Sabtu, 18 April 2015

Mutung


“ M U T U N G “

               Pernahkah anda melihat sesorang anak lagi mutung?. Tentu dapat dibayangkan dalam benak anda,  bagaimana mimik anak yang lagi Mutung.  Atau Jangan-jangan anda pernah, melakukan perilaku mutung itu?. Tentulah terbayangkan juga betapa cantik dan tampan, wajah kita saat lagi mutung bukan ?. Mutung adalah  bagian dari kebiasaan kehidupan orang normal. sikap mutung, adalah hal yang wajar dalam kehidupan ini. Perilaku mutung umumnya dilakukan oleh anak-anak. Kebiasaan mutung bagi kalangan orang dewasa, semakin berkurang frekwensi Nya. Walaupun dalam dunia nyata kita tidak bisa berkata, orang dewasa tidak melakukan perilaku atau kebiasaan mutung.             
               Perilaku dan sikap mutung juga tidak terlalu salah, jika sekali-kali dilakukan oleh orang dewasa. Namun menjadi persoalan besar, jikalau perilaku mutung Itu terlalu sering dilakoni orang dewasa. Apalagi seseorang itu terpandang dan terhormat. Mapan dari sisi kehidupan, wawasan, pengalaman hidup, Budaya, Pendidikan dan status ekonomi. Itulah sebabnya orang dewasa yang sering mutung, digelari  sebagai bersikap kekanak-kanakan. Paling tidak seperti sikap orang muda, yang kurang wawasan dan pengalaman hidup.
              Kebiasaan mutung terpancar  dari wajah dan mimik   seseorang. Didalam memandang sesuatu persoalan. Dengan ekpresi wajah yang lagi mutung, kita dapat menyimpulkan sikap seseorang, berhadapan dengan masalah.  Akan menjadi kurang terpuji, jika kebiasaan mutung itu, yang tidak jelas sebab-musebabnya. Tidak jelas arah angin,  yang menjadi sumber penyebabnya. Apakah dari Barat ke Timur, atau dari Utara ke Selatan dan atau sebaliknya.
             Sebelum terlalu jauh mendiskusikan tabiat yang satu ini. Adalah tepat jika kita lihat pengertian dan hal yang terdapat, dalam sikap mengapa seseorang itu mutung. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Mutung dapat diartikan sebagai: Adalah patah hati, Putus asa, sehingga nggak mau melanjutkan hubungan dsb..Ya menjadi ... dan meninggalkan..yang penuh harapan dan peluang. Mutung dapat juga diartikan sebagai musnah dan terbakar...
               Perlu kita simak tentang kebiasaan mutung itu, dalam kehidupan sekeliling kita. Kebiasaan mutung menjadi hal yang menarik, untuk dikaji dan diamati. Kebiasaan mutung adalah fenomena  yang menarik sepanjang masa. Ternyata kebiasaan yang satu ini, terdapat  dalam kehidupan hampir semua suku bangsa di Nusantara. Mari kita lihat sinonim dari kata Mutung, dalam berbagai bahasa Lokal atau Daerah.
               Orang Minang menyebutkan persamaan Mutung sebagai Ngambek; Orang Tapanuli menyebutnya sebagai Mandele;  Dalam keseharian Orang Kawanua mengatakan Mutung itu, sebagai Ma mutung. Begitu juga dalam bahasa Dayak Ngaju disebut Mulut, Orang Banjar mensinonimkan sebagai  Muntong. Masyarakat Nias di Teluk Dalam, menyebutnya sebagai Akhozi;  Sementara orang Bali menyebutnya Ngambul atau ngamul ?. Warga Bugis menyebutnya sebagai Mangu. Nyong  Ambon menyebutkan sebagai Tingkai. Sementara orang Aceh menyebutnya sebagai Paleh. Saudara kita keturunanTionghoa, menyebutnya dengan sebutan Fak Pi Chih, atau Sheng Qi.
             Tentu bagi bahasa lokal yang belum disebutkan dalam artikel ini, pada kesempatan lain boleh kita catat. Sebagai upaya melengkapi perbendaharaan, dalam bahasa lokal di negeri kita ini. Dengan terdapat di berbagai bahasa lokal, dapat diassumsikan berperilaku mutung itu, terjadi hampir di semua suku bangsa anak negeri ini.  Muda2an assumsi ini tidak terlalu benar.
               Dengan gambaran diatas, sementara dapat dikatakan bahwa kebiasaan mutung adalah prilaku Manusia. Jadi dengan kata lain prilaku Mutung itu, sudah Go Publik, dalam kehidupan se hari-hari. 
              Dengan demikian tidak terlalu salah, jika  ada yang mengatakan kebiasaan mutung itu, lintas batas. Mutung tidak mengenal Suku, Agama, Ras dan aliran. Mutung tidak berjenis kelamin, sehingga tidak berpihak kepada jender tertentu. Juga tidak berindentitas, sehingga ia tidak wajib hukumnya, memiliki E-KTP, yang lagi digalakan pemerintah di seantero negeri ini.    Mutung tidak ber faham, dan beraliran tertentu, dan tidak juga ber Partai. Seperti warga terhormat di Senayan Jakarta.
              Itulah sebabnya kebiasaan Mutung itu, terjadi juga di Gedung Parlemen. Sejumlah Pimpinan dan Anggota Panitia Anggaran DPR RI, putus asa, Jengkel dan kecewa. Beliau-beliau merasa di obok-obok dengan di periksa oleh Tim KPK. Sebagai saksi dalam kaitan dengan sejumlah dana APBN, diduga mengalir ke pundi-pundi oknum warga terhormat  itu.
                           Selanjutnya untuk melengkapi artikel ini, coba kita lihat bagaimana Kitab Suci memandang kebiasaan Mutung itu. Atau pertanyaannya kita putar sedikit. Apakah Alkitab mengoreskan dan menawarkan, kisah-kisah tentang mutung?. Penulis juga tidak berkata bahwa Kitab Suci, mengajarkan kita untuk menjadi orang mutung. Tetapi gambaran dan kisah kebiasaan Mutung itu, sangat mungkin dituliskan untuk diklarifikasi dan disesuaikan dengan kehidupan masa kini. Lebih jauh dari itu bagaimana kita diajak, merenungkan dan menyikapinya, dalam kehidupan di dunia yang fana itu.
                Bagaimana perilaku mutung Raja Saul, saat diberitahu Samuel  Hamba Tuhan itu, bahwa Kedudukan Nya sebagai Raja, akan ditarik dan di beri kepada orang Lain {1 Sam !5}; Nabi Yunus dicobai Tuhan, dengan hembusan Angin Timur dan Sinar Matahari. Dimana Yunus tidak tahan dan membuat Sakit Kepala yang alang kepalang. Sehingga ia hampir putus asa, dan berharap mati saja. Dalam menghadapi Cobaan Hidup itu [Kitab Yunus.4 ]. Dalam Perjanjian Baru, dikisahkan perumpamaan Anak yang Hilang.  Anak yang gagal merantau ke negeri seberang. Sang anak  mempoya-poyakan, bagian warisan Nya. Pada akhirnya Ia kembali, kepangkuan Sang Ayah. Karena si Anak tidak tahan dan putus asa, menghadapi tantangan hidup di zaman Nya  [Lukas 15.11 - 32].

                  Diakhir artikel ini diharapkan, bagi yang merasa dewasa, hendaklah matang dalam bersikap.  Arief dalam memandang sesuatu yang terjadi dan yang kita hadapi. Harus mampu menunjukkan kelas kita, yang tahan uji dan mumpuni.  Agar anak-anak tidak mencap, bahwa kita  sesungguhnya masih berperilaku kekanak-kanakan. Dimana kita tidak berbeda  dengan mereka. Jikalau kebiasaan kita sama saja. Selisihnya hanya beda-beda tipis. Kita sudah berjanggut, berkumis dan beruban serta ber otot besar. Sementara mereka masih imut-imut. Bagaimana pandangan Saudara ?. Sukses untuk anda.{NAINGGOLAN Nurdin}. Acc 09 11 2011        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar