OMPUNG DOLI & KUA
FU.
Menjadi
kurang lengkap dan kurang afdol rasanya,
jika berbicara fasilitas kota
seperti Taman Monas, tidak menyinggug pemanfaatan fasilitas Taman Monas dari presfektif
lain. Penggunaan taman kota itu, untuk yang bersifat sangat pribadi.
Melengkapi pandangan mata saya, tentang Taman Monas di pagi hari, tentu
anda tidak akan keberatan, jika saya sodorkan apa yang saya lihat dan amati
dari sisi lain. Bagaimana taman kebanggaan warga Jakarta ini, memanfaatkannya dari presfektif “perselingkuhan”. Kalau anda
agak keberatan boleh juga dianologikan dengan dunia kencan, kata orang yang
berjiwa muda. Sebab berbicara tentang taman kota, rasa2nya, nggak lengkap jika
titik pandang kita tidak sampai kesana. Kata
rekan saya Pak Robby, makan yang enak
sekalipun akan hambar jika, tidak di beri Garam yang cukup. Karena
perlingkuhan adalah bicara sisi lain perilaku
kaum Adam dan Hawa. Bagian yang tidak
terpisahkan dari bagian kehidupan manis dan pahit manusia. Termasuk diantara kami
warga yang menjadi pelanggan tetap, dari
taman kota tersebut.
Mari kita
mulai. Seorang rekan kami kebetulan berasal satu suku dengan saya. Keberadaan
rekan ini, sekali-kali menjadi bagian topik
diskusi kami di pagi hari itu. Sama
dengan hikayat seribu satu malam, begitulah arah dan thema cerita pagi kami
mengalir begitu saja. Apa topik dan
thema tidak terikat. Siapa yang membuka awal pembicaraan juga bebas dan apakah
pembicaraan tuntas atau perlu di diskusikan hingga tuntas atau tidak sangat tergantung
mood kami saja. Sebut saja fam atau marganya Bapak Marganda. Usiannya sudah
relatif matang, kira-kira diatas 60 tahunan. Fostur tubuhnya atletis, berisi dan
tampang penampilannya. Kulitnya agak kehitam-hitaman. Dari jauh kulitnya mirip
kulit Saudara-saudara kita dari Nusa Tenggara Timur. Dia senang pakai celana
pendek, dipadu dengan baju kaos atau hem yang sesuai pasangan warna celana olah
raganya itu. Sepatu olah raganya juga kwalitasnya baik, harmonis serasi kelihatannya.
Ditambah lagi ukuran tubuhnya gempal. Dilengkapi
dengan sebuah Handuk kecil yang dipasangkan di leher dan atau di kantongi di
celana pendeknya. Dimana sebagian berada di luar, sehingga terlihat terurai di luar begitulah adanya.
Langkahnya relatif cepat dan teratur kelihatannya.
Dari wajah dan penampilannya terkesan bagi saya rekan ini, pastilah pemuda idola
dimasa mudanya. Sangat mungkin dia berprinsip,
umur boleh lanjut. Tetapi jiwa harus tetap muda. Setiap hari dia berjalan,
mengelilingi putaran tengah atau putaran luar Taman Kota itu. Dari usianya
sebagaimana biasanya, orang seperti dia itu sudah tepat dan pantas disebut
Ompung. Ungkapan bagi seorang lelaki yang sudah berumah tangga dan usianya
cukup matang. Secara spesifik orang Tapanuli menyebutnya Ompung Doli. Mungkin sama
lah itu sebutan Mbah Kakung, dalam
sebutan bahasa, Pak Herrry rekan saya yang berasal dari Suku Jawa Timuran itu.
Si Ompung Dolli ini bersahabat dekat dengan seorang Ibu
diatas paruh baya. Seorang wanita yang keturunan Tionghoa. Wanita ini dalam
sebutan bahasa Mandarin menurut Pak Aheng ke saya, sudah layak di sebut KUA FU.
Seorang Wanita setengah umur.
Belum terlalu jelas apakah rekan wanita kami ini, masih berstatus ber suami
atau sudah bercerai. Namun yang pasti wanita ini, adalah sabahat special dari rekan kami si Ompung Doli itu. Kami belum
dan tidak tahu persis mereka berdua berdomisi, disekitar mana di Ibukota ini.
Menurut rekan saya Pak Julius, bahwa wanita si KUA FU ini, adik dari rekan bisnis
si ompung ini sebelumnya. Tetapi bagaimana awal perkenalan dan hubungan mesra
mereka saya kurang faham betul. Hanya saja amatan kami sementara, mereka hampir
setiap pagi pasti bertemu secara rutin. Biasanya diawal pagi mereka datang dan berjalan
sendiri-sendiri. Dua atau tiga putaran, barulah mereka bersua dan berjalan
cepat bersama sama. Biasanya pertemuan pagi itu, di mulai dengan sapaan ciuman pipi. Serta dilanjutkan
berjalan berdua dan seterusnya. Begitulah setiap pagi mereka bertemu ria,
secara kasatmata dalam amatan kami. Apa yang mereka sepakati, setelah selesai
ber olah raga ria di Taman itu, kami tidak tahu dan tidak mau tahu lagi. Itu
urusan perivasi dari setiap warga kota.
Hanya saja bagi saya si Ompung Doli ini, terkesan menutup diri ke
rombongan atau kelompok kami. Utamanya dengan saya peribadi, mungkin dia agak menjaga jarak dengan saya, (Ini hanya assumsi dan perasaan saya semata
saja). Kemesraan mereka kadang jadi topik pembicaraan, diantara kelompok2
kami saat ber olah raga ria di taman
itu. Pak Togar seorang rekan saya yang
kebetulan satu suku dengan saya mengatakan, dalam bahasa Daerah : Onma na di dokkon, ama-ama nasotarpareso
dohot ina-ina na so tarpincang. Kira2 dalam bahasa Melayu diartikan sebagai
seorang ayah yang suka berselingkuh dan seorang Ibu yang tidak jujur kepada
suami dan anak2nya.
Terlepas dari apapun dampak ikutannya,
ternyata fasilitas seperti Taman Monas ini, disamping cocok
mengisi waktu untuk berolah raga di pagi hari. Taman kota ini ideal
juga untuk ber curat hati, bagi sebagian warga kotanya. Bukan hanya kalangan
remaja yang memanfaatkannya. Tetapi kalangan yang sudah uzur pun melakukannya. Terlepas dari persoalan apakah mereka satu
muhrim atau tidak. Bagaimana pandangan anda terhadap komunikasi intens, dari
dua makluk Tuhan yang berlainan jenis itu. Anda sajalah yang merekah-rekahnya.
Sukses untuk anda. {N. Kristian Nainggolan }.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar