Senin, 17 Maret 2014

PAK DASUKI

PAK DASUKI


Sebagaimana layaknya taman kota, Taman Monas juga memiliki sejumlah petugas lapangan. Petugas yang sehari-hari melaksanankan pekerjaannnya membersihkan dan menjaga keindahan Taman Kota itu. Untuk sesi ini saya tidak berbicara kepada anda apakah upah dan atau  pendapatan mereka berada di atas atau di bawah UMR Propinsi . Juga tidak mendiskusikan tentang  status mereka, sebagai pekerja tetap atau buruh  kontrak lepas. Karena terkait dengan permasalahan perburuhan, bukanlah  kapasitas dan kompetensi saya untuk menjelaskannya. Sangat tepat saudara klarifikasi,  kepada Menteri Tenaga Kerja.  Tetapi saya hanya mau berbagi cerita tentang  seorang rakyat kecil, yang menjadi mitra kami di Taman kota itu.Seorang anak negeri ini  yang setiap pagi bekerja disana. Sebagai tenaga buruh kasar,petugas lapangan di lingkungan fasilitas umum itu. Cerita dari bagian intraksi langsung dari seorang rekan kami.Yaitu hubungan antara dua orang anak bangsa yang saling membutuhkan dan saling mengisi. 

Nama petugas lapangan itu Pak Dasuki.  Usianya diatas  lima puluh tahunan. Dia bekerja sebagai tenaga kebersihan di Taman Kota itu. Wilayah Kerjanya, berada di bagian Selatan dari Taman Monas itu. Bagian Selatan adalah yang berada di bagian depan, taman kota itu, jika kita datang dari arah Balai Kota. Sehari-hari pengamatan kami Pak Dasuki, bekerja dengan riang, menyapu dan membersihkan, Taman Kota yang menjadi kewajiban dan tanggungjawabnya. Dia bekerja dengan sepenuh hati dan iklas menerima nasib hidup, yang semakin keras di tengah himpitan kehidupan ini. Begitulah amatan kami tentang keseharian anak bangsa itu.

Jika kami berpapasan disekitar dia bekerja, pastilah Pak Dasuki  dengan senyuman yang khasnya, menyambut kami. Kadang kala dengan sedikit sapaan basa basi. Dengan mengucapkan Selamat pagi, dan bentuk  gerakan tubuh  lainnya. Wajah yang penuh persahabatan, menyambut kami rombongan kecil kami. Saya pikir bukan hanya kepada  rombongan kami saja, tetapi kepada komunitas lain juga dia lakukan hal yang sama. Karena keramahan dan keluwesan dari Pak Dasuki itu, tidak kuran, sekali-kali saya amati ada teman yang memberikan Tips kepadanya. Baik berupa sejumlah uang dan atau bingkisan. Biasanya jawaban dari kegembiraan pak Dasuki hanya dibayar nya  dengan senyuman khasnya itu. Karena hanya itulah yang dia miliki dan bisa ia berikan. Kepada sesama makluk hidup yang lalu lalang, di pagi hari sekitar Taman kota Jakarta yang termashur ke seantero negeri ini.
Sementara Dokter Labarons rekan kami, tidak memberikan tips seperti rekan-rekan yang lain. Tetapi dengan kapasitasnya sebagai seorang dokter, dia membantu Pak Dasuki. Bantuan dan pertolongan yang dibutuhkan, seseorang dalam hal obat-obatan.  Dengan cara memberikan sejumlah obat, yang dibutuhkan warga yang rajin dan bersahaja itu. Bukan memberi resep untuk ditebus di Apotik. Karena secara ekonomi, itu menyulitkan kemampuan keuangan sahabat kami itu. Karena kami sadar nasib kehidupan Pak Dasuki, tidak seperti kami. Dia adalah   bagian dari masyarakat marjinal di Ibukota ini. Tentu obat-obat dimaksud, sesuai dengan diskusi dan diagnosa singkat   pada saat ketemu suatu pagi. Biasanya besok paginya, Dokter Labarons membawa dan memberi obat yang sesuai, dengan keluhan Pak Dasuki sehari sebelumnya. Tentu dengan catatan Pak Dasuki, tidak perlu  membayar biaya obat itu alias gratis.

Bagi Pak Dokter rekan kami itu, cukup lah dibayar oleh Bapak yang memliki 4 (empat)orang anak itu, dengan bekerja rajin, membersihkan taman kami berjogging ria itu.Tidak lebih dan tidak kurang. Karya yang diamini dan diiyakan, Pak Rene rekan saya yang lain. Begitulah antara lain bentuk kepedulian diantara kami, yang berolah raga pagi di Monas itu kepada sejumlah anak bangsa, yang menjadi mitra kami disana. Kami yang menikmati fasilitas taman kota dengan  berolah raga. Mereka yang mengurus taman, dimana kami boleh menikmati kebersihan dan keindahan Taman Kota itu.

Suatu pagi Dokter Labarons mengatakan ke Pak Dasuki dengan pesan yang agak rumor, ”Pak Dasuki harus sehat, jangan cepat mati ya, nanti tidak ada yang membersihkan dan urus Taman Monas ini”. Lalu dijawab oleh Pak Dasuki dengan sederetan kata yang singkat namun penuh  makna, ”Pak Dokter, saya masih mau hidup lebih lama lagi, menikmati pemberiaan yang diatas sana katanya sambil menengadah ”. Sambil berjalan saya tanyakan kepada Pak Dokter sahabat saya kental itu, kira-kira apa maksudnya mengatakan kalimat itu. Dengan rileks dan santai Dokter konsultan gratis kesehatan kami itu mengatakan  ”Kalau Pak Dasuki duluan dipanggil Tuhan, taman ini akan menjadi lebih tidak terurus lagi, dan akan semakin kotor. Karena amatan saya dari seluruh petugas lapangan, yang ada disini Pak Dasuki Nomor Satu”, katanya sambil mengacungkan jempolnya. Begitulah penilaian Pak Dokter. Saya setuju dengan amatan Pak Dokter itu ada benarnya. Memang amatan kami  sepintas Pak Dasuki mengerjakan pekerjaannya, dengan tulus dan nerimo hidup yang semakin keras di Ibukota Negeri ini. Tentu anda pun memiliki warga yang jujur dan bersahaja  seperti Pak Dasuki, Di Taman Kota anda  bukan?.Bagaimana pandangan saudara. Sukses  untuk anda, {N. Kristian Nainggolan }.        





Tidak ada komentar:

Posting Komentar