Kamis, 13 Maret 2014

GEREJA BERPOLITIK ?

{BAGAIMANAKAH SIKAP WARGA BALA KESELAMATAN

 ERA LALU, KINI & KEDEPAN ? } ”

LANDASAN PEMIKIRAN
Gereja Berpolitik?. Haram Itu.Gereja Berpolitik?. No Way. Gereja Berpolitik? Tidaklah Ya. Gereja Berpolitik?. Itu mah urusan sekuler. Gereja Berpolitik?. Itukan Pekerjaan Kotor. Gereja Berpolitik? Tolong Gereja tidak di bawa-bawa ke urusan Dunia.Gereja Berpolitik?. Janganlah karena Gereja hanya mengajarkan, berkata dan berprilaku benar. Sementara Politik itu pekerjaan yang menghalalkan segala cara,   untuk mendapat kekuasaan dan mencapai tujuan. Serta Seribu Satu alasan lain, yang sering kita dengar disampaikan berbagai  kalangan. Khususnya sejumlah warga Gereja yang fanatik dan ketak menjalankan doktrin ajaran Gerejanya. HUSTON SMITH,2001).
Pada sisi lain kita tidak jarang mendengar dan melihat Gereja, sudah dan telah bermain dalam dunia Politik. Pada sesi lain berpolitik adalah hidup, dan kehidupan manusia itu sendiri. Sejumlah pengamat yang mendukung Gereja tetap dan harus berada, dalam kanca politik kehidupan di dunia yang fana ini. Nanti saja kalau kita sudah di Surga yang abadi itu, barulah kita tinggalkan politik itu. Selama kita masih didunia,mari kita ikuti saja mainan yang satu ini kata yang lain. MUCHTAR LUBIS, 2008).
Sementara itu pengamat lain yang kebetulan bukan warga kristiani mengatakan:  Gereja adalah Kristen, dan Kristen adalah Gereja. Dimata Saudara kita argumentasi yang terakhir ini adalah kebenaran, yang sulit dibantah dalam keseharian mereka.  Karena realitanya dimana kelompok Kristen berada,disitu juga ada Gerejanya.Sebaliknya dimana berdiri Gereja, disekitar itu juga ada berdomisili,sekekompok kaum Nasrani para pengikutnya.Pemikiran ini bagi kalangan tertentu, sulit memisahkan dan memilah, di mana umat sebagai warga, dan dimana  Gereja sebagai Gereja. Karena amatan saudara kita itu,sulit membedakan keduanya. Hanya beda-beda tipis kata seorang peserta dalam satu diskusi Pemuda, dari berbagai kalangan penganut antar agama baru-baru ini.

DALIL-DALIL
Prajurit Bala Keselamatan akan senantiasa menunjukkan adanya sikap tanggungjawab, sebagai warganegara dan warga masyarakat, tetapi yang paling utama adalah Tuhan harus ditaati {Kisah Rasul 5:29}. Prajurit Bala Keselamatan memikirkan tentang melayani sesamanya manusia, memerangi ketidak adilan dan tidaknya belas kasihan dan mengamankan Pemerintahan yang benar. Dia (Prajurit Bala Keselamatan) menghendaki adanya pers yang membawakan berita-berita yang benar, kepolisian yang jujur, fasilitas kesejahteraan sosial yang baik dan tegaknya keadilan. Sebagai ganti menyatakan diri sebagai suatu Gereja, sepanjang peredaran sejarahnya Bala Keselamatan telah menekankan hasratnya untuk tetap tinggal sebagai suatu bagian yang tidak terpisahkan dari persekutuan yang universal, dari orang-orang Kristen yang dikenal sebagai Gereja dimana Kristus menjadi Kepala. DIPILIH MENJADI PRAJURIT,1979). Tidak ada Pemerintahan yang bukan berasal dari Allah dan semua pemerintahan yang ada ditetapkan oleh Allah {Roma 13.1}. Itulah suatu sikap dan keyakinan orang Bala Keselamatan tentang keberadaan Pemerintahannya Hampir sama dengan warga sinodal lainnya. Prajurit Bala Keselamatan senantiasa dalam berbagai kesempatan diacara ibadahnya,menaruh rasa hormat kepada Tingkatan Pemerintahan dalam berbagai kesempatan doa syafaatnya. Letnan Kolonel Ketut Timonuli, 1997).

Sebagaimana dimaklumi manusia dewasa yang nomal, adalah makluk Politik. Hampir tiada dalam sisi kehidupan ini, yang tidak bersentuhan dan terkait dengan persoalan berpolitik. Berpolitik dalam pengertian berhubungan dengan Pusat Kekuasaan dalam kehidupan ini. Berpolitik dalam makna yang luas. Semisal saja kita membayar pajak. Menyanyikan lagu kebangsaan. Memberi hormat kepada Bendera. Bertanding Sepak Bola dalam berbagai event Lokal, Regional,  Nasional dan Internasional. Berbagai kegiatan lain, yang sangat mungkin dapat kita hubung-hubungkan, dengan Pusat Kekuasaan itu. Baik dalam kekuasaan yang formal dan informal, Apakah di dunia Pemerintahan sekuler, dunia, swasta dan termasuk dalam struktural “Dunia Rohani dan atau Lembaga Kegerejaan”.

Sehingga tidak berlebihan jika Pramoedya Ananta Toer berkata:” Selama orang hidup didalam masyarakat, selama itudia ikut serta dalam politik” MUHIDIN M DAHLAN ,2006) Sangat mungkin diantara kita ada yang setuju, dan atau keberatan dengan pandangan dari politisi informal itu. Tetapi yang pasti Bung Prams mengemukakan pandangannya itu, karena dia adalah seorang pemain politik yang handal. Kenyang dengan asam garam berpolitik praktis. Baik itu manis dan pahit bagi kehidupan penulis beken, yang pernah lahir dan berkarya di negeri ini P.SWANTORO, 2002).

Sementara itu untuk memberi batasan pengertian substansi dalam Makalah ini, terlebih dahulu kita simak pengertian baku kata Gereja dan  Berpolitik. Gereja dapat didefinisikan sebagai: ”Seluruh tubuh atau persekutuan orang yang dipanggil Allah Bapak untuk mengakui Ketuhanan Yesus, Sang Putera, dalam sabda, sakrakmen, Kesaksian dan Pelayanan dan melalui Kuasa Roh Kudus, bekerja sama dengan Pengutusan Historis Yesus demi Kerajaan Allah. Richard P Mc Brien, 2005).
Sementara itu kata ‘Politik’ dapat diterjemahkan sebagai: “Upaya seseorang atau sekelompok orang didalam satu Negara, Daerah, Organisasi untuk merebut dan menguasai kebijakan atau beleid,melalui kekuasaan (power)dan pembagian atau distribusi kekuasaan itu”. Miriam Budiardjo 2005). Dengan merangkum dan memaknai pandangan Rohaniawan dan Akademisi terkemuka diatas, mari kita kembali focus ke diskusi kita siang ini.
Untuk itulah Pertama-tama pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada, Panitia Pelaksana Kongres 100 Tahun Gereja Bala Keselamatan di Sulawesi Tengah. Untuk kepercayaan yang diberikan kepada kami selaku pribadi, dan sebagai Prajurit Bala Keselamatan. Untuk tampil dan berbicara dalam acara Lokakarya, di Pagi hari yang cerah ini. Panitia Pelaksana Kongres, meminta kami menyampaikan pokok-pokok pikiran tentang : Pandangan Gereja Bala Keselamatan Terhadap  “POLITIK”.
Terkait dengan itu dalam Lokakarya hari ini, kita akan melihat dari 2 (Dua) Presfektif. Titik Pandang dan dari Kacamata Opsir dan atau Hamba Tuhan. Sementara giliran kami dari pandangan dan amatan ‘Prajurit’. Diacara perhelatan se abab Bala Keselamatan berdiri kokoh dan melayani dengan setia di Bumi Tadulako ini.
Kedua membicarakan Gereja dan Politik, adalah sesuatu diskusi panjang yang pelik serta gampang-gampang sulit. Dikatakan pelik karena ternyata kata “Gereja” dan “Politik” itu, tidak pernah sekalipun di sebutkan secaranya terbuka didalam Alkitab. Martin B Dainton, 2002). Dengan demikian kita disuguhkan untuk melihat dan menafsirkan apa yang tertulis dan tersirat. Dikatakan mudah karena senyatanya kita melihat dan dapat merasakan, ternyata “Gereja dan Warganya”, sementara bermain dalam ranah itu. Terlepas apakah dilakukan secara terbuka, semi terbuka dan atau tertutup. Ben Mboi 2009).
Ketiga, menurut amatan kami [semoga saja keliru], inilah kali pertama dalam kurun waktu 68 Tahun Indonesia Merdeka, Keluarga Besar Bala Keselamatan di Negeri ini, baru kali ini berbicara secara resmi mempersoalkan binatang “Politik”, dikaitkan dengan eksistensi Gereja Bala Keselamatan. Bagaimana kita meninjau dan mengamati  dari persfektif Warga Bala Keselamatan. Memandang Gereja dan Berpolitik dan atau Berpolitik dan Bergereja sekaligus. Dalam kapasitas kita sebagai anak bangsa, dan bagian yang tidak terpisahkan dari Negeri ini, dalam konteks yang terus menerus berintraksi dalam proses multikultural. Kadarmanto Hardjowarsito2005).
Keempat, Panitia Pelaksana sangat faham, bahwa tahun 2013 yang kita jalani ini, adalah ‘Tahun Politik’ bagi bangsa Indonesia. Sekaligus sebagai media dan atau Jembatan, untuk kita menyeberang ke tahun 2014, dalam mengisi dan memaknai tahapan kemerdekaan itu. Dimana rakyat negeri ini akan melakukan Satu Hajatan Besar. Yakni Pesta Demokrasi, perhelatan anak bangsa, yang kita sepakati bersama sebagai Pemilihan Umum, yang bebas lancar dan transparan itu. Maksud dan tujuan kita berpesta demokrasi itu, tentu untuk mencari dan menentukan Pemimpinbangsa kita, untuk lima Tahun ke depan. Baik itu di Tingkat Nasional, Tingkat Regional dan di Tingkat Lokal (Kabupaten dan kota).
Dengan demikian apapun yang dibicarakan, didiskusikan, diseminarkan dan dilokakaryakan  oleh anak bangsa kurun waktu tahun 2013 ini, pantas diduga dan layak dikait-kaitkan, dengan nuansa Politik. Termasuk kehadiran kita sehari di Hotel ini, juga dapat diindikasikan dan diberi cap, sebagai pertemuan yang bernuansa dan beraroma  politik praktis.
Dengan demikian adalah tepat jika sehari ini, diberi kesempatan untuk kita  membicarakan, bagian dari hak dan kewajiban kita sebagai Warga Negara. Sekaligus sebagai warga Bala Keselamatan. Dengan memperhatikan dan mempertimbangkan sejumlah alasan tersebut, kami susun Makalah ini berjudul: GEREJA BERPOLITIK? BAGAIMANA SIKAP WARGA BALA KESELAMATAN, Era Lalu, Kini & Ke Depan.
Tentu dasar pemikiran substansi kali ini, tidak lepas dari dalil-dalil yang kami sebutkan di awal kertas kerja ini. Pemikiran itu terambil dari ayat-ayat dalam Alkitab diatas, potongan  kutipan dari Perintah dan Aturan yang tercantum dalam buku Dipilih menjadi Prajurit. Serta buku Tuntunan Awal Tentang KEKRISTENAN dan AJARAN Gereja Bala Keselamatan. Alasan lain didasarkan kepada sejumlah Pasal dan Ayat yang tercantum didalam Undang-undang Dasar Tahun 1945.
Serta berbagai pandangan pakar dan praktisi yang dimuat dalam sejumlah buku buku. Semua dalil-dalil itu tentu menjadi bagian yang tidak terpisahkan, dengan apa yang kami ingin sampaikan dalam Lokakarya ini.  Harapan kami semoga saja rekan-rekan sesame Prajurit, yang kami muliakan dapat mengkaitkan dan mempersandingkan Kertas Kerja ini,  dengan “Makalah” Mayor Usmany yang sudah dan akan dipresentasikan, dari presfektif dan kacamata seorang Hamba Tuhan.
Secara umum ada 3 (tiga) faham dan pandangan di kalangan warga Kristen, melihat Gereja dalam Kaca Mata Politik Praktis dalam keseharian. a). Warga Gereja yang Apolitik; b). Warga Gereja yang suka memposisikan Gereja berada di Orbit Politik; c).Warga Gereja yang menyatakan Gereja tidak boleh masa bodoh dengan Politik. Saut Sirait, 2012).
Mari kita amati sepintas satu persatu pandangan diatas. Faham Pertama berpikiran Gereja harus focus pada satu titik. Yakni pada persoalan surgawi dan rohani. Gereja harus menjauh dan memisahkan diri, dari persoalan duniawi. Biarkanlah urusan dunia di urus yang lain. Warga Gereja sepantasnya berada dalam posisi, bagaimana kita berurusan, untuk bertemu dengan Tuhan. Tanpa perlu berpikir lagi, dengan hal-hal yang duniawi. Pemisahan urusan antara Surgawi dan duniawi, harus secara tegas dipisahkan. Pandangan faham ini menjadi benar adanya, jikalau kita sudah dan telah menjadi penghuni Surga, kata seorang pengamat. Itulah sebabnya dogma ini disangkal oleh berbagai kalangan.
Sementara itu menurut faham Kedua, disamping kita sebagai warga Gereja, pada saat yang sama kita juga adalah warga Masyarakat dalam Negara ini. Dalam kapasitas itu kita tidak mungkin berkata: “Hitam Putih soal Gereja dan Politik dan sebaliknya”. Dalam kapasitas kita sebagai anak bangsa, dalam bermasyarakat dan bernegara. Semua kita menjadi dan memiliki status, hak dan kewajiban yang sama. Secara khusus di Negara yang plural dan jamak ini. Bagi faham yang Kedua, kita harus berpikir teguh sebagai warga gereja. Namun kita juga adalah warga  masyarakat, sekaligus warga suatu negara. Oleh karena kita tidak boleh berpikir,parsial atau sepotong-sepotong. Pada satu sisi kita sebagai warga gereja, punya warna  tersendiri. Warna khas yang menekankan Cinta Kasih, kepada sesama tanpa diskriminasi.
Berpolitik adalah bagian dari kehidupan manusia,kata pengikut faham kedua ini. Mereka  cenderung membawa dan mencampur adukan, antara urusan  rohani dan duniawi. Ketika tertentu mereka dapat tenggelam untuk memenuhi “birahi Politik Praktisnya”. Tetapi disadari atau tidak, kadangkala atribut Gereja, “Digunamanfaatkan” untuk kepentingan duniawi itu.
Sementara itu faham Ketiga, adalah satu faham yang berpikiran lebih moderat. Sebagai warga Gereja yang baik, menurut faham ini, Gereja tidak pantas berdiam diri. Didalam melihat dinamika dan persoalan yang dapat merugikan, dan menindas Gereja dan warganya atau sebaliknya. Mereka berada pada posisi yang cerdas dan cerdik”, memposisikan warga gereja dalam bernegara. Sangat mungkin faham yang terakhir ini,lebih dekat dengan aplikasi substansional,dengan apayang dikatakan dalam Alkitab “Cerdik seperti Ular tulus seperti Merpati”. Bagaimana persisnya kecerdikan dan ketulusan itu di praktekan, kami mengajak saudara-saudara sekalian, untuk mendiskusikan pandangan faham yang terakhir ini. Dikaitkan dengan apa yang diinginkan oleh Panitia Penelenggara Kongres diatas.
Untuk memenuhi pesanan dan amanat Panitia Kongres, kami membagi serta memilah Makalah ini, atas 6 (Enam)  bagian besar: 1). Sekilas pandangan Alkitab atau Kitab Suci, dalam berpraktek “Politik Praktis”; 2). Umat Kristen Berpolitik dalam Berbagai Negara; 3). Hak dan kewajiban warga Negara berdasarkan Undang-Undang ;4). Umat Kristen (Protestan dan Katolik) Indonesia,dalam kanca Politik Praktis; 5). KPT di Ranah Politik Moral; 6). Prajurit Bala Keselamatan Berpolitik Praktis (Era Lalu, Kini dan ke Depan);
Khusus untuk pokokbahasan ke 6 (Enam) akan kami coba bedah lebih detail. Dibandingkan dengan ke 5 (lima ) Sub pokok bahasan sebelumnya. Secara spesifik pokok bahasan yang Ke 6 (Enam) diurai lagi, atas sub pokok bahasan: a). Apa dan bagaimana warga Bala Keselamatan   bermain di arena Politik Praktis era lalu; b). Warga Bala masa kini, Apakah “Berpolitik” atau “Dipolitisir” ?. Serta mengamati “Trends Berpolitik Praktis di era yang datang”.Bagaimana dan dimana posisi Warga Bala Keselamatan Indonesia.

BERPOLITIK PRAKTIS DALAM ALKITAB                                                     
Kita semua yang hadir di lokakarya ini secara berkala membaca dan mempelajari Kitab Suci secara berkala. Mulai dari ayat demi ayat. Pricope demi pricope. Pasal demi pasal. Kitab demi kitab. Baik itu dalam Perjanjian lama maupun dalam Perjanjian Baru. Membaca yang tertulis dan sekaligus merenungkan apa yang tersirat. Seperti yang kami kemukakan sebelumnya, Kitab Suci tidak pernah berbicara secara terbuka, untuk membicarakan substansi “Berpolitik Praktis” itu. Baik didalam cerita–cerita dan kisah-kisah, yang menggambarkan perebutan kekuasaan, pengaruh  atau mandat. Namun Alkitab juga tidak secara terang-terangan, menolak, membenci dan melarang “Umat”, bermain dalam ranah politik praktis itu.
Yesus adalah seorang aktivis dan pembaharu politik. Walau Yesus tidak pernah membentuk Gereja atau Partai Politik, tetapi Yesus aktif  melakukan gerakan moral. Untuk membaharui, memperbaiki dengan cara-cara damai. Dia pernah mengoyang kemapanan dan status qua pada zamannya. Selama hidup dan pelayannya di dunia ini, Tiga Setengah tahun. Dia berjuang tanpa kenal takut menentang pejajahan Romawi dan Pemerintahan Boneka Romawi yakni Sanhedrin dan Imam Kepala yang diberi wewenang terbatas memerintah Yahudi di Palestina. Richard Daulay,2013).
Untuk membuktikan assumsi pemikiran itu dan yang tersirat dalam Perjanjian Lama, Seperti apa dan bagaimana sepak terjang yang dilakukan Yusuf, Deborah dan Daniel di eranya. Bagaimana “permainan” Ribka sebagai seorang Ibu dan anaknya yang bungsu Yacob pada satu sisi. Lalu Ishak sebagai seorang ayah, serta Esau sebagai anak sulung pada sisi lain. Dalam hal untuk membeli dan mengambil hak Kesulungan itu, dengan cara dan permainan yang tidak fair. Melalui proses pemberian Berkat dari Sang Ayah. Kita tahu bagaimana Ribka berskenario dengan mengunakan tangan anaknya, yang bungsu itu merebut ‘Hak Kesulungan’ kakaknya. Dalam kisah itu digambarkan sadar atau tidak sadar Ribka telah terjerumus, menjadi seorang Ibu yang berpilih kasih. Melakukan sesuatu yang berbeda kepada seorang anak, dari ke dua anak kembarnya itu (Kejadian 27.1–40).
Pada bagian lain, bagaimana Musa Hamba Tuhan itu  bersama kakaknya Harun “Bermain”, untuk melepaskan umat Israel, dari perhambaan dan kerja paksa di Tanah Mesir. Dikisahkan  Tuhan mendorong ke Dua kakak beradik itu, untuk menggiring umat itu keluar  menuju Tanah Perjanjian. Walaupun dalam skanario besar itu, Musa cukup berjasa, namun  Hamba Tuhan itu, tidak pernah sampai ke Tanah Perjanjian itu.
Melalui Kitab Hakim-Hakim kita juga dapat menyimak bagaimana Simson, “direstui” Tuhan menjelang berakhir hidupnya. Melalui Doa dan permintaan terakhirnya, Simson masih mampu membunuh orang-orang Filistin. Tuhan berkenan mendengar permintaan terakhir Simson,yang  mampu membunuh banyak musuh-musuhnya itu. Dimana jumlah yang terbunuh dibabak akhir itu, jauh melebihi yang dibunuhNya, dibandingkan sebelum Matanya dicungkil oleh musuh-musuh nya itu. (Hakim-Hakim 17.4 – 31).


UMAT KRISTEN BERPOLITIK DI BERBAGAI NEGARA.
Masalah ber “Politik” di sejumlah Negara yang penduduknya mayoritas Kristen, adalah hal yang jamak kita jumpai di belahan Dunia ini. Umat Kristiani (Protestan dan Katolik), ternyata masih tidak merasa puas, dan senang dengan kemayoritasannya itu. Walaupun Negeri mereka di Pimpin oleh Pemimpin, yang seagama dengan warganya.Baik itu para Pemimpin Formal dan Cendekiawan Kristen tetap saja keinginan,untuk  mendirikan Partai yang ber azaskan dan bernuansa Kristen.
Bagi mereka faham Kekeristenan ini, harus dipaksakan dan dimasukkan ke dalam faham dan tujuan Bernegara. (Era lalu di era persiapan kemerdekaan, ada juga sekelompok Saudara dan Tetanga  kitadi sebelah, ingin juga melakukan hal yang sama, dengan memaksakan, 7 (tujuh) kata yang terkenal dan kontroversi, dalam  Piagam Jakarta itu).Di “masukan” dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara atau Bangsa yang akan didirikan itu. Risalah Sidang BPUPKI, 1980). Bahkan hasrat itu hingga kini masih menjadi agenda dari sebagian “Oknum” sejumlah anak Negeri. Tentu dengan strategi, bentuk dan cara lain, dalam berpraktek bernegara.
Sejumlah Negara yang penduduknya mayoritas Kristen. Memiliki sejumlah atau lebih dari Satu Partai, yang membawa nuansa kekristenan. Semisal saja di Negeri Spanyol kita mengenal Partai Kristen Uni Demokrat Catalonia. Di Jerman Ada Partai Kristen Uni Demokrat. Partai Kristen Demokrat di Argentina. Dan kita kenal Partai Kristen Sosial Demokrat di Brazil. (Wikepeya).

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA.
Jika kita telusuri lebih jauh didalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang Asli dan hasil amandemen sebanyak 4 (empat) Kali itu. UUD cukup banyak mengatur persoalan, Hak dan Kewajiban Warga Negara. Baik itu yang tersurat maupun yang tersirat. Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tiada kecualinya. Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Setiap warga Negara  berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara. (Pasal 27 Ayat 1,2, dan 3 UUD1945).
Sementara itu terkait dengan Hak Azazi Manusia diatur dalam Pasal 28. Lalu ketentuan yang  terkait dengan kepercayaan dan keyakinannya itu, diatur dalam ketentuan Pasal 29. Begitu juga terkait dengan hak dan kewajiban Warga Negara dalam Bela Negara diatur dalam Pasal 30. Sementara soal hak dan kewajiban untuk memperoleh Pendidikan, dan mempertahankan Budaya, diatur secara rinci dalam Pasal 31.
Secara khusus terkait substansi “Berpolitik Praktis” dikaitkan dengan thema diskusi kita hari ini, adalah bagian dari terjemahan ketentuan dalam Pasal 27 ayat 1. Dimana hak dan kewajiban itu, diatur lebih lanjut dalam dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008  Tentang Partai Politik, Juncto Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik. Serta Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012, tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah  dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ditambah lagi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang yang terakhir ini memberi peluang dan kesempatan yang luas bagi Warga Negara, untuk menjadi orang Nomor Satu dan Nomor Dua di Daerah.Baik sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur. Calon Bupati dan Wakil Bupati. Serta Calon Walikota dan Calon Wakil - Walikota. Peluang dan kesempatan yang berbeda, direzim Orde Baru. Undang-undang yang memberiWarga Negara bermain, dan mencari peruntungan dilahan yang baru. Itulah antara lainhasil nyata dari era reformasi,yang kini sudah berjalan 15 tahun.
Sehingga Anak Negeri ini (Sangat mungkin termasuk didalamnya warga Gereja Bala Keselamatan), terbius dan tergoda serta terpesona, untuk ikut bermain dalam peluang emas itu. Bermain di lahan dan ladang baru, sekaligus lapangan pekerjaan baru. Hobby baru yang menyeret-nyeret Gereja dan warga Gereja ikut mabuk kepayang dibuatnya. Itulah sebabnya sejak Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 serta rencana Pemilu 2014 yang akan datang, semakin banyak Gereja doyan Ber-Politik, termasuk dalam Ber-Pemilu di Daerah Propinsi dan Kabupaten Kota. JS Aritonang, 2013).

PARTAI KRISTEN (PROTESTAN & KATOLIK).
Sebagaimana kita maklumi bersama Warga Kristen, adalah juga bagian dari dari Penduduk Nusantara. Jauh sebelum negeri ini merdekadengan nama Indonesia. Sejak era penjajahan di masa lalu orang Kristen (Protestan dan Katolik), sudah berjuang dan ikut mengisi cita-cita Kemerdekaan, di negeri bekas jajahan kolonial Belanda itu. Antara lain orang-orang muda kita,yang memperoleh kesempatan mengikuti Pendidikan yang di selenggarakan oleh Kalangan Zending. Baik itu Pendidikan yang bernuansa Katolik dan atau Protestan.
Satu dampak dan hasil Pendidikan ketika itu, mendorong orang muda terdidik itu , menjadi melek mata untuk menjadi orang Merdeka. Melalui pendidikan itu tertanam dan terpatri dibenak orang muda, hanya melalui Kemerdekaan saja Kesejahteraan dan lainnya itu bisa dicapai. Parakitri T Simbolon, 2006). Sejalan dengan itu orang Muda dan terpelajar Kristen, ikut berjuang melalui Organisasi Kepemudaan diawalnya. Perjuangan itu kemudian hari menjalar dan masuk ke struktur Organisasi Partai, yang bersimbol dan berciri khas Kekeristenan.
Muda Protestan berhimpun dan bergabung dalam Partai berlambang Pohon Terang, dengan nama beken dan akronim PARKINDO. Partai  Kristen Indonesia yang berlambang Pohon Terang itu. Sementara itu Saudara kita yang Kaum Katolik, berhimpun dibawa naungan Partai Katolik Indonesia. Partai yang berlambangkan Hati Manusia, bertuliskan Partai Katolik didalam lingkaran  Rosario. Dikemudian hari ke 2 (Dua) Partai bercirikan Kekeristenan ini, berfusi atau bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia. Dikemudian hariPartai gabungan berbasis Nasional dan Kristen ini kita kenal dengan, sebagai Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P).
Sejalan dengan perkembangan “Peta Perpolitikan” di negeri ini, sejumlah warga Kristen yang tidak puas, dengan posisi orang Kristen yang berfusi di PDI-P itu berpikir lain. Menjelang Pemilu 2009 lalu, sejumlah aktivis Kristen mendirikan Partai Baru. Partai yang bernafaskan Kekeristenan “Versi Baru”. Nama Partai yang mereka lahirkan nama babtis, Partai Damai Sejahtera (PDS). Dengan harapan mereka mendapat Kedamaian. Dalam berpolitik praktis yang lagi marak di negeri ini. Sekaligus bermimpi akan ada sejumlah warga Kristen terpilih. Bercokol dan berdiri tegak dirumah Politik Kristen. Bentuk  impian menjadi Senator di Gedung DPR Senayan itu.
Namun karena tidak memenuhi quota berdasarkan aturan main, yang berlaku pada Pemilu tahun 2009 lalu. Partai Anyar ini Mati Suri. Tenggelam diusia Balita di Tingkat Nasional. Sementara  itu untuk DI Tingkat Propinsi, Kabupaten dan Kota, pengikut Partai Baru itu masih bisa menghirup, udara segar sampai pertengahan tahun  2014 yang akan datang.
Perlu dicatat “Sejarah pahit” bagi Perpolitikan Umat Kristiani, Partai yang bernuansa Kristen murni, sudah tidak ada lagi di negeri ini. Sejak Pertengahan Rezim Orde Baru lalu.  Kalaupun ada “Politisi Kristen (Protestan-Katolik)” di Gedung DPR RI, DPRD Propinsi, Kabupaten dan Kota, adalah bersifat pribadi. Keberadaan mereka di sana lebih layak disebut, sebagai Individu atau orang per orang. Bukan lagi dalam arti duduk sepenuhnya, membawa atribut dan panji-panji Kristen dan amanat Umat Nasrani.
Sementara itu Saudara kita yang Muslim, yang semula hanya terakomodasi dalam Satu Partai, yang bercirikan dan bernuansa Islam. Kini justru bertambah menjadi sekurang-kurangnya, 5 (lima) Partai yang bernansa Muslim. Dari 12 Partai Nasional yang akan bertanding tahun depan.

KPT DI RANAH POLITIK MORAL
Sebelum kita mendiskusikan lebih jauh tentang Umat Bala Keselamatan berpolitik baca Prajurit Bala. Coba kita lihat apakah Bala Keselamatan sebagai Organisasi Gereja tidak terpengaruh dengan Politik Praktis itu?. Dengan kata lain apakah benar Bala Keselamatan, sebagai Organisasi tidak terlibat dengan Politik Praktis?. Kita yang hadir diacara lokakarya ini, sangat  faham bahwa Lembaga Gereja Bala Keselamatan, tidak pernah menjadi Anggota Badan Gereja–Gereja di Indonesia. karena posisi kita bermitra sejajar denganOrganisasi Gereja itu. Baik di Tingkat Dunia. Begitu juga di Tingkat Nasional, dalam konteks ini dengan organisasi PGI (Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia). Maupun dengan KWI (Konperensi Wali Gereja Indonesia).
Namun dalam posisi  bermitra itu, menurut catatan resmi yang kami peroleh, ternyata Pimpinan Kantor Pusat Teritori (baca KPT Di Bandung), pernah ikut bermain dan terlibat dalam berpolitik Praktis. Dimana dan kapan itu terjadi, begitu pertanyaan kita bukan?. Peristiwa itu terjadi dalam konteks Eksistensi Gereja. Sebagai himpunan dan penjelmahan Warga Kristen (Protestan dan Katolik) yang berkeyakinan kepada TuhanNya. Sebagaimana yang kita yakini, seperti tercantum dalam Pasal 29 UUD Tahun 1945.
Institusi Bala Keselamatan ikut berpartisipasi dalam hal ” Keprihatinan Bersama” yakni dalam sikap Perguruan Kristen di Indonesia”. Sikap ini dituangkan dan ditandatangani oleh Komisioner Johannes Watilete. Komandan Teritori Indonesia (ketika Itu).Bersama dengan Pimpinan Aras Nasional lainnya.Peristiwa itu bertanggal Jakarta 10 Agustus 1999.
Sebelumnya KPT ikut juga menandatangani “Pokok-Pokok Pikiran tentang Ibadah dan tempat Ibadah”. Peristiwa  itu tercatat bertanggal Jakarta 23 Agustus 1990. Pimpinan Bala Keselamatan (Ketika itu) Komisioner Lilian E Adiwinoto dan colonel Victor K Tondi. Komisioner Tondi dikemudian hari, menjadi Komandan Teritori Indonesia di kali berikutnya. Sikap dan posisi kedua peristiwa penting dan mendasar itu, tercatat dalam Buku: ”Pesan KENABIAN di Pusaran Zaman”, Dokumen terpilih Seputar Reformasi dan Isu Sosial Kemasyarakatan. WEINATA SAIRIN, 2007).
Realita ini memberi “Justifikasi” ke Kita para Prajurit Bala, Ternyata Bala Keselamatan sebagai Organisasi Gereja, disadari atau tanpa disadari, sudah ikut bermain di Zona Politik Praktis. Karena Tujuan dan target dari keikut sertaan itu sangat jelas.Yakni ikut serta dan ingin mendapatkan kekuasaan (Power) dan Pembagian atau distribusi Kekuasaan itu sendiri. Sama dan sebangun dengan apa yang dimaknai oleh mantan Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia, Prof Miriam Budiardjo diatas.

PRAJURIT BALA KESELAMATAN BERPOLITIK.
Pertanyaan yang menarik untuk kita didiskusikan siang hari ini, adalah  sejak kapan Prajurit bermain dalam kanca Politik Praktis di negeri ini?. Kami mencoba mencari tahu sejumlah Prajurit. yang pernah berpolitik praktis di era lalu. Pencaharian itu didasarkan berbagai literatur tertulis. Juga melalui diskusi terbatas dan berkomunikasi jarak jauh. Dengan sejumlah narasumber yang berkompeten, dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk kali ini kami akan menawarkan kepada kita, Kisah kehidupan 3 (Tiga) orang politisi, Prajurit Bala Keselatan dinegeri ini. Yaitu Bolang Ligen Sembiring Meliala, Tante Dick Tandayu dan Om Natanael Panginjani Sango.  Ketiga Prajurit pilihan dan militant diatas, sudah bermain Politik Praktis di era lalu. Mereka adalah orang dipilih dan terpilih, karena ketangguhannya dari para Prajurit Bala Keselamatan lain di eranya. Kami yakin diantara kita  yang hadir siang ini,  pernah mendengar dan sangat mungkin kenal secara pribadi, dengan Satu atau Dua dari tokoh-tokoh diatas.
Kalaupun ada yang belum faham eksistensi beliau-beliau, kinilah saatnya kita tampilkan. Apa dan Siapa mereka. Agar kita sebagai sesama Prajurit faham dan mengerti, sepak terjang mereka didunia Politik Praktis itu. Satu posisi baru yang menjadi , “Hobby dan Kegemaran anak bangsa kita dekade reformasi ini”. Didalam kanca perpolitikan di negeri kita Indonesia raya ini. KUTIPAN. Pertama tama ialah Bapak LIGEN SEMBIRING MELIALA (1917-1990). Mantan Ketua Pengurus Cabang Partai Kristen Indonesia (PARKINDO) Kabupaten Tanah Karo.
Pak Meliala adalah Prajurit Korps Bala Keselamatan, Kaban Jahe di Sumatera Utara. Menurut catatan yang ada, Pak Meliala cukup lama bercokol menjadi Anggota DPRD Kabupaten Tanah Karo. Kepiawaian Bolang Meliala, tercatat Pemilihan Umum Indonesia di Tahun 1955. Kita tahu Negeri ini pada Tahun 1955 itulah mengenal pertama sekali yang namanya Pemilu. Pak Meliala ketika itu sebagai Pimpinan PARKINDO Tingkat Kabupaten. Sekaligus beliau mencatatkan Partai ini dapat menjadi pemenang pertama. Mengalahkan Partai Nasional Indonesia (PNI) Partai yang disegani dan diperhitungkan di negeri ini. Sebagaimana dimaklumi Tanah Karo,  adalah basis dan tambang suara, Partai yang didirikan dan dibangun Presiden Pertama Indonesia itu.
Untuk mengantisipasi dan mempertahankan Tanah Karo, sebagai lumbung Suara PNI di Sumatera Utara. Presiden Soekarno tidak tanggung-tanggung mengirim orang dekat dan kepercayaannya. Menjadi JURKAMNAS alias Juru Kampanye Nasional (Istilah baku untuk Pemilu dewasa ini). Untuk memenangkan PNI ditingkat lokal itu. Tahukan kita siapa yang di utus Soekarno, ke Kabupaten Karo?. Tidak kurang-kurang Utusan Khusus itu, ialah Mr. Ali Sastroamidjoyo. Salah seorang Tokoh dan Pejuang serta Perintis Kemerdekan kita. Kita mengenal beliau tercatat, berkali-kali jadi Menteri dan bakan menjadi Perdana Menteri. Tetapi diakhir pertandingan itu, nyatanya PNI kalah telak. Justru pemenangnya adalah PARKINDO.Partai yang dikomandoi seorang Prajurit Setia Korps Kaban Jahe itu.
Lebih menarik lagi untuk disimak dan direnungkan, kapasitas pribadi Pak Meliala. Dia sebelumnya mampu bersaing, dengan sesame tokoh-tokoh Kristen di Parkindo era itu. Untuk menjadi Pimpinan Cabang Partai Tingkat Kabupaten. Sementara itu diketahui dari perbandingan statistik Jemaat, Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) adalah pengikut utama atau mayoritas Parkindo. Sementara Bala Keselamatan di kota sejuk itu, Jemaatnya kecil dan kalah jauh. Tidak sebanding dengan GBKP dan Gereja lainnya Kabupaten Karo itu. Payung Bangun, 1987).
Dalam sejumlah  hal boleh disimpulkan, Prajurit Bala Keselamatan yang Satu ini kalah bersaing. Kecuali dalam satu hal Pak Meliala, memiliki keunggulan. Kelebihan dan keistimewaan yang tidak dimiliki, warga Parkindo dari Gereja lainnya. Bagi Pak Meliala sebutan Prajurit, bukan asal diberi dan didapatkan. Kata Prajurit memiliki makna, spirit dan semangat yang tidak sembarangan. Sebagai seorang Prajurit Bala Keselamatan, dia mampu bersaksi dan berbuat serta berprilaku kasih dalam kesehariannya. Kesaksian yang dilakoni Bolang Meliala, secara terbuka. Namun dengan penuh kerendahan hati. Sebagai Prajurit Dia Bala Keselamatan dia menunjukan adanya rasa sikap tanggungjawab sebagai warga Negara dan warga masyarakat. Dipilih Menjadi Prajurit, 1979).
Saudara ‘Immanuel, Djendamita dan Dumasari Meliala’ putera Prajurit Setia itu menginfomasikan, tentang kebanggaan mereka bersaudara. Sebagai anak-anak dengan nilai kasih yang dimiliki ayah mereka itu. Yaitu Iman dan kesetiaan kepada Gereja Bala Keselamatan. Beliau juga mendorong anak-anak untuk maju. Begitu juga perhatiannya dengan orang lain, yang pernah dia kenal dan perlu ditolong. Pak Ligen adalah motivator handal, bagi banyak orang Kabupaten Karo. Lebih dari itu orangtua kami ringan tangan, untuk membantu orang lain yang layak di tolong.
Kemudian tokoh Kedua ialah “Politisi Wanita” yang layak dikemukakan, dalam sesi ini Tante Dick Tandayu (1936 – 2012). Seorang wanita mandiri, yang berlatar belakang Pendidik. Tante atau Ses Dick, demikian panggilan beliau sehari-hari. Tante Dick adalah alumni SGB di Palu. Mengikuti jejak ayahanda mereka, yang kebetulan juga berlatar belakang Guru. Dikemudian hari orang tua mereka juga dikenal, sebagai pasangan Opsir Perintis Bala Keselamatan. Ses Dick adalah mantan Anggota DPRD Propinsi Sulutteng. (Ketika itu wilayah Sulawesi Utara dan daerah Sulawesi Tengah masih bergabung dalam Satu Propinsi).
Tante Dick Tandayu menjadi Anggota Dewan yang terhormat, di era awal tahun Enam Puluhan. Ses Dick berasal dari unsur Partai IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia). Partai yang dikenal sebagai kumpulan orang-orang militant. Warga negeri ini yang tetap setia, mendukung kemerdekanan Negeri yang dikumandangkan tanggal 17 Agustus 1945. Dari rongrongan dan keinginan perpecahan, dari berbagai faham dan Daerah tertentu masa itu. Warga kota Manado era itu mengenal beliau, dengan sebutan “Singa Podium”. Gelar informal yang diberikan kawan dan lawan politiknya. Untuk rasa hormat atas kepiawaian Tante Dick, berbicara didepan Umum dan Kontituennya.
Di kemudian hari setelah beliau merasa matang dan cukup pengalamaan, sebagai Senator di Tingkat Regional. Tante Dick Hizrah ke Ibukota Jakarta. Untuk menjadi Anggota DPR-GR Tahun 1962. Tante Dick menjadi Anggota DPR Termuda (Ketika itu). Saat menjadi Senator,usia  Tante Dick baru 26 Tahun. Karena darah berpolitik sudah menjadi bagian dari kehidupannya, Ses Dick segera bergabung dan menjadi Pengurus Pusat, Organisasi Pemuda Pancasila di Ibukota. Ormas Pemuda Panca Sila adalah Organisasi sayap, Pendukung Utama Partai IPKI ketika itu. Pada tahun 1985 - 2011 Tante Dick, tercatat sebagai “Anggota Dewan Pengurus Pusat Partai Patriot Pancasila”.Bapak Anton C. Tandayu, 2012)
 Tahun lalu ketika Ses Dick Tandayu “Naik kekemulian Tuhan”, kami turut melayat Jenazah beliau, di Rumah Duka sebuah Rumah Sakit besar di Jakarta. Jenazah Nya di lawat sejumlah Pengurus Partai dan Politisi Tingkat Nasional. Saat  Jenazahnya disemayankan  di jaga ketat, oleh sejumlah Kader Pemuda Pancasila. Dengan seragam Kebesaran Organisasi Pemuda itu. Begitu juga saat Mobil Ambulan yang membawa Jenazah itu tiba di Pintu Gerbang, Taman Pemakaman Elite Sandiago Hill Karawang. Secara sigap Ormas Pemuda Panca Sila, dari Perwakilan Anak Ranting se Kabupaten Karawang, memikul Peti Jenazah Prajurit Senior Korps Polonia Jakarta itu. Mayor Sapteno berbisik kepada Kami, kita  yakin Anggota Ormas Pemuda itu, secara keyakinan adalah Saudara kita dari Sebelah.
Dalam hati kami ketika itu terpikir:“Ternyata Kharisma seseorang, tidak menjadi masalah dalam hal pengakuan masyarakat dlingkungannya. Maksud kami keyakinan yang dimiliki seseorang, berbanding lurus dengan kwalitas dan loyalitas hidupnya kepada sesama. Kemudian seorang rekan prajurit, yang mengenal  sepak terjang politisi  wanita mandiri ini mengatakan: “Ses Dick adalah salah satu inisiator, yang berjuang untuk mendapatkan Kintal atau Kavling, dimana berdiri kokoh bangunan “Panti Asuhan Puteri Bukit Harapan “di Tengah kota Manado sekarang ini”. Katanya  kepada kami dengan suara pelan dan wajah tertunduk, saat kami ikut berdiri membentuk bundaran, ketika prosesi pemakaman berlangsung tahun lalu itu.
Tokoh politisi kita yang ketiga adalah Bapak Natanael P.Sango (1928-1995). Sama dengan Tante Dick terdahulu, NP.Sango  adalah Alumni Sekolah Guru. Om Sango adalah aktifis Gereja dimasa mudanya. Dia adalah organisator dan  Kader Parkindo yang handal di Kabupaten Donggala. Om Sango adalah sahabat dekat Pak Sabam Sirait. Tokoh Nasional mantan Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Parkindo, dan sekaligus mantan Sekretaris Jenderal  PDI-P itu.
Di era lalu Pak NP Sango, bersama dengan JPH Tarro dan Sam Masie, menjadi Anggota DPRD Kabupaten Donggala. Mewakili unsure Partai Kristen Indonesia. Budget Sango 2013). Om Nataniel adalah politisi yang punya prinsip dalam bertindak dan berbuat.Itu sebabnya ketika tertentu ada pihak yang kurang, senang dengan dia. Prinsip, rel Partai, dia pegang dan jalankan dengan teguh.
Dua orang rekan Prajurit yang berdomisili di Kulawi dan Palolo, yang pernah mengenal dan tahu sepak terjang Om kita yang satu ini, menginfokan  kepada kami : “Om Nataniel adalah salah seorang penggagas, untuk pemberian nama sebuah Jalan di Kota Palu dengan nama Jalan “Woodward”. Untuk mengenang dan menaruh hormat untuk Perintis Bala Keselamatan di Dataran Pipikoro. Guru Gerson Moerdekai 2012). Dikemudian hari kita juga mengenal Nama sebuah “Rumah Sakit Bala Keselamatan” dengan nama yang sama, dengan nama jalan itu. Pemberian warga Bala Keselamatan, sebagai bagian rasa hormat untuk mengenang “Rasul Lokal” orang Kantewu itu.
Sementara itu Guru Senior yang kedua menyampaikan ke kami dengan kesempatan yang berbeda, dengan substansi yang sama:“Om Sango adalah  inisiator dan penggagas, untuk  Penempatan Guru Bantu di era Orde Lama. Saat terjadi Krisis Guru Sekolah Dasar di pedalaman Negeri ini. Kemudian hari dengan penempatan Guru Negeri, yang diangkat dan ditempatkan  Pemerintah dikemudian hari”. Saya adalah salah satu saksi hidup, untuk loyalitas Om Sango. Untuk ikut serta memajukan Pendidikan Bala Keselamatan. Di seantero eks Kecamatan Kulawi katanya mantap. Guru Jore Pamey, 2013).
Semua Realita Keikutsertaan Pimpinan kita di KPT Bandung dan kisah perjalanan singkat dan ketokohan, ketiga politisi tersebut diatas, adalah bagian yang berkorelasi dan terkait apa yang kita rayakan di tahun 2013 ini. Sebagai bagian dari perjalanan Sejarah Perpolitikan di Tingkat Lokal dan Regional serta Nasional. Suatu hal yang pernah dilakukan  oleh pendahulu kita itu. Sekaligus  merupakan karya nyata Perjuangan Darah dan Api Bala Keselamatan di Bumi Tadulako ini.

BERPOLITIK ATAU DIPOLITISIR?
Sub Judul ini agak mengelitik perasaan saya, kata seorang rekan Prajurit. Saat Naskah Anatoni Makalah ini, kami diskusikan di Korps kami. Kok judul nya agak nyeleneh dan propokatif. Kami hanya senyum merespons klarifikasi rekan itu. Dari angka dan data, sebagaimana kita ketahui dan fahami, Sulawesi Tengah dan Barat adalah basis terbesar Bala Keselamatan di teritori kita.Statistik yang dikeluarkan Kantor Pusat Teritori, menggambarkan dari 7 (tujuh) dan Divisi dan Distrik yang langsung bertanggungjawab ke KPT 4 (Empat) Divisi Besar di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat ini. Bukan hanya sekadar jumlah Divisi lebih banyak. Tetapi juga jumlah Korps atau Gereja. Serta rata-rata Prajurit yang menjadi anggota jemaat terdaftar di Korps juga lebih banyak.Posisi itu secara kwantitas mengalahkan 3 (Tiga) Divisi, dan Distrik yang langsung berada dibawah Pengawasan KPT Bandung.
Mari kita amati apa yang terjadi di Sulawesi Tengah. Secara Warga Bala Keselamatan, tersebar di Kabupaten Donggala, Kabupaten Parimo, Kabupaten Poso, Kota Palu dan Kabupaten Sigi. Namun ironisnya  di Tingkat Propinsi tidak ada seorangpun, Prajurit Bala Keselamatan yang menjadi Anggota Dewan. Hal ini berkorelasi dengan posisi yang sama di Kota Palu, sebagai Ibukota Propinsi. Di Kota ini juga nyaris, ada wakil kita di Wilayah kota. Lebih soe lagi kata seorang sahabat. Dikabupaten Donggala, tidak ada Wakil Bala Keselamatan. Posisinya nihil juga. Padahal kita tahu di wilayah ini,seabad lalu pertama sekali berdiri Bala Keselamatan. Rekan itu menjadi gundah dan bertanya : Jangan-jangan posisi warga kita yang banyak di Sulawesi Tengah ini,Semu katanya dengan nama bertanya. John Tondi,2013)
Coba kita amati secara mendalam di Kabupaten Sigi. Sebagai Kabupaten Baru, hasil pemekaran era reformasi ini. Penduduk Kabupaten ini pada Tahun 2011, terbagi atas 62,17 % pemeluk Agama Muslim. Sementara itu warga yang beragama Kristen (Protestant dan Katolik), komposisinya 36,90 %. Jika kita amati dengan kasatmata, dari penganut Kristen ini yang paling dominan adalah warga Bala Keselamatan. Itu bisa diamati dari Statistik Gedung Gereja, sebanyak 313 buah Gereja.Lalu dikaitkan dengan komposisi Anggota Dewan, di Kabupaten Sigi yang berjumlah 30 Orang.Kabupaten Sigi Dalam Angka, 2011). Dari perbandingan penganut dan pengikut Ke2 (Dua) Agama besar diatas. Komposisinya Anggota Dewan memang agak valid, yaitu 9 (Sembilan) Orang beragama. Namun yang mewakili unsure warga BalaKeselamatan  hanya 3 (Tiga) Orang. Nolly Mua 2013).
Kemudian kita jabarkan lebih dalam, dari sejumlah Anggota Dewan yang duduk diatas. Pertanyaan sederhananya: Berapa orang Wakil Umat atau Prajurit Bala?. Terlepas Wakil yang duduk saat ini, pakai Perahu atau Bendera Partai Politik yang banyak itu. Kami tidak mempersoalkan,apakah Saudara-saudara masuk dan berada pada barisan Partai, yang ada berkibar saat ini. Ternyata hasilnya tidak dan belum, menggambarkan nominasi warga Bala Keselamatan. Posisi kita sebagai bagian, yang selayaknya diperhitungkan. Baik secara kwantitatif dan kwalitatif, dari data dan fakta yang ada dilapangan. Sebagai sesama Prajurit kami mau mengajak kita berpikir sejenak. Apakah kita kedepan masih berpola pikir dalam memilih anggota DPRD berdasarkan Bendera Partai yang Banyak itu. Bukankah kita mencoba memilih Mereka, berdasarkan kedekatan emosional dan kesamaan Gereja. Bukankah kita perlu mempertimbangkan, factor Daerah Pemilihan (DAPIL), dikaitkan dengan Jumlah Quota yang tersedia. Mari kita berpikir bahwa Partai itu, ibarat Perahu. Kelengkapan dan fasilitas yang kita akan kita gunakan,  untuk bisa menyebrangkan kita ketujuan selanjutnya. Partai adalah sarana, dan bukan tujuan. Apalagi menjadi target kita, didalam memasuki dan memilih sebuah Partai Politik.
Mari kita simak dan renungkan dalam-dalam dengan pikiran yang jernih, dan Hati yang tenang. Bagaimana strategi dan kiat-kiat kesuksesan, yang dilakukan Saudara kita di Sulawesi Selatan. Pada priode Pemilu 2004 lalu, dari 4 (Empat) orang Senator DPD (Dewan Perwakilan Daerah), yang mencakup dan mewakili 23 (Dua Puluh Tiga) Kabupaten dan kota, di Propinsi Sulawesi Selatan itu. Hasilnya sangat fantastis ternyata 2(Dua) Orang, dari Perwakilan DPD Sulawesi Selatan, berasal dari Etnis Suku Toraja. Sementara 2 (Dua) orang Senator sisanya mewakili 3 (Tiga) Etnis dan Suku besar disana. Yakni Suku Bugis, Makaasar dan Mandar. Wajah DPR dan DPD 2004 – 2009, Kompas Gramedia 2005).
Maksud kami coba Saudaraku berpikir dengan Sistem “DAPIL (Daerah Pemilihan)”, yang diberlakukan dalam aturan Pemilu dewasa ini. Kiranya Saudara selaku Tokoh masyarakat, Cerdik Pandai dan Anutan warga Bala Keselamatan, melihat dari perfektif lain. Calon Wakil yang sementara masuk dalam DCS dan DCT itu. Lihat siapa diantara mereka, yang layak “kita sepakati”untuk diseleksi dan dipilih.  Untuk dipercayai,  duduk di Lembaga Legislatif itu.  Sesuai dengan “Batas Quota Maksimum” yang tersedia. Coba dilepaskan pendekatan Memilih Partai,yang  berwarna warni itu. Tetapi memilih seseorang Wakil Bala Keselamatan.Berdasarkan Kwalitas dan Pendekatan kebathinan.Sebagai sesama warga Bala Keselamatan di wilayah ini.

TRENDS BERPOLITIK KE DEPAN.
Jikalau Tahun 2013 ini adalah Tahun Politik. Maka prediksi kami untuk lima tahun ke depan, dan mungkin untuk beberapa dekade lagi. Persoalan Politik Praktis ini semakin menjadi-jadi dalam sendi kehidupan kita berbangsa. Berpolitik kedepan akan menjadi Hobby yang terstruktur. Akan dipatentkan sebagian anak negeri ini, dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya sekadar hobby, tetapi menjadi lapangan pekerjaan baru. Menarik dan merangsang banyak orang. Berpolitik akan mengalahkan dan meninggalkan, pilihan lapangan pekerjaan dan profesi terhormat lainnya. Pada sisi lain indikasinya, aturan perundang-undangan yang ada, sudah mendukung untuk kecenderungan itu. Sujiwo Tejo, 2013 .
Coba kita amati dalam Undang-Undang Partai Politik diatas, sangat fleksibel dan luwes. Disana disebutkan sekurang-kurangnya, cukup 50 (Lima Puluh) Orang saja. Dan berusia 21 Tahun, sudah boleh mendirikan sebuah  Partai Baru. (Kata seorang pengamat lebih muda buat Partai, dari pada mendirikan Perseroan Terbatas). Didalam UU itu juga tidak dibatasi, jumlah Partai yang ideal di Negeri ini.Dalam istilah ilmu pasti, tidak tak terhingga. Orang yang boleh ikut mendirikan Partai Baru, tidak diatur tentang Hak dan Kewajiban serta Larangan yang harusnya disepakati. Itulah sebabnya Prilaku kutu Lompat, dan berganti Baju Kebesaran Partai dapat dilakukan anak bangsa ini sesuka hati. Tanpa memperhatikan Etika dan azas kepatutan serta Sopan Santun, dalam berpartai dan bermain Politik Praktis: Mendambakan Negarawan, Media Indonesia 2 September 2013)
Pendirian Partai Politik didalam Undang-undang itu juga agak irrasional. Tidak lagi mengikuti falsafah yang essesial, dalam konteks hakekat dan pengertian kata memilih itu. Tidak rasional lagi menurut jalan akal dan pikiran yang normal. Dalam memilih ada makna keterbatasan. Terbatas dalam  berbagai hal dan  dimensi.  Bukan tidak tak terbatas, seperti yang kita lakukan selama ini, dalam berpolitik Praktis.
Coba kita maknai pengeritian yang universal di dunia ini.Tentang Dua hal tentang sesuatu yang rasional. Pertama: Tuhan dalam menciptakan manusia, dan memilik jari-jari di Tangan. Masing-masing 5 (lima) Jari-jari. Jika di total menjadi hanya 10 Jari saja. Diluar jumlah itu tidak dan kurang normal. Tuhan menetapkan sejumlah itu, ada maksud dan tujuannya. Mengapa harus Sepuluh, bukan misalnya ada yang 12, 14, 15 dan 17 misalnya. Mari  kita maknai dan renungkan posisi jari-jari itu dalam hidup ini. Kedua: Di seluruh negeri dimuka bumi ini, yang namanya 1(Satu) Regu itu, Maximal Sepuluh Orang. Lebih dari itu tidak lazim. Namun kurang dari jumlah itu boleh .Tentu  disetujui  berdasarkan kesepakatan bersama. Tentu pertanyaannya mengapa Satu Regu maximal Sepuluh orang ?. Kan begitu bukan. Jawabnya sangat ringkas, sederhana dan rasional. Karena berdasarkan hasil Penelitian para “Ahli Organisasi”. Ternyata manusia normal itu, hanya mampu mengendalikan maximal sejumlah itu saja. Duta Wacana, 1990).
Semisal Pemimpin Satu kelompok yang normal hanya bisa mengawasi sesuatu, tidak lebih dari jumlah itu. Begitu juga daya serap otak manusia normal. Kemampuan daya serap untuk menganalisa, sesuatu masalah demikian juga adanya. Tentu semua hal itu dalam kurun waktu yang ditentukan itu. Termasuk daya terima dan memilih sesuatu dengan maximal sejumlah itu. Semakin sedikit atau kurang dari itu, hasilnya lebih baik dan lebih optimal. Demikian pernyataan dari hasil penelitian yang baku dan universal itu. Horas Mauliate.




***      Narasumber adalah Purnabakti Birokrat, Pemerhati Masalah2 Sosial Kemasyarakatan, Pendidikan S1 STIA-LAN, Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Teologie Jakarta dan Prajurit Korps Jelambar Jakarta Barat.








DAFTAR BUKU BACAAN


1.             Alkitab Terjemahan Baru. Lembaga Alkitab Indonesia 1974.
2.             Payung Bangun, Melanchton Siregar, Pendidik dan Pejuang. Jakarta. 1987.
3.             Dari 60 ke 60, Jan Sihar Aritonang, Jakarta. 2013
4.             Kristen dan Politik, Richard Daulay. 2007
5.             Politik Kristen di Indonesia Suatu Tinjauan Etis, Saud Sirait. Jakarta. 2012
6.             Kabupaten Sigi dalam Angka, Palu. 2011
7.             Berbicara Tentang Agama, Pemerintah, dan Pembangunan, Ben Mboi. Kupang. 2009
8.             Pemberdayaan Untuk Rekonsiliasi. Duta Wacana. Universitas Pers. 1999
9.             Ngawur Karena Benar, Sudjiwo Tejo. 2012
10.         Agama Manusia, Huston Smith. Jakarta. 2004
11.         Dari Buku Ke Buku, P. Swantoro. Jakarta. 2012
12.         Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Jakarta. 1995
13.         Gereja dan Gereja, Apa dan Bagaimana, Martin D. Dainton. Jakarta. 2002
14.         Seratus Satu Tanya Jawab Tentang Gereja, Richard PM Brien. Jakarta. 2013
15.         Agama Dalam Kehidupan Manusia, Burhanudin Agus. Jakarta, 2006
16.         Hidup Tanpa Ijazah, Ajid Rosidi. Jakarta. 2008
17.         Menjadi Indonesia, Parakitri T. Simbolon. Jakarta. 2006
18.         Permaian Kekuasaan, Rahman Arge. Jakarta. 2008
19.         Doktrin Bala Keselamatan. Bandung. 1981
20.         Perintah dan Aturan Bagi Opsir Bala Keselamatan. Bandung. 1978
21.         Dipilih Menjadi Prajurit. Bandung. 1979
22.         Pesan-pesan KENABIAN Di Pusaran Zaman, Weinata Sairin. Jakarta. 2001
23.         Manusia Indonesia, Mochtar Lubis. Jakarta. 1977.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar