Sabtu, 18 April 2015

Doa Cepat Mati


DO’A  CEPAT MATI ?.

              Seorang sahabat lama meminta kami untuk menuliskan artikel, tentang Kunjungan Rumah. Rekan lama itu ingin tahu, bagaimana kunjungan rumah di lakukan, oleh para Pendeta Gereja Bala Keselamatan. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam pengembalaan jemaat.  Kebetulan rekan itu menjadi Penatua, di sebuah Gereja Besar di Ibukota.  Sebuah Denominasi atau Sinode yang jemaatnya banyak dan diperhitungkan di negeri ini.
              Pada sisi lain kegiatan seperti itu, tuturnya belum menjadi bagian inti, dalam pelayanan di gereja dan Sinode rekan itu. Kami kurang tahu persis, bagaimana gambaran kunjungan rumah dipikirannya. Penulis mencoba menyimak dan mereka-reka saja, apa yang diibayangkan dan yang ada di hati  rekan seiman itu.  Apakah  sama dan sebangun, dengan yang ada dibenak kami wallahualam.
             Untuk memenuhi pesanan rekan itu,  penulis mencoba menggambarkan kunjungan ke rumah, sebagaimana kelaziman di Gereja kami . Dilingkungan Gereja yang secara Internasional, dikenal dengan nama dan sebutan The Salvaltion Army. Di Indonesia gereja kami, resmi terdaftar di Departemen Agama, sebagai Gereja Bala Keselamatan di Indonesia. Berbagai pihak menyingkatnya dengan sebutan Gereja Bala.
               Mengingat penulis bukan Pendeta dan atau sebutan lain, maka penulis hanya memposisikan diri dalam menyarikan pengalaman lapangan dari sejumlah Opsir Bala Keselamatan. Sebutan Pendeta, Hamba Tuhan atau Gembala Sidang, di lingkungan Gereja anda. Tentu saja gambaran yang dpresentasikan dalam artikel ini, adalah realita keseharian yang nyata dan benar-benar di alami dan di temui para Pendeta kami itu dilapangan. Khususnya dalam pelayanan mereka. Merupakan  dinamika pelayanan yang hidup, dalam Kunjungan ke rumah jemaat. Di berbagai wilayah, pelayanan,  baik di tengah pelayanan perkotaan dan di desa-desa. Termasuk di daerah yang tertinggal dan sulit di jangkau oleh berbagai pihak.  Serta tersebar di 22 Propinsi di nusantara ini.
               Sebelum terlalu jauh diskusi tentang Kunjungan Rumah itu. Sepintas penulis memberi gambaran singkat kunjungan rumah, kepada para simpatisan dan sahabat Bala yang kekasih. Kunjungan rumah adalah pelayanan yang spesifik, unik  dan khas serta wajib di pertahankan, dalam tradisi Gereja Bala. Kegiatan yang sama hingga saat ini, dilaksanakan di  122 Negara, dimana Gereja Bala melayani. Itulah sebabnya pelayanan kunjungan rumah, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari berbagai Kegiatan keseharian Pendeta  di Gereja Bala. Indikator kesuksesan seorang Gembala yang baik, antara lain diukur dari frekwensi kunjungan ke Rumah warga atau jemaat Nya.
              Karena Kegiatan itu sejalan dengan pengembalaan yang baik sebagaimana dituliskan: Bersukacitalah bersama dengan Aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan. {Lukas 15 Ayat 6.b]. Gembala yang baik adalah gembala mengenal, kawanan Domba yang digembalakannya. Mengenal seorang atau sekeluarga jemaat, tidak cukup hanya sekadar ketemu dan berintraksi  di Gereja saja. Dan atau di acara-acara resmi, yang terkait dengan pelayanan pastoral. Tetapi seseorang Pendeta di Gereja Bala, dituntut lebih jauh dari itu. Sedapatnya Opsir seyogyanya, faham, tahu dan kenal kondisi  kehidupan Jemaatnya  sehari-hari.
               Melalui Kunjungan ke rumah Jemaat, diharapkan banyak hal yang diperoleh kedua belak Pihak. Baik yang melayani, apalagi yang terlayani. Melalui kunjungan rumah, diharapkan akan terbangun sinergie Rohani, dan hubungan emosional yang lebih erat. Disamping rasa memiliki dan kebersamaan dalam keluarga  besar, dimana seseorang atau sekeluarga terdaftar menjadi jemaat.
              Selanjutnya ada pengalaman yang begitu menarik. Tidak kurang juga ada  membuat hati kecut. Ada yang agak lucu dan mengelihkan hati.Tetapi tidak terlalu salah dikatakan ada yang agak konyol. Semua pengalaman indah itu membuat semakin hidup, dinamika pelayanan para pendeta itu. Didalam memenuhi perjanjian dan keputusan mereka dalam   melayani Tuhan disepanjang hidupnya.  
              Mari kita lihat kisah dan pengalaman para Hamba Tuhan Itu sebagai berikut: Pertama, seorang menuliskan begini: Kami pernah melayani di Pedalaman Kalimantan Timur.  Jemaat kami menyediakan air mentah sebagai air minum. Air yang diambil dari pinggir Rumah, diatas Sungai Mahakam yang besar itu. Sebagai seorang yang berasal dan besar di Jawa, kami  tidak terbiasa dengan cara itu. Di minum atau tidak,  kata kami dalam hati . Dengan berdoa, didalam Nama Tuhan Yesus. Dengan mata tertutup kami minum air, yang disediakan jemaat kami itu. Karena banyak rekan sepelayanan tidak mau meminumnya.  Takut kalau jadi Sakit Perut. Tetapi hingga kini kami tetap sehat. Karena Tuhan itu maha baik, senantiasa  menyertai pelayanan kami hingga kini.
              Kedua, seorang Hamba Tuhan yang lain menuturkan: Di acara kunjungan Rumah, biasanya disediakan minuman berupa Teh atau Kopi. Kebetulan sore itu kami di jamu dengan Minum  Teh. Sebenarnya air teh itu tidak panas. Tetapi karena banyak Semut, setiap mau minum terpaksa, kami harus tiup-tiup dahulu. Agar binatang  jenis serangga itu, tidak ikut ketelan masuk ke dalam Perut.
             Ketiga, seorang Pendeta Muda, berbagi pengalaman: Kadangkala ketika kita kunjungan, yang di kunjungi se olah-olah tidak siap. Atau  merasa agak terganggu dengan kesibukannya. Padahal sudah kita umumkan sebelumnya. Namun kebanyakan dari Jemaat senang di kunjungi, karena merasa diperhatikan. Bahkan kunjungan itu merupakan Suprise bagi mereka. Karena  ada yang lupa akan hari bersejarah, bagi kehidupan keluarga. Misalnya hari ulang tahun Tuan dan atau Nyonya Rumah. Hari jadi putera dan atau puteri dan hari ulang tahun Pernikahan mereka yang kesekian. Keempat, Pendeta lain menuturkan demikian, Kok Kapten (Pendeta) datang dengan tangan kosong ?. Maksud nya tidak membawa oleh-oleh atau buah tangan, katanya polos kepada penulis. Lalu kami katakan menghibur Pendeta Muda, yang pernah cuti dan  tinggal bersama dirumah penulis. Di era  Si Pendeta mengikuti Pendidikan Pendeta di PUSDIKLAT Bala Keselamatan di Jakarta, lebih dari sepuluh tahun lalu. Mungkin jemaat itu lupa kedatangan Kapten, membawa lebih dari sekadar yang dia minta kata saya. Yakni membawa oleh-oleh Firman dan Doa Hamba dan Pelayan  Tuhan.
            Kelima, seorang Pendeta lain mengirimkan pengalamannya: Suatu ketika saya dengan Nyonya kunjungi Oma yang sudah lanjut usia berkata begini: Kapten, Doa kan saya supaya cepat Mati saja ya. Karena teman-teman sebaya saya, semua sudah pulang ke Surga...Suatu doa yang kurang lazim, dimintakan dan diharapkan kebanyakan orang, kata Pendeta yang berasal dari Sulawesi Tengah, yang beristerikan sesama pendeta, se suku dengan penulis. Keenam, Pendeta Muda lain  bercerita bahwa Pendeta sebelum beliau melayani ditempat pelayanan nya saat ini, kalau datang ke Rumah sangat Pagi. Begitu dia buka pintu, sudah berdiri Sang Pendeta. Bahkan sebagian dari penghuni rumah mereka belum bangun. Sehingga keluarga itu kadang kala, menjadi salah tingkah, katanya dengan enteng ke penulis.
                Ketujuh, Pendeta lain berbagi pengalaman lapangan: Saya dengan Nyonya kunjungi seorang anggota kami, yang malas mengikuti Ibadah Minggu. Begitu dia tahu kami datang, Justru dia merasa bersalah dan malu. Lalu yang bersangkutan lari dan meloncat dari Jendela, dan bersembunyi di Ladang di belakang rumahnya. Isteri saya tertawa geli, melihat perilaku Jemaat kami yang satu itu. peristiwa itu ternyata membawa hikmah, dia menjadi setia mengikuti Ibadah di kemudian hari. Demikian info yang kami peroleh, dari Opsir pengganti saya kenangan nya.
               Sementara Kedelapan Hamba Tuhan lain yang melayani di Perkotaan, sebelum kunjungan, di pesan  telepon terlebih dahulu. lalu Jemaat nya yang rajin beribadah itu, arahkan si Isteri siapkan makan bersama, untuk kunjungan kami. Sikap yang sungguh menyenangkan. Disatu sisi hami ada kesempatan melakukan kunjungan pastoral. Mendoakan penghidupan Jemaat kami. Pada sisi lain kami di kenyangkan, dengan kebutuhan Jasmani dan dunia kami. Tuturnya dengan wajah sum,ringah. Kesembilan, Pendeta lain  berbagi pengalaman: Seorang Jemaat Gereja tetangga, meminta kami berdoa untuk Orang Tua mereka, yang uzur dan sakit-sakitan. Usianya  95 Tahun. Sore hari ini kami berdoa biar Tuhan, lakukan yang terbaik menurut kehendakNya. Baik untuk orangtua dan baik pula untuk anak dan cucu Nya. Pagi menjelang Subuh si Ompung itu sudah naik dan diangkat kemulian Bapak di surga . Dikemudian hari saya jadi mengerti, ternyata keluarga itu sudah meminta Pendeta Nya berdoa berkali-kali. Agar Tuhan berbuat yang terbaik untuk orang tua itu. Ternyata Tuhan Belum berkenan. Sementara saya hanya sekali berdoa, langsung terjadi sesuatu katanya sambil senyum.   
             Kesepuluh, Pendeta yang sudah lama melayani di Pedesaan mengatakan: Kami senang mengunjungi Rumah Jemaat kami. Begitu juga mereka merespons pelayanan kami. Begitu pulang biasanya, mereka titip kami hasil Pertaniannya. Seperti Ubi, Pisang, Jagung. Tidak jarang mereka memberi kami seekor Ayam. Bahkan dengan tulus mereka ikut antar kami kembali pulang ke Rumah Dinas kami di lingkungan Gereja. Walaupun jarak kediaman jemaat dengan Gereja cukup jauh. Puji Tuhan itulah nikmat melayani di desa, Kata pasangan Pendeta yang sudah memberi mereka cucu dari kedua anak  Nya suatu ketika.
              Kesebelas, sepasang Pendeta yang kini bertugas, di Propinsi Ujung Pulau Andalas berbagi cerita. Yang menarik  jika kami di minta berdoa di rumah jemaat di dalam kamar yang Gelap. Sementara yang menyedihkan, ada pengalaman sekali jemaat yang menutupkan pintu. Dikala kami kunjungi rumah tuturnya singkat. Kedua belas seorang Pendeta lain memberi kesan singkat dengan senyum berkata: Senang sudah di kunjungi. Namun yang mengecewakan, sudah datang jauh-jauh jemaat tidak ada dirumah. Silahkan anda terjemahkan sendiri, apa yang tersirat dari ucapan Hamba Tuhan yang satu itu.
             Diakhir artikel ini seorang Pendeta menyuratkan pengalaman lapangan sewaktu melayani di di Ibukota. Dibutuhkan waktu 3 (tiga) Tahun, untuk bisa kunjungi Keluarga jemaat saya katanya. Padahal statistik Gereja saya tidak banyak amat. Sekitar 50 Kepala Keluarga saja. Tentu anda bertanya kok harus begitu lama ?. Jawabnya sangat sederhana. Di Ibukota warga hanya bisa di kunjungi sekali  dalam seminggu. Yaitu hari Sabtu saja. Sementara hari lain si Tuan Rumah dan atau Nyonya bekerja. Sabtu ini si Opsir bisa kunjungi. Sementara Keluarga si Jemaat berhalangan. Sabtu lain  si Jemaat punya waktu dan bersedia dikunjungi. Namun si Pendeta sudah terjadwal sebelumnya, dengan kunjungan ke Jemaat yang lain. Kalau sudah begini, harus di tata dan disepakati lagi waktu kunjungan yang tertunda itu.
            Demikian rangkaian gambaran kunjungan rumah, yang terjadi di dalam dinamika bagian pelayanan, para Pendeta atau Opsir di  Gereja penulis.  Semoga best practice, diatas dapat memenuhi harapan rekan kami itu. Bagaimana pandangan saudara sendiri?. Sukses untuk anda. (NAINGGOLAN Nurdin).  Acc 22.12.2011.         






Tidak ada komentar:

Posting Komentar