adalah Tahun Politik. Maka
prediksi kami untuk lima tahun ke depan, dan mungkin untuk beberapa dekade lagi.
Persoalan Politik Praktis ini semakin menjadi-jadi dalam sendi kehidupan kita
berbangsa. Berpolitik kedepan akan menjadi Hobby yang terstruktur. Akan
dipatentkan sebagian anak negeri ini, dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya
sekadar hobby, tetapi menjadi lapangan pekerjaan baru. Menarik dan merangsang
banyak orang. Berpolitik akan mengalahkan dan meninggalkan, pilihan lapangan
pekerjaan dan profesi terhormat lainnya. Pada sisi lain indikasinya, aturan perundang-undangan
yang ada, sudah mendukung untuk kecenderungan itu. Sujiwo Tejo, 2013 .
Coba kita amati dalam Undang-Undang Partai Politik diatas,
sangat fleksibel dan luwes. Disana disebutkan sekurang-kurangnya, cukup 50
(Lima Puluh) Orang saja. Dan berusia 21 Tahun, sudah boleh mendirikan
sebuah Partai Baru. (Kata seorang pengamat lebih muda buat Partai, dari pada mendirikan
Perseroan Terbatas). Didalam UU itu juga tidak dibatasi, jumlah Partai yang
ideal di Negeri ini.Dalam istilah ilmu pasti, tidak tak terhingga. Orang yang boleh
ikut mendirikan Partai Baru, tidak diatur tentang Hak dan Kewajiban serta Larangan
yang harusnya disepakati. Itulah sebabnya Prilaku
kutu Lompat, dan berganti Baju Kebesaran Partai dapat dilakukan anak bangsa ini
sesuka hati. Tanpa memperhatikan Etika dan azas kepatutan serta Sopan
Santun, dalam berpartai dan bermain Politik Praktis: Mendambakan Negarawan, Media Indonesia
2 September 2013)
Pendirian Partai Politik didalam Undang-undang itu juga agak
irrasional. Tidak lagi mengikuti falsafah yang essesial, dalam konteks hakekat dan
pengertian kata memilih itu. Tidak rasional lagi menurut jalan akal dan pikiran
yang normal. Dalam memilih ada makna keterbatasan. Terbatas dalam berbagai hal dan dimensi. Bukan tidak tak terbatas, seperti yang kita
lakukan selama ini, dalam berpolitik Praktis.
Coba kita maknai pengeritian yang universal di dunia ini.Tentang
Dua hal tentang sesuatu yang rasional. Pertama:
Tuhan dalam menciptakan manusia, dan memilik jari-jari di Tangan. Masing-masing
5 (lima) Jari-jari. Jika di total menjadi hanya 10 Jari saja. Diluar jumlah itu
tidak dan kurang normal. Tuhan menetapkan sejumlah itu, ada maksud dan
tujuannya. Mengapa harus Sepuluh, bukan misalnya ada yang 12, 14, 15 dan 17
misalnya. Mari kita maknai dan renungkan
posisi jari-jari itu dalam hidup ini. Kedua:
Di seluruh negeri dimuka bumi ini, yang namanya 1(Satu) Regu itu, Maximal
Sepuluh Orang. Lebih dari itu tidak lazim. Namun kurang dari jumlah itu boleh .Tentu
disetujui berdasarkan kesepakatan bersama. Tentu
pertanyaannya mengapa Satu Regu maximal Sepuluh orang ?. Kan begitu bukan. Jawabnya
sangat ringkas, sederhana dan rasional. Karena berdasarkan hasil Penelitian
para “Ahli Organisasi”. Ternyata manusia normal itu, hanya mampu mengendalikan maximal
sejumlah itu saja. Duta Wacana, 1990).
Semisal Pemimpin Satu kelompok yang normal hanya bisa mengawasi
sesuatu, tidak lebih dari jumlah itu. Begitu juga daya serap otak manusia normal.
Kemampuan daya serap untuk menganalisa, sesuatu masalah demikian juga adanya. Tentu
semua hal itu dalam kurun waktu yang ditentukan itu. Termasuk daya terima dan
memilih sesuatu dengan maximal sejumlah itu. Semakin sedikit atau kurang dari
itu, hasilnya lebih baik dan lebih optimal. Demikian pernyataan dari hasil
penelitian yang baku dan universal itu. Horas Mauliate.
*** Narasumber adalah Purnabakti
Birokrat, Pemerhati Masalah2 Sosial Kemasyarakatan, Pendidikan S1 STIA-LAN,
Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Teologie Jakarta dan Prajurit Korps Jelambar
Jakarta Barat.
DAFTAR BUKU BACAAN
1.
Alkitab Terjemahan Baru. Lembaga Alkitab Indonesia 1974.
2.
Payung
Bangun, Melanchton Siregar, Pendidik dan Pejuang. Jakarta. 1987.
3.
Dari
60 ke 60, Jan Sihar Aritonang, Jakarta. 2013
4.
Kristen
dan Politik, Richard Daulay. 2007
5.
Politik
Kristen di Indonesia Suatu Tinjauan Etis, Saud Sirait. Jakarta. 2012
6.
Kabupaten
Sigi dalam Angka, Palu. 2011
7.
Berbicara
Tentang Agama, Pemerintah, dan Pembangunan, Ben Mboi. Kupang. 2009
8.
Pemberdayaan
Untuk Rekonsiliasi. Duta Wacana. Universitas Pers. 1999
9.
Ngawur
Karena Benar, Sudjiwo Tejo. 2012
10.
Agama
Manusia, Huston Smith. Jakarta. 2004
11.
Dari
Buku Ke Buku, P. Swantoro. Jakarta. 2012
12.
Risalah
Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Jakarta. 1995
13.
Gereja
dan Gereja, Apa dan Bagaimana, Martin D. Dainton. Jakarta. 2002
14.
Seratus
Satu Tanya Jawab Tentang Gereja, Richard PM Brien. Jakarta. 2013
15.
Agama
Dalam Kehidupan Manusia, Burhanudin Agus. Jakarta, 2006
16.
Hidup
Tanpa Ijazah, Ajid Rosidi. Jakarta. 2008
17.
Menjadi
Indonesia, Parakitri T. Simbolon. Jakarta. 2006
18.
Permaian
Kekuasaan, Rahman Arge. Jakarta. 2008
19.
Doktrin
Bala Keselamatan. Bandung. 1981
20.
Perintah
dan Aturan Bagi Opsir Bala Keselamatan. Bandung. 1978
21.
Dipilih
Menjadi Prajurit. Bandung. 1979
22.
Pesan-pesan
KENABIAN Di Pusaran Zaman, Weinata Sairin. Jakarta. 2001
23.
Manusia
Indonesia, Mochtar Lubis. Jakarta. 1977.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar