PAK
DASUKI
Sebagaimana layaknya taman kota , Taman Monas juga memiliki
sejumlah petugas lapangan. Petugas yang sehari-hari melaksanankan pekerjaannnya
membersihkan dan menjaga keindahan Taman Kota itu. Untuk sesi ini saya tidak
berbicara kepada anda apakah upah dan atau
pendapatan mereka berada di atas atau di bawah UMR Propinsi . Juga tidak
mendiskusikan tentang status mereka,
sebagai pekerja tetap atau buruh kontrak
lepas. Karena terkait dengan permasalahan perburuhan, bukanlah kapasitas dan kompetensi saya untuk
menjelaskannya. Sangat tepat saudara klarifikasi, kepada Menteri Tenaga Kerja. Tetapi saya hanya mau berbagi cerita tentang seorang rakyat kecil, yang menjadi mitra kami
di Taman kota
itu.Seorang anak negeri ini yang setiap
pagi bekerja disana. Sebagai tenaga buruh kasar,petugas lapangan di lingkungan
fasilitas umum itu. Cerita dari bagian intraksi langsung dari seorang rekan
kami.Yaitu hubungan antara dua orang anak bangsa yang saling membutuhkan dan
saling mengisi.
Nama
petugas lapangan itu Pak Dasuki. Usianya
diatas lima puluh tahunan. Dia bekerja sebagai tenaga
kebersihan di Taman Kota itu. Wilayah Kerjanya, berada di bagian Selatan dari Taman Monas
itu. Bagian Selatan adalah yang berada di bagian depan, taman kota itu, jika
kita datang dari arah Balai Kota. Sehari-hari pengamatan kami Pak Dasuki,
bekerja dengan riang, menyapu dan membersihkan, Taman Kota yang menjadi
kewajiban dan tanggungjawabnya. Dia bekerja dengan sepenuh hati dan iklas
menerima nasib hidup, yang semakin keras di tengah himpitan kehidupan ini.
Begitulah amatan kami tentang keseharian anak bangsa itu.
Jika
kami berpapasan disekitar dia bekerja, pastilah Pak Dasuki dengan senyuman yang khasnya, menyambut kami.
Kadang kala dengan sedikit sapaan basa basi. Dengan mengucapkan Selamat pagi,
dan bentuk gerakan tubuh lainnya. Wajah yang penuh persahabatan,
menyambut kami rombongan kecil kami. Saya pikir bukan hanya kepada rombongan kami saja, tetapi kepada komunitas lain
juga dia lakukan hal yang sama. Karena keramahan dan keluwesan dari Pak Dasuki
itu, tidak kuran, sekali-kali saya amati ada teman yang memberikan Tips
kepadanya. Baik berupa sejumlah uang dan atau bingkisan. Biasanya jawaban dari
kegembiraan pak Dasuki hanya dibayar nya dengan senyuman khasnya itu. Karena hanya
itulah yang dia miliki dan bisa ia berikan. Kepada sesama makluk hidup yang
lalu lalang, di pagi hari sekitar Taman kota Jakarta yang termashur ke seantero
negeri ini.
Sementara
Dokter Labarons rekan kami, tidak memberikan tips seperti rekan-rekan yang lain.
Tetapi dengan kapasitasnya sebagai seorang dokter, dia membantu Pak Dasuki.
Bantuan dan pertolongan yang dibutuhkan, seseorang dalam hal obat-obatan. Dengan cara memberikan sejumlah obat, yang
dibutuhkan warga yang rajin dan bersahaja itu. Bukan memberi resep untuk
ditebus di Apotik. Karena secara ekonomi, itu menyulitkan kemampuan keuangan
sahabat kami itu. Karena kami sadar nasib kehidupan Pak Dasuki, tidak seperti
kami. Dia adalah bagian dari masyarakat marjinal di Ibukota
ini. Tentu obat-obat dimaksud, sesuai dengan diskusi dan diagnosa singkat pada
saat ketemu suatu pagi. Biasanya besok paginya, Dokter Labarons membawa dan
memberi obat yang sesuai, dengan keluhan Pak Dasuki sehari sebelumnya. Tentu
dengan catatan Pak Dasuki, tidak perlu
membayar biaya obat itu alias gratis.
Bagi
Pak Dokter rekan kami itu, cukup lah dibayar oleh Bapak yang memliki 4 (empat)orang
anak itu, dengan bekerja rajin, membersihkan taman kami berjogging ria itu.Tidak
lebih dan tidak kurang. Karya yang diamini dan diiyakan, Pak Rene rekan saya
yang lain. Begitulah antara lain bentuk kepedulian diantara kami, yang berolah
raga pagi di Monas itu kepada sejumlah anak bangsa, yang menjadi mitra kami
disana. Kami yang menikmati fasilitas taman kota dengan berolah raga. Mereka yang
mengurus taman, dimana kami boleh menikmati kebersihan dan keindahan Taman Kota
itu.
Suatu
pagi Dokter Labarons mengatakan ke Pak Dasuki dengan pesan yang agak rumor, ”Pak Dasuki harus sehat, jangan cepat mati
ya, nanti tidak ada yang membersihkan dan urus Taman Monas ini”. Lalu
dijawab oleh Pak Dasuki dengan sederetan kata yang singkat namun penuh makna, ”Pak
Dokter, saya masih mau hidup lebih lama lagi, menikmati pemberiaan yang diatas
sana katanya sambil menengadah ”. Sambil berjalan saya tanyakan
kepada Pak Dokter sahabat saya kental itu, kira-kira apa maksudnya mengatakan
kalimat itu. Dengan rileks dan santai Dokter konsultan gratis kesehatan kami
itu mengatakan ”Kalau Pak Dasuki duluan dipanggil Tuhan, taman ini akan menjadi lebih tidak
terurus lagi, dan akan semakin kotor. Karena amatan saya dari seluruh
petugas lapangan, yang ada disini Pak Dasuki Nomor Satu”, katanya sambil mengacungkan
jempolnya. Begitulah penilaian Pak Dokter. Saya setuju dengan amatan Pak Dokter
itu ada benarnya. Memang amatan kami sepintas
Pak Dasuki mengerjakan pekerjaannya, dengan tulus dan nerimo hidup yang semakin
keras di Ibukota Negeri ini. Tentu anda pun memiliki warga yang jujur dan bersahaja seperti Pak Dasuki, Di Taman Kota anda bukan?.Bagaimana pandangan saudara. Sukses untuk anda, {N. Kristian Nainggolan }.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar