Senin, 17 Maret 2014

MAKANAN GRATIS


 MAKANAN GRATIS
                    
                   Sebagai bagian warga yang rutin setiap pagi ber olah raga di Monas, saya mengamati  seorang rekan  yang memiliki kebiasaan yang patut di puji dan dipertanyakan akan kesenangannya. Kesenangan yang sudah langkah dan kurang lazim dalam kehidupan ini dalam masyarakat perkotaan dan secara khusus Jakarta sebagai kota metropolitan ini. Tentu yang dipuji adalah kedermawanannya.  Kedermawanan yang semakin langkah, di temui didalam masyarakat Ibukota Jakarta ini. Sedangkan yang perlu dipertanyakan adalah kesenangannya. Kesenangan yang secara financial merugikan dan menguras sejumlah biaya dan tenaga. Dimana menurut pengamatan saya, perilakunya ibarat orang membuang Garam ke laut, yaitu suatu pekerjaan yang sia-sia. Tidak ekonomis, tidak berdaya guna dan tidak  berhasil guna. Demikan ungkapan dan kata orang yang ahli dalam manajemen pemasaran.     
           Kedermawanan dan kesenangan rekan ini, senantiasa menjadi pertanyaan di dalam hati saya.  Dari tampilan sehari-hari terlihat usia orang tua ini, antara 65 s/d 70 tahun. Fostur tubuhnya kecil dan agak bungkuk sedikit. Setiap pagi kami ber olah raga bersama dan dia terlihat begitu setia dengan kesenangannya itu. Disela-sela olah raga itu dia dengan senang hati menyodorkan makanan ringan yang umumnya berupa makanan tradisional kepada siapa saja, yang datang mencari udara segar di pagi hari itu.
           Makanan tersebut adalah makanan murah meriah kata orang Jakarta, yang sumbernya mudah di peroleh di Pasar2 tradisional. Dimana hanya dengan ditanak atau dimasak dengan cara merebus saja sudah cukup. Sehingga menjadi santapan yang menjadi kegemaran sebagian anak negeri ini. Makanan rakyat kata Pak Gunawan sahabat saya. Namun makanan tersebut kurang populer, bagi masyarakat kota atau gedongan, karena bentuknya berupa Pisang Rebus, Kacang Rebus, Ubi Rebus ,Jagung Rebus dan boleh juga Singkong Rebus. Dia mangkal di sekitar Pintu Selatan Taman Monas.  Hidangan itu dijajahkan secara gratis oleh Engkong tua itu, disodorkan dan ditawarkan kepada setiap warga  yang lalu lalang  di Taman Kota kebanggaan masyarakat Jakarta itu. Tentu engkong tua menghidangkan, makanan yang menu nya bergantian setiap paginya.
         Saya termasuk yang senang mencicipi  dan menikmati hidangan rakyat itu. Wajah engkong tua ini begitu menawan bila kami ambil sepotong singkong rebus atau beberapa biji kacang rebusnya itu. Kadang kala dia menawarkan makanan itu dengan diselingi siulan atau nyanyian kecil. Dari syair lagu yang diperdengarkan, saya berpendapat dia adalah warga keturunan Tionghoa. Suku bangsa yang integral dari penduduk negeri ini.  Kalau engkong memberi dengan riang hati. Sebaliknya kami tentu lebih senang lagi menikmatinya. Begitulah setiap hari, dilakukannya dengan  setia. Tanpa ada sedikitpun beban di wajah Kakek dari sejumlah cucu itu. Beban untuk mencari dan meminta balas jasa kembali.  Dari setiap orang yang lalu lalang di taman itu, misalnya berharap sejumlah tips, untuk membeli makanan sejenisnya untuk disajikan esok pagi berikutnya.
         Kesenangan ini menjadi pertanyaan besar di hati saya. Mengapa dia lakukan itu semua,  sepanjang hari dan sudah ber tahun-tahun dilakukannya. Tanpa merasa ada sesuatu yang kurang dari penghasilannya.  Kenapa itu dilakukannya. Apakah dia tidak merasa rugi. Bagaimana sikap dan pandangan isteri dan anak pikir saya. Bukankah itu pekerjaan dan kegemaran yang rada ganjil itu. Khususnya bagi masyarakat di Ibukota ini. Dimana tingkat toleransi dan masa bodoh terhadap sesama semakin tinggi?.Bukankah hidup semakin sulit dan mahal akhir-akhir ini. Ternyata ini menjadi Pikiran dan pandangan kami semua. Khususnya warga yang ber olah raga pagi di taman besar itu. Tentu menjadi tanda tanya besar, bagi kami yang kurang tahu dan tidak mengerti  latar bekalangnya. Mengapa pekerjaan yang kurang wajar itu dilakukannya. Jika di hitung setiap  hari, minggu bersambung ke Bulan. Bulan berganti tahun, kan lumayan juga nilai rupiahnya.  Pengorbanan yang sia-sia begitu guman, setiap kami yang ikut menikmati, perilaku dari engkong tua itu.   
          Suatu ketika Pak Herry rekan saya, rupanya begitu penasaran terhadap perilaku engkong tua itu. Secara iseng-iseng dia pertanyakan. Mengapa dia melakukan pekerjaan dan perbuatan yang langkah itu.   Begini hasil penuturan singkat Pak Herry. Sepuluh tahun silam,  engkong tua ini kena penyakit berat yaitu Stoke. Suatu penyakit yang sedang trends dan bekens pada masyarakat perkotaan. Sekujur tubuhnya menjadi kaku sehingga sulit bergerak dan digerakkan. Oleh keluarga di bawa ke Dokter. Lalu Dokter menolong sebagaimana seharusnya. Dokter  merawat dan memberi obat-obatan. Sebagaimana lazimnya dokter juga menyarankan agar dilakukan terapi dengan berjalan  setiap pagi. Suatu latihan dan pekerjaan  harus dilakukan secara rutin dan sungguh-sungguh. Untuk merangsang kembali otot dan syarat yang rusak dan kurang berfungsi, akibat dari penyakit yang mematikan itu. Oleh keluarga dilatihlah berjalan pagi di Taman Monas.
          Tentu dengan Kasih sayang dari istri dan anak serta keluarga dekat. Terapi itu dilaksanakan dengan disiplin dan ketekunan yang sungguh2. Tidak kalah pentingnya dorongan  dan semangat hidup yang tinggi. Secara perlahan tetapi pasti,  hasilnya cukup menakjubkan. Diawalnya harus ditata titi seperti melatih anak Balita belajar jalan. Perlahan tetapi pasti akhirnya dia boleh berjalan sendiri.   Tanpa di sadari kesehatannya menjadi pulih seperti sediakala. Bahkan kalau boleh dikatakan lebih sehat,  dibandingkan sebelum dia kena serangan penyakit itu.  

          Untuk rasa syukur itu lah rekan kami itu bernazar dan berjanji. Jika kesehatannya pulih, dia akan melakukan sesuatu, khususnya untuk komunitas yang ber olah raga di Taman Monas itu. Karena engkong tua itu, tidak ingin orang lain, tertimpah penyakit yang dialaminya. Suatu penyakit yang sesungguhnya, dapat  di eliminir atau dicegah.  Dengan memadukan pola  hidup sehat dan menjaga kesimbangan antara pola makan dan pola bekerja. Di setarakan dengan pola hidup sehat melalui olah raga dan istirahat yang memadai. Demikian ringkas cerita, mengapa sahabat kami itu melakukan hal yang rada aneh itu. Bagaimana pandangan saudara. Sukses untuk anda.{N.Kristian Nainggolan }.                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar