DO’A CEPAT MATI ?.
Seorang
sahabat lama meminta kami untuk menuliskan artikel, tentang Kunjungan Rumah. Rekan
lama itu ingin tahu, bagaimana kunjungan rumah di lakukan, oleh para Pendeta Gereja
Bala Keselamatan. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam pengembalaan
jemaat. Kebetulan rekan itu menjadi
Penatua, di sebuah Gereja Besar di Ibukota.
Sebuah Denominasi atau Sinode yang jemaatnya banyak dan diperhitungkan
di negeri ini.
Pada
sisi lain kegiatan seperti itu, tuturnya belum menjadi bagian inti, dalam
pelayanan di gereja dan Sinode rekan itu. Kami kurang tahu persis, bagaimana
gambaran kunjungan rumah dipikirannya. Penulis mencoba menyimak dan mereka-reka
saja, apa yang diibayangkan dan yang ada di hati rekan seiman itu. Apakah sama dan sebangun, dengan yang ada dibenak
kami wallahualam.
Untuk
memenuhi pesanan rekan itu, penulis
mencoba menggambarkan kunjungan ke rumah, sebagaimana kelaziman di Gereja kami .
Dilingkungan Gereja yang secara Internasional, dikenal dengan nama dan sebutan The Salvaltion Army. Di Indonesia
gereja kami, resmi terdaftar di Departemen Agama, sebagai Gereja Bala
Keselamatan di Indonesia. Berbagai pihak menyingkatnya dengan sebutan Gereja
Bala.
Mengingat
penulis bukan Pendeta dan atau sebutan lain, maka penulis hanya memposisikan
diri dalam menyarikan pengalaman lapangan dari sejumlah Opsir Bala
Keselamatan. Sebutan Pendeta, Hamba Tuhan atau Gembala Sidang, di lingkungan Gereja
anda. Tentu saja gambaran yang dpresentasikan dalam artikel ini, adalah realita
keseharian yang nyata dan benar-benar di alami dan di temui para Pendeta kami
itu dilapangan. Khususnya dalam pelayanan mereka. Merupakan dinamika pelayanan yang hidup, dalam Kunjungan
ke rumah jemaat. Di berbagai wilayah, pelayanan, baik di tengah pelayanan perkotaan dan di
desa-desa. Termasuk di daerah yang tertinggal dan sulit di jangkau oleh
berbagai pihak. Serta tersebar di 22
Propinsi di nusantara ini.
Sebelum
terlalu jauh diskusi tentang Kunjungan Rumah itu. Sepintas penulis memberi gambaran singkat kunjungan rumah, kepada
para simpatisan dan sahabat Bala yang kekasih. Kunjungan rumah adalah pelayanan yang spesifik, unik dan khas serta wajib di pertahankan, dalam
tradisi Gereja Bala. Kegiatan yang sama hingga saat ini, dilaksanakan di 122 Negara, dimana Gereja Bala melayani. Itulah sebabnya pelayanan kunjungan rumah,
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari berbagai Kegiatan keseharian Pendeta
di Gereja Bala. Indikator kesuksesan
seorang Gembala yang baik, antara lain diukur dari frekwensi kunjungan ke Rumah
warga atau jemaat Nya.
Karena
Kegiatan itu sejalan dengan pengembalaan yang baik sebagaimana dituliskan: Bersukacitalah bersama dengan Aku, sebab
dombaku yang hilang itu telah kutemukan. {Lukas 15 Ayat 6.b]. Gembala yang
baik adalah gembala mengenal, kawanan Domba yang digembalakannya. Mengenal
seorang atau sekeluarga jemaat, tidak cukup hanya sekadar ketemu dan berintraksi
di Gereja saja. Dan atau di acara-acara
resmi, yang terkait dengan pelayanan pastoral. Tetapi seseorang Pendeta di
Gereja Bala, dituntut lebih jauh dari itu. Sedapatnya Opsir seyogyanya, faham,
tahu dan kenal kondisi kehidupan Jemaatnya
sehari-hari.
Melalui
Kunjungan ke rumah Jemaat, diharapkan banyak hal yang diperoleh kedua belak
Pihak. Baik yang melayani, apalagi yang terlayani. Melalui kunjungan rumah, diharapkan
akan terbangun sinergie Rohani, dan hubungan emosional yang lebih erat. Disamping
rasa memiliki dan kebersamaan dalam keluarga besar, dimana seseorang atau sekeluarga
terdaftar menjadi jemaat.
Selanjutnya ada pengalaman yang begitu
menarik. Tidak kurang juga ada membuat
hati kecut. Ada yang agak lucu dan mengelihkan hati.Tetapi tidak terlalu salah
dikatakan ada yang agak konyol. Semua pengalaman indah itu membuat semakin
hidup, dinamika pelayanan para pendeta itu. Didalam memenuhi perjanjian dan keputusan mereka dalam melayani Tuhan disepanjang hidupnya.
Mari
kita lihat kisah dan pengalaman para Hamba Tuhan Itu sebagai berikut: Pertama, seorang menuliskan
begini: Kami pernah melayani di Pedalaman Kalimantan Timur. Jemaat kami menyediakan air mentah sebagai air
minum. Air yang diambil dari pinggir Rumah, diatas Sungai Mahakam yang besar
itu. Sebagai seorang yang berasal dan besar di Jawa, kami tidak terbiasa dengan cara itu. Di minum atau
tidak, kata kami dalam hati . Dengan berdoa,
didalam Nama Tuhan Yesus. Dengan mata tertutup kami minum air, yang disediakan
jemaat kami itu. Karena banyak rekan sepelayanan tidak mau meminumnya. Takut kalau jadi Sakit Perut. Tetapi hingga
kini kami tetap sehat. Karena Tuhan itu maha baik, senantiasa menyertai pelayanan kami hingga kini.
Kedua,
seorang Hamba Tuhan yang lain menuturkan: Di acara kunjungan Rumah, biasanya disediakan
minuman berupa Teh atau Kopi. Kebetulan sore itu kami di jamu dengan Minum Teh. Sebenarnya air teh itu tidak panas. Tetapi
karena banyak Semut, setiap mau minum terpaksa, kami harus tiup-tiup dahulu.
Agar binatang jenis serangga itu, tidak
ikut ketelan masuk ke dalam Perut.
Ketiga, seorang Pendeta Muda, berbagi
pengalaman: Kadangkala ketika kita kunjungan, yang di kunjungi se olah-olah
tidak siap. Atau merasa agak terganggu
dengan kesibukannya. Padahal sudah kita umumkan sebelumnya. Namun kebanyakan
dari Jemaat senang di kunjungi, karena merasa diperhatikan. Bahkan kunjungan
itu merupakan Suprise bagi mereka.
Karena ada yang lupa akan hari
bersejarah, bagi kehidupan keluarga. Misalnya hari ulang tahun Tuan dan atau
Nyonya Rumah. Hari jadi putera dan atau puteri dan hari ulang tahun Pernikahan
mereka yang kesekian. Keempat,
Pendeta lain menuturkan demikian, Kok
Kapten (Pendeta) datang dengan tangan kosong ?. Maksud nya tidak membawa oleh-oleh
atau buah tangan, katanya polos kepada penulis. Lalu kami katakan menghibur Pendeta Muda, yang pernah cuti
dan tinggal bersama dirumah penulis. Di
era Si Pendeta mengikuti Pendidikan Pendeta
di PUSDIKLAT Bala Keselamatan di Jakarta, lebih dari sepuluh tahun lalu.
Mungkin jemaat itu lupa kedatangan Kapten, membawa lebih dari sekadar yang dia minta
kata saya. Yakni membawa oleh-oleh Firman dan Doa Hamba dan Pelayan Tuhan.
Kelima,
seorang Pendeta lain mengirimkan pengalamannya: Suatu ketika saya dengan Nyonya
kunjungi Oma yang sudah lanjut usia berkata begini: Kapten, Doa kan saya supaya cepat Mati saja ya. Karena teman-teman
sebaya saya, semua sudah pulang ke Surga...Suatu doa yang kurang lazim,
dimintakan dan diharapkan kebanyakan orang, kata Pendeta yang berasal dari
Sulawesi Tengah, yang beristerikan sesama pendeta, se suku dengan penulis. Keenam, Pendeta Muda lain bercerita bahwa Pendeta sebelum beliau
melayani ditempat pelayanan nya saat ini, kalau datang ke Rumah sangat Pagi. Begitu
dia buka pintu, sudah berdiri Sang Pendeta. Bahkan sebagian dari penghuni rumah
mereka belum bangun. Sehingga keluarga itu kadang kala, menjadi salah tingkah,
katanya dengan enteng ke penulis.
Ketujuh, Pendeta lain berbagi
pengalaman lapangan: Saya dengan Nyonya kunjungi seorang anggota kami, yang
malas mengikuti Ibadah Minggu. Begitu dia tahu kami datang, Justru dia merasa
bersalah dan malu. Lalu yang bersangkutan lari
dan meloncat dari Jendela, dan bersembunyi di Ladang di belakang rumahnya. Isteri
saya tertawa geli, melihat perilaku Jemaat kami yang satu itu. peristiwa itu ternyata
membawa hikmah, dia menjadi setia mengikuti
Ibadah di kemudian hari. Demikian info yang kami peroleh, dari Opsir pengganti
saya kenangan nya.
Sementara Kedelapan Hamba
Tuhan lain yang melayani di Perkotaan, sebelum kunjungan, di pesan telepon terlebih dahulu. lalu Jemaat nya yang
rajin beribadah itu, arahkan si Isteri siapkan makan bersama, untuk kunjungan
kami. Sikap yang sungguh menyenangkan. Disatu sisi hami ada kesempatan melakukan
kunjungan pastoral. Mendoakan penghidupan Jemaat kami. Pada sisi lain kami di
kenyangkan, dengan kebutuhan Jasmani dan dunia kami. Tuturnya dengan wajah sum,ringah.
Kesembilan, Pendeta lain berbagi pengalaman: Seorang Jemaat Gereja tetangga,
meminta kami berdoa untuk Orang Tua mereka, yang uzur dan sakit-sakitan. Usianya
95 Tahun. Sore hari ini kami berdoa biar
Tuhan, lakukan yang terbaik menurut kehendakNya. Baik untuk orangtua dan baik
pula untuk anak dan cucu Nya. Pagi menjelang Subuh si Ompung itu sudah naik
dan diangkat kemulian Bapak di surga . Dikemudian hari saya jadi mengerti, ternyata
keluarga itu sudah meminta Pendeta Nya berdoa berkali-kali. Agar Tuhan berbuat
yang terbaik untuk orang tua itu. Ternyata Tuhan Belum berkenan. Sementara saya
hanya sekali berdoa, langsung terjadi sesuatu katanya sambil senyum.
Kesepuluh, Pendeta yang sudah
lama melayani di Pedesaan mengatakan: Kami senang mengunjungi Rumah Jemaat
kami. Begitu juga mereka merespons pelayanan kami. Begitu pulang biasanya,
mereka titip kami hasil Pertaniannya. Seperti Ubi, Pisang, Jagung. Tidak jarang
mereka memberi kami seekor Ayam. Bahkan dengan tulus mereka ikut antar kami kembali
pulang ke Rumah Dinas kami di lingkungan Gereja. Walaupun jarak kediaman jemaat
dengan Gereja cukup jauh. Puji Tuhan itulah nikmat melayani di desa, Kata
pasangan Pendeta yang sudah memberi mereka cucu dari kedua anak Nya suatu ketika.
Kesebelas, sepasang Pendeta yang
kini bertugas, di Propinsi Ujung Pulau Andalas berbagi cerita. Yang menarik jika kami di minta berdoa di rumah jemaat di dalam kamar yang Gelap. Sementara
yang menyedihkan, ada pengalaman sekali jemaat yang menutupkan pintu. Dikala
kami kunjungi rumah tuturnya singkat. Kedua
belas seorang Pendeta lain memberi kesan singkat dengan senyum berkata:
Senang sudah di kunjungi. Namun yang
mengecewakan, sudah datang jauh-jauh jemaat tidak ada dirumah. Silahkan anda terjemahkan
sendiri, apa yang tersirat dari ucapan Hamba Tuhan yang satu itu.
Diakhir
artikel ini seorang Pendeta menyuratkan pengalaman lapangan sewaktu melayani di
di Ibukota. Dibutuhkan waktu 3 (tiga)
Tahun, untuk bisa kunjungi Keluarga jemaat saya katanya. Padahal statistik Gereja
saya tidak banyak amat. Sekitar 50 Kepala Keluarga saja. Tentu anda bertanya
kok harus begitu lama ?. Jawabnya sangat sederhana. Di Ibukota warga hanya bisa
di kunjungi sekali dalam seminggu. Yaitu
hari Sabtu saja. Sementara hari lain si Tuan Rumah dan atau Nyonya bekerja. Sabtu
ini si Opsir bisa kunjungi. Sementara Keluarga si Jemaat berhalangan. Sabtu
lain si Jemaat punya waktu dan bersedia
dikunjungi. Namun si Pendeta sudah terjadwal sebelumnya, dengan kunjungan ke Jemaat
yang lain. Kalau sudah begini, harus di tata dan disepakati lagi waktu
kunjungan yang tertunda itu.
Demikian
rangkaian gambaran kunjungan rumah, yang terjadi di dalam dinamika bagian
pelayanan, para Pendeta atau Opsir di Gereja penulis. Semoga best
practice, diatas dapat memenuhi harapan rekan kami itu. Bagaimana pandangan
saudara sendiri?. Sukses untuk anda. (NAINGGOLAN
Nurdin). Acc 22.12.2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar